SIAPAPUN yang bermain musik memerlukan karya untuk dimainkan. Sumbernya bisa karya orang lain, bisa pula karya sendiri. Keduanya punya kelebihan masing-masing. Bermain musik, apa pun instrumennya, selalu memerlukan dua hal. Yakni, pengetahuan dan keterampilan untuk memainkan instrument (termasuk vokal), serta musik yang akan dimainkan/disajikan.
Sepandai-pandainya kitamemainkan alat musik, namun bila kita tidak mempunyai lagu atau musik untuk dimainkan, tentulah tidak ada artinya. Ibarat serdadu, senjata sudah punya, kemampuan menembak sudah oke, tapi pelurunya tidak ada. Ada bermacam-macam cara memperoleh bahan untuk dimainkan. Mereka yang belajar pada kursus atau sekolah musik, umumnya menggunakan berbagai buku pelajaran. Dari buku-buku inilah, biasanya siswa musik mendapatkan lagu-lagu awal untuk pertama kalinya.
Mereka bisa belajar dengan membaca notasi yang ada di buku. Terkadang ada juga kesempatan menirukan permainan guru mereka. Sebagian lagi ada yang belajar tanpa kursus, tanpa guru, bahkan tanpa buku. Modalnya hanya dengan mendengarkan rekaman permainan orang, lalu menirunya. Diperlukan kemampuanmendengar dan mengenali nada dengan baik jika ingin memelajari musik lewat cara ini.
Mereka yang kurang kemampuan mendengarnya, tentu memerlukan waktu lebih lama untuk memahami dan menguasainya. Bisa jadi kalah cepat dengan mereka yang belajar dengan membaca notasinya. Sebaliknya, mereka yang bagus kemampuan mendengarnya bisa dengan lebih cepat memahami dan menguasai sebuah karya musik dibanding dengan mereka yang membaca notasi. Meski ada selalu ada risiko kurangnya akurasi dibanding dengan membaca notasi.Apa pun caranya, tujuannya sama: mempelajari sebuah karya agar bisa dimainkan.
Dimainkan di mana? Untuk siapa? Sebagian ada yang mengatakan, “Ah, saya cukup bermain untuk diri sendiri saja. Saya senang bisa memainkan lagu yang bagus ini. Biar nggak stres. ” Mereka ini termasuk yang sudah cukup bahagia bermain sendiri di rumah atau di kamar. Sebagian orang lagi –apa pun motivasinya- – ingin bisa unjuk bermusik di hadapan keluarga dan teman-temannya. Sisanya mungkin punya rencana lebih jauh, ingin bisa jadi musisi. Yakni menjadikan bermain musik sebagai jalan hidup utama. Semua orang ini memerlukan music untuk dimainkan. Lalu dari mana saja sumbernya?
Sebaiknya Coba Semua
Memainkan karya musik yang sudah jadi adalah pilihan paling mudah. Tidak perlu repot. Jika Anda bisa membaca notasi, Anda tinggal membaca dan memainkannya. Jika Anda tidak bisa membaca notasi, ya silakan disimak baik-baik lalu ditiru. Di zaman internet ini, Anda bisa dengan mudah membeli atau mengunduh notasi untuk dipelajari. Bisa juga mendengar dan melihat video permainan seorang musisi untuk ditiru.
Pilihannya juga sangat banyak. Anda bisa memelajari musik karya komposer dari zaman paling kuno hingga yang paling mutakhir. Bila Anda baru mulai belajar musik, usahakan untuk mendengar dan memainkan karya dari zaman-zaman yang berbeda. Pasalnya, setiap zaman memiliki gaya dan karakter tersendiri yang bisa memperkaya pengetahuan dan kemampuan kita bermusik.
Teknik bermainnya pun dengan sendirinya berbeda-beda. Bagi seseorang musisi, ini merupakan keasyikan tersendiri. Seperti halnya kita berjalan-jalan menjelajahi tempat-tempat baru atau mencicipi jajanan dari berbagai negeri. Selalu ada hal baru yang bisa dipelajari. Tentu dengan catatan, jangan bolak-balik ke tempat yang sama terus-menerus. Carilah tempat-tempat baru yang berbeda.
Mungkin tidak semuanya kita suka karena selera orang berbeda-beda. Musik pun demikian. Setelah kita mencicip beragam musik, mungkin kita akan merasa lebih cocok dengan karya si A dan si B. Bukan karya si C atau D, Atau lebih senang dengan musik dari zaman Barok, ketimbang karya-karya dari zaman Klasik. Mungkin juga ada yang akhirnya jadi terila-gila pada jenis juga ada yang akhirnya jadi terila-gila pada jenis musik tertentu. Itu wajar dan sah-sah saja. Namun sebaiknya kita sudah pernah mencoba semuanya sebelum mengambil keputusan mana yang paling kita sukai.
Tinta Di Atas Kertas
“Buat apa memainkan karya orang lain yang kita nggak kenal?” begitu seorang teman pernah berujar. Sebetulnya ini bukan soal siapa penciptanya, atau kenalkah kita dengannya. Bagi saya ini adalah soal suka atau tidaknya saya pada suatu karya. Bila ada sebuah karya yang indah, dan saya bisa memainkannya, apa salahnya jika karya itu saya tampilkan pada khalayak? Terlebih lagi jika sang pencipta sudah tiada, bagaimana orang bisa mengetahui ada karya yang bagus itu jika tidak ada orang yang memainkannya?
Hal lain yang tak boleh dilupakan adalah: tidak semua musisi bisa menghasilkan karya musik sendiri. Kemampuan bermain musik dan mencipta musik adalah dua bidang yang berbeda. Ilmunya lain. Memang, ada musisi yang juga komposer. Contohnya banyak. Di sisi lain tidak sedikit pula musisi yang lebih fokus menafsir dan menyajikan karya-karya orang lain.
Mereka ingin membagikan keindahan karya-karya musik tersebut pada khalayak. Karena jika tidak ada yang melakukan hal itu, maka semua karya-karya yang bagus itu tidak akan pernah terdengar. Hanya tetap menjadi tinta di atas kertas dan lambat-laun terkubur oleh waktu.
Berapa banyak perbendaharaan karya musik yang mesti kita kuasai? Ini sangat tergantung pada kebutuhan kita. Bila kita sekadar penyuka, tentu tidak ada batasan jumlah lagu yang mesti dikuasai. Toh jika Anda misalnya mendadak harus tampil dalam suatu acara –di pentas sekolah, kantor, atau acara keluarga– tidaklah banyak lagu yang harus dimainkan. Tentunya makin banyak yang Anda bisa, makin bagus.
Bila Anda hendak menjadi musisi, tentu jumlah perbendaharaan lagu harus cukup banyak. Mengingat seringnya Anda tampil dalam waktu yang lama dalam sebuah acara. Misalnya, mengisi musik untuk kafe, hotel, acara perkawinan, atau festival musik. Umumnya durasi penampilan berkisar satu jam hingga dua jam. Untuk waktu selama itu, tentunya Anda perlu perbendaharaan lagu yang lebih banyak.
Pertimbangkan pula variasi gaya dan karakter musik yang hendak disajikan agar cukup dinamis dan tidak berkesan “begitu-begitu saja”. Hal lain yang perlu diperhatikan saat memainkan karya orang lain, adalah dengan menyebutkan nama komposer/pencipta, serta penggubah/arranger. Ini soal etika saja.
Bila Anda menjadi komposer, tentun Anda juga tak ingin seseorang memainkan karya Anda begitu saja tanpa menyebutkan nama Anda. Bila Andamemainkannya untuk tujuan komersial, tentunya kita harus minta izin pada sang pencipta ataupun pemegang hak edar dari karyanya.
Berbagi Keindahan
Pilihan lain untuk menambah perbendaharaan lagu adalah dengan membuat karya musik sendiri. Bisa berupa komposisi atau lagu orisinal ciptaan sendiri. Bisa juga dalam bentuk aransemen. Aransemen ini umumnya berasal dari karya yang aslinya bukan untuk instrumen kita. Misalnya, karya untuk vokal kita aransemen menjadi menjadi karya solo gitar.
Membuat komposisi memang tidak mudah, Ada banyak pengetahuan yang harus dipelajari sebelum kita mampu menghasilkan sebuah karya. Pengetahuan ini bisa kita peroleh lewat sekolah musik, ataupun dengan belajar sendiri. Mengenai soal ini saya sudah pernah tulis di edisi terdahulu.
Membuat aransemen secara teknis mungkin lebih mudah –setidaknya bagi saya. Karena bahan bakunya sudah tersedia. Beda dengan membuat komposisi sendiri yang harus mencipta dari tiada menjadi ada. Meski demikian, pengetahuan merancang harmoni dan penggalian kreativitas untuk memunculkan keindahan-nya juga tak kalah sulit dibanding membuat komposisi. Perihal membuat aransemen pun sudah pernah saya ulas di rubrik ini.
“Kemudahan” membuat aransemen juga didukung oleh berlimpahnya materi yang bisa diolah. Pada prinsipnya, semua karya musik yang ada di dunia ini bisa kita olah kembali untuk instrumen kita. Dilihat dari instrumennya, ada karya-karya untuk orkestra, musik kamar, vokal, hingga solo instrumen (organ, biola, flute, cello, piano). Dari jenis musik pun, ragamnya tak kalah meriah. Kita punya kumpulan lagu rakyat, lagu anak-anak, musik tradisional, keroncong, lagu-lagu pop, rock, jazz hingga blues, dan masih banyak lagi. Semuanya memiliki potensi diaransemen kembali untuk dimainkan dengan instrumen kita.
Semoga kita semua, para murid musik ataupun musisi, jadi lebih menyadari luasnya keberagaman jenis musik untuk dimainkan. Dengan demikian, dunia pementasan musik kita pun akan semakin meriah dan indah. Bahwa ada yang lebih senang memainkan karya orang lain, karya sendiri, atau jenis musik tertentu, itulah bagian dari keragaman. Karena pada akhirnya, tujuan kita bermain musik adalah berbagi keindahan musik pada sesama. Apa pun asal-usul atau jenis musiknya. (Jubing Kristianto, gitaris)