SATU dari banyak alternatif seorang musisi untuk mendapatkan uang melalui keterampilannya adalah mengajar, baik dengan bergabung di studio musik, sekolah musik, atau mengajar secara privat. Beberapa diantara mereka bahkan sudah memulainya pada usia remaja, sebagai cara cepat mendapat uang tambahan atau penghasilan ekstra secara tunai.
Tetapi, seperti juga yang lainnya, kepribadian dan bagaimana menggunakannya, sebaiknya diperhitungkan ketika kebanyakan musisi lebih mengandalkan pada keterampilan yang dimiliki. Bagaimana untuk bisa menjadi guru yang baik? Bila Anda telah bekerja di bidang lain, tetapi juga nyambi mengajar musik, apakah ini cara yang baik untuk menghasilkan penghasilan tambahan? Apa prospek dan konsekuensinya?
Pada kenyataannya, menurut Karen Stafford, pengajar musik di College Conservatory of Music University of Cincinnati.Ohio, USA, mengajar musik bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, sebagai profesi utama. Kedua, sebagai profesi sampingan. “Dilihat dari dua sisi ini, mengajar musik bisa menjadi sesuatu yang berbeda. Mengapa? Karena motivasinya berbeda. Dan jika motivasi berbeda, maka pendekatan mengajarnya pun bisa berbeda. Dan bila kita melihat lebih jauh lagi, akan bisa melihat banyak perbedaan yang lain, misalnya konsistensinya, kompetensinya, metodanya, dan masih banyak lagi,” katanya.
Itulah realitasnya, ujar Karen. Ketika belajar musik sudah menjadi sebuah kebutuhan, maka akan muncul permintaan, penawaran, dan akhirnya realisasi. “Jadi, ini sudah seperti bisnis. Dan memang, dari satu sisi, mengajar musik merupakan sebuah bentuk bisnis, suka atau tidak, mereka yang terlibat, baik itu guru, orangtua siswa maupun siswanya, terlibat dalam pertimbangan dan perhitungan-perhitungan bisnis,” katanya.
Tak peduli apakah dalam bentuk lembaga pendidikan musik, maupun mengajar secara privat atau independen (tidak terikat di lembaga pendidikan), tak bisa melepaskan dari pertimbangan bisnis. “Ketika Anda menentukan tarif les, lalu konsumen setuju dengan tarif itu, maka terjadilah transaksi bisnis. Ini nyata. Persoalannya adalah, bagaimana kita sebagai pengajar, menyadari bahwa mengajar adalah juga sebuah bisnis, dan bagaimana kita bersikap dan dalam bisnis ini?” kata Karen.
Sudah barang tentu, menurut Karen, semua bisnismen ingin menjadi bisnismen yang baik. Dan semua itu berawal dari kepribadian yang baik. Tak peduli apakah seorang guru mengajar di sebuah sekolah musik atau privat, pada umumnya guru melakukan pendekatan mengajar “one to one teaching”, yakni mengajar dengan tatap muka langsung dengan siswa secara pribadi, secara privat, berbeda dengan sistem kelas atau group. “Mengingat pendekatan yang unik itu, maka faktor personalitas pengajar sangat berperan penting dalam mendorong keberlangsungan proses belajar dan mengajar. Saya sering menemukan betapa banyak anak-anak yang harus berhenti di tengah jalan dan tiba-tiba membenci piano, atau alat musik lainnya bukan oleh karena mereka tidak menyukainya, tapi karena cara mengajar yang salah,” kata Karen.
Karen mengingatkan bahwa ketika seseorang memutuskan untuk mengajar musik secara privat, harus dipertimbangkan prospek dan konsekuensinya. Ada beberapa prospek bila Anda memutuskan mengajar privat, misalnya, memungkinkan Anda bekerja di rumah sendiri, membuat jadwal sendiri, membina hubungan lebih dekat dengan siswa, memudahkan pemantauan dan memberi perhatian siswa secara lebih seksama kepada siswa dibanding dalam sistem kelas ataupun group, dan ada kebanggaan tersendiri manakala menyaksikan dan mengikuti setiap perkembangan siswa secara lebih dekat. “Untuk alat musik tertentu, terdapat permintaan yang besar, khususnya piano, gitar dan biola. Jadi prospek murid, sangat besar,” kata Karen.
Prospek dan Konsekuensi
Meski begitu, perlu dipertimbangkan juga beberapa konsekuensi yang mungkin akan dihadapi, seperti misalnya, rumah Anda akan menjadi ramai karena banyaknya orang-orang di rumah Anda, dan mungkin juga Anda akan menghadapitingkah polah anak-anak yang berbeda-beda dan sangat mungkin menjengkelkan Anda.
Demikian juga, mungkin Anda akan meng hadapi anak-anak yang cerdas, kreatif, dan berbakat, tetapi juga Anda akan menghadapi anak-anak yang sulit diatur, malas, dan mungkin lambat kemajuannya. Belum lagi, Anda mesti membayar pegawai untuk membantu tugas-tugas yang tidak bisa Anda kerjakan sendiri. Anda juga mungkin perlu berpromosi terus menerus, khususnya jika Anda “orang baru”. Apalagi bila alat musik Anda tergolong spesial, misalnya alat tiup atau alat gesek.
“Anda juga mungkin harus menyesuaikan diri antara jadwal pelajaran dengan gaya hidup Anda dan keluarga Anda. Dan yang juga lebih penting, Anda harus mencari dan menyiapkan metoda serta bahan-bahan pelajaran sendiri, dan mengujinya terus menerus apakah sesuai dengan siswa-siswa yang Anda hadapi, disamping merencanakan dan menyelenggarakan ujian, konser, kompetisi, dan sebagainya,” kata Karen.
Berbeda dengan mereka yang mengajar di sekolah musik, guru-guru privat jauh lebih kompleks persoalannya karena harus berhadapan sendiri dengan hal-hal di luar keterampilan musiknya, tetapi sangat berperan dalam menunjang profesinya sebagai guru privat. Karen menyarankan agar sebelum mulai mengajar, pastikan bahwa Anda benar-benar menguasai alat musik yang akan diajarkan kepada siswa, dan Anda senang untuk mengajarkannya.
“Ada anggapan bahwa mereka yang bisa bermain piano misalnya, merasa bisa mengajar piano. Yang lain beranggapan, semua guru musik bisa mengajarkan piano. Ini tidak benar. Jujurlah dengan diri Anda sendiri. Bila piano adalah instrument kedua Anda, kalaupun mau mengajar, sesuaikan dengan kemampuan Anda, misalnya hanya untuk beginner. Dan setelah siswa ke tingkat advance, Anda harus punya nomor telepon guru yang lebih tinggi tingkatannya dan mengantarkan siswa Anda ke dia, untuk melanjutkan pelajarannya,” kata Karen.
Karen memberikan empat hal penting yang harus dimiliki seseorang sebelum memutuskan menjadi guru privat, yang menyangkut kepribadian yang harus dimiliki, antara lain;
PROFESSIONAL
Profesionalisme merupakan syarat utama bagi mereka yang terjun di bisnis. Pengertian ini memiliki definisi yang luas. Namun Karen menggarisbahawi dua hal penting menyangkut profesionalisme, yakni cakap dan konsekuen. “Cakap adalah menguasai keterampilan atau bidangnya, dan konsekuen adalah sesuai antara apa yang diucapkan dan apa yang dikerjakan. Pangkal dari dua hal itu adalah kejujuran. Anda harus mulai dari dua hal ini, kalau tidak, Anda tidak akan dihargai,” kata Karen
TEGAS DAN BERTANGGUNGJAWAB
Mengajar bukanlah aktivitas yang semata-mata mekanikal, dan mudah diprediksi hasil-hasilnya. Mengajarkan musik tidak seperti mengajarkan matematika, dimana hasil akhir adalah kepastian. Hasil akhir mengajar musik, bisa saja relatif, tergantung seberapa banyak faktor-faktor yang muncul selama proses itu berlangsung, dan bagaimana cara mengatasinya.
Karena itu diperlukan sikap tegas dan tanggungjawab yang besar terhadap proses belajar. Tegas tidak selalu berarti keras. “Ketegasan adalah masalah ketaatan pada prosedur dan aturan, dengan hasil akhir ketaatan dan disiplin. Sementara keras lebih berkonotasi dengan emosi, dimana hasil akhirnya bisa berupa pembangkangan, baik tersmbunyi maupun terang-terangan. Hati-hati, sebab salah menerapkan konsep tegas dan keras, akan berpengaruh pada siswa, dan proses pengajaran,” kata Karen.
Setiap guru musik dituntut dua tanggungjawab sekaligus, mengajar dan mendidik. “Ini mungkin terkesan sebuah utopia, mungkin. Terlalu berlebihan barangkali. Tetapi mari kita ingat bahwa proses belajar yang tanpa disertai proses mendidik, hanya akan menghasilkan anak-anak pintar tanpa hati. Mengajarkan musik kepada anak-anak, adalah kesempatan baik memberikan pendidikan yang sehat dan berharga bagi mereka. Bagi guru, ini sebuah kehormatan yang tak terkira,” kata Karen.
BERJIWA TERBUKA
Menjadi pribadi yang memiliki jiwa terbuka, membebaskan kita dari perasaan-perasaan yang memenjarakan kita. Guru, seberapapun hebatnya dia, tetap saja bukan manusia super yang serba sempurna. “Kesempurnaan seorang manusia justru pada ketidaksempurnaanya. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk merasa diri sempurna, merasa pintar dan mengetahui segala hal, tidak mau menerima kritik atau saran, dan yang berbahaya adalah tidak mau mengakui kesalahannya. Ini sungguh sikap yang tidak boleh ada pada mereka yang berkarier sebagai pengajar,” kata Karen.
Bersifat terbuka, lanjut Karen, berarti mengakui ketidaksempunaannya, mengakui kekurangannya. Pribadi yang terbuka biasanya memiliki semangat belajar yang tak pernah berhenti, dan selalu mengevaluasi diri, bisa menerima saran dan kritik dari siappun sebagai bagian dari proses belajar.
RENDAH HATI
Kejujuran dan hati yang terbuka, akan meng hasilkan kerendahan hati. Rendah hati berarti menempatkan kekurangan diri sebagai motivasi untuk belajar, dan memperlakukan kelebihan diri untuk tidak sombong. “Saya senang untuk mengibaratkan hal ini sebagai pedal gas dan pedal rem pada mobil. Karena kita merasa tidak sempurna, merasa kurang, kita tergerak untuk bersifat terbuka dan mau belajar. Itulah pedal gas pada mobil. Sementara kelebihan kita, kepintaran
kita-jika Anda merasa demikian menarik ego kita ke belakang untuk tidak memandang rendah orang lain dan menyombongkan diri. Itulah pedal rem. Anda akan mampu melalui kehidupan ini dengan menyenangkan bila mampu menggunakan gas dan rem pada saat yang tepat. Persis seperti kita mengendarai mobil,” kata Karen.
Merngajar musik, adalah sebuah kehormatan. “Saya sangat mencintai profesi saya, mengajar anak-anak secara tatap muka langsung, menyaksikan mereka berkembang bersama saya, dalam sedih dan duka, sungguh menyenangkan. Mengajar privat benar-benar indah. Tetapi, hal itu hanya bisa dirasakan bila Anda mampu menganalisa diri Anda sendiri, dan situasi Anda sebelum memutuskan untuk memikul tanggungjawab ini, sebagai sebuah pengalaman yang berharga bagi Anda dan siswa Anda,” kata Karen. (M.Abshar)