Seleksi Siswa Sedini Mungkin

13

Article Top Ad

 

Banyak guru merasa frustasi mengajar seorang anak yang tidak juga memperlihatkan kemajuan. Tidak sedikit pula orangtua yang kecewa karena mereka merasa anak-anaknya tidak memperoleh hasil yang diharapkan dalam belajar musik. Di sisi lain tak terhitung pula anak-anak yang putus di tengah jalan dan memilih mengubur impiannya belajar musik. Mengapa hal-hal seperti itu kerap terjadi?

SALAH satu penyebab dari kondisi seperti itu, menurut pedagog dari Rio Rancho, California, John M. Zeigler, terletak pada kesalahan di tingkat paling awal, yakni ketika seorang guru memutuskan menerima seorang anak untuk belajar dengan dirinya.
“Meskipun sebagian besar para guru pada dasarnya mengetahui dan menyadari bahwa keberhasilan dalam belajar musik adalah sesuatu yang sesungguhnya amat kompleks, tetapi mereka tidak benar-benar bagaimana mengantisipasinya sejak awal. Salah satunya adalah mengetahui secara komprehenasip siapa calon muridnya, sebelum guru menerimanya sebagai murid,” kata Zeigler.

Article Inline Ad

Menurut Zeigler, sebuah kecenderungan umum yang sering terjadi adalah, guru menerima siapa saja yang mau belajar dengan dirinya, tanpa berusaha menyeleksinya. Hal ini bisa dimaklumi dengan beberapa alasan, diantaranya adalah karena alasan ekonomi, dimana semakin banyak murid, akan semakin banyak pemasukan.

“Hal ini tidak bisa dihindari ketika mengajar merupakan sumber pendapatan. Tetapi akan lebih bijaksana dan memberikan benefit jangka panjang, jika sejak awal guru mengetahui secara lengkap siapa calon siswanya. Ini penting, karena akan berpengaruh besar terhadap proses belajar dan mengajar selanjutnya,” kata Zeigler.

Tanpa mengetahui dengan lengkap calon siswanya, dan menerima siapa saja yang mau belajar dengan dirinya, seorang guru akan mendapatkan seorang siswa yang tidak jelas kualitas dan kompetensinya. “Ini seperti kita membeli kucing dalam karung. Barangkali kita akan mendapat banyak uang, tetapi bukan tidak mungkin kita akan mendapat banyak masalah. Oleh karena itu, sangat diharapkan agar guru lebih dulu mengetahui secara komprehensif terhadap calon siswa, sebelum ia memutuskan menerima atau menolaknya. Bagaimanapun, sebagai guru kita menginginkan sebuah proses belajar dan mengajar yang sesuai harapan kita. Dan itu bisa kita peroleh, kalau kita mengetahui dengan lengkap siapa yang akan kita ajar,” kata Zeigler.

Guru-guru yang baik dan professional, menurut Zeigler, memiliki standar-standar tertentu untuk siswanya. Mereka biasanya tidak terlalu mengejar kuantitas, tetapi lebih pada kualitas. Bahkan sekalipun seorang guru telah menerima seseorang untuk belajar dengannya, dia masih memberikan standar-standar tertentu kepada siswanya dalam termin-termin tertentu. “Misalnya, jika dalam periode waktu tertentu seorang siswa tidak juga menunjukkan perkembangan, guru tidak segan-segan untuk men-drop out-kan. Ini bukan persoalan like and dislike, tetapi soal profesionalitas,” kata Zeigler.

Ada sebuah langkah kecil tetapi sangat menentukan untuk menghidari peristiwa- peristiwa tersebut. Yaitu dengan menggali sebanyak mungkin siapa calon siswa. “Buatlah jadwal tatap muka dan wawancara antara guru dengan calon siswa dan orangtuanya yang ingin bergabung dengan sekolah musik Anda. Ini adalah salah satu cara menghindari siswa bermasalah sekaligus menyaring siswa yang memang memiliki kemampuan menjanjikan,” kata Zeigler.

Sesi tatap muka dan wawancara ini sangat dianjurkan agar sekolah musik atau guru tidak hanya semata-mata mengejar keuntungan belaka dengan melihat dari banyaknya jumlah murid yang mendaftar, dan menerima siapa saja yang berminat belajar musik di sekolah musiknya. “Bahkan jika Anda merasa sebagai guru yang berdidikasi, jangan pemah sekali pun menerima siswa baru yang ingin bergabung dengan Anda, melalui telepon tanpa tatap muka dan wawancara lebih dahulu,” kata Zeigler.

Melalui tatap muka dan wawancara secara langsung dengan calon siswa, seorang guru memperoleh kesempatan berharga untuk menggali potensi yang ada pada diri calon siswa. Melewatkan peluang ini sama saja meninggalkan satu aspek paling penting dalam proses belajar musik.

“Ini sama dengan bagaimana seorang manajer mencari karyawan. Interview adalah tahap paling penting untuk memutuskan apakah menerima atau menolak calon karyawan. Dari interview bisa dilihat aspek-aspek inhern yang mungkin tidak terlihat pada test-test formal, misalnya soal kepribadian, minat, antusiasmenya, effort, harapan, cita-cita, motivasi, dan sebagainya. Sebagai guru, Anda mungkin tidak harus seperti seorang manajer yang mencari calon karyawan, tetapi Anda perlu mengetahui secara komprehensif seseorang yang kelak akan bersama Anda dalam waktu lama,” kata Zeigler.

Sesi tatap muka dan wawancara sangatlah penting dan diharapkan menjadi standar minimal yang sebaiknya dimiliki seorang guru musik. Tetapi apakah Anda akan memasukkan sesi wawancara ini sebagai “konsultasi gratis” atau “pekerjaan professional” yang menuntut bayaran, itu bukan persoalan besar.”Anda hanya perlu bertanya pada diri Anda sendiri, apakah ini termasuk kerja professional atau konsultasi biasa. Sebagian besar sekolah musik yang menerapkan standar ini menganggapnya sebagai konsultasi cuma-cuma, bagian dari aturan dalam penerimaan murid baru,” kata Zeigler.

Apa yang Anda Lakukan?
Jika Anda berpendapat bahwa tatap muka dan wawancara adalah bagian dari salah satu perangkat penerimaan siswa baru, maka mungkin Anda akan bertanya, “apa yang harus saya lakukan saat tatap muka dan wawancara?”.

“Salah satu poin terpenting saat tatap muka dan wawancara adalah, pastikan bahwa Anda harus bisa mengorek informasi sebanyak-banyaknya, mengetahui kemungkinan dan prospek calon siswa dalam belajar musik, dari berbagai aspek. Mulai dari potensi, kepribadian, tingkah laku, dan aspek-aspek psikologi lainnya,” kata Zeigler.

Mengapa harus begitu? Hal ini karena tidak semua guru memiliki ketrampilan mengajar musik pada semua anak. Ada beberapa guru yang memang dibekali spesialisasi mengajar pada anak-anak yang memiliki kekhususan tersendiri. Sedangkan sebagian guru lainnya tidak. “Disinilah letak tanggung jawab Anda sebagai untuk mempertanyakan latar belakang anak. Sebab Anda sendirilah yang dapat mengetahui bagaimana kemampuan dan keterbatasan Anda sendiri sebagai seorang guru,” kata Zeigler.

Selain itu, menurut dia, jangan lupa melibatkan orangtuanya. Dari kehadiran mereka, guru memiliki kesempatan menggali lebih dalam dan menjajagi bagaimana kedekatan hubungan antara anak dengan orangtuanya. Misalnya, apakah anak adalah tipe pribadi yang patuh kepada orang tuanya? Ataukah hubungan anak dengan orangtuanya sangat terbuka dan demokratis?

Selain mempelajari latar belakang anak, peluang ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui latar belakang orang tuanya juga. Misalnya, apakah mereka memiliki latar belakang musik? Apakah musik merupakan bagian dari keluarganya? Apakah
tujuan orangtua mengajak anak-anaknya belajar musik, dan sebagainya.

Setelah itu, ada baiknya guru mempertanyakan. apa yang diharapkan orangtua bila anaknya kelak belajar musik bersama Anda. Sebab tidak menutup kemungkinan anak hanya menjadi ‘korban’ ambisi kedua orangtuanya. Sebagai guru, Anda perlu berhati-hati di sini, karena tidak jarang orangtua berharap anaknya kelak dapat mewujudkan impian orangtuanya yang tidak kesampaian,” kata Zeigler.

Dalam hal ini, tekanan dari orangtua bisa berperan positif, tetapi bisa juga membawa pengaruh negatif. Karenanya, Anda perlu mengetahuinya, karena faktor tersebut sangat mempengaruhi proses belajar mengajar pada anak. Apabila kedua orang tuanya ternyata tidak terlibat dalam keputusan sang anak untuk belajar bermain musik, dalam arti anak ingin belajar musik atas kemauannya sendiri, maka giliran Anda bertanya pada diri Anda sendiri,”apakah Anda sebagai guru siap memberikan dukungan semacam itu kepada si anak?”.

Selain itu, cobalah tetap menggali sejauh mana rasa kepedulian orang tua terhadap anaknya, selama tatap muka dan wawancara berlangsung. Sebab hal ini nantinya bermanfaat bagi calon siswa dan Anda apabila ia akhirnya diijinkan untuk bergabung dengan sekolah musik Anda.

“Dari hasil tatap muka dan wawancara ini, kelak Anda bisa bahu-membahu membantu siswa dengan tetap menjalin hubungan dengan pihak orang tua. Misalnya tentang bagaimana memotivasi anak, pemecahan kesulitan teknis yang dihadapi anak, bagaimana mempersiapkan anak menghadapi konser atau kompetisi, dan lain sebagainya. Semuanya itu membutuhkan perhatian dan dorongan tidak hanya dari guru tetapi juga memerlukan bantuan dari orang tua. Karena itu jangan segan-segan menyimpan kartu nama orang tua siswa,” kata Zeigler.

Bersifat Terbuka
Zeigler mengingatkan, dalam tatap muka dan wawancara ini diusahakan agar suasananya bersifat terbuka dan kekeluargaan, namun jangan menghilangkan kesan Anda sebagai seorang professional, dengan menyebut nama orangtua siswa dengan panggilan akrab mereka. Jika perlu jagalah jarak dengan pihak orangtua, dengan cara jangan membiarkan mereka memuji secara berlebihan bakat dan prestasi yang Anda miliki. Responlah kekaguman mereka sebagaimana mestinya, tanpa melukainya meskipun itu haknya.

Tekankan kepada orangtua selama tatap muka dan wawancara, bahwa pengajaran musik adalah bentuk pelayanan professional yang membutuhkan waktu khusus. Pada saat pelajaran berlangsung, perlihatkan bahwa Anda tidak main-main meluangkan waktu untuk mendampingi buah hati mereka, dan sebagai imbalannya, mereka juga harus mau disiplin dengan jadwal dan waktu yang ditetapkan, serta bersedia menjaga dari gangguan interupsi dari luar selama proses belajar mengajar berlangsung.

“Biarkan orangtua mengetahui bahwa meskipun banyak para guru yang mengajar privat di rumah mereka, Anda harus tetap tegas menetapkan kapan jadwal untuk berlatih musik sebagai tugas professional dengan kapan saatnya ia bebas dari jadwal tersebut. Karena itu bila anak dijadwalkan berlajar musik pada waktu yang telah ditentukan, Anda jangan segan-segan menolak penggantian waktu seandainya anak berhalangan, tanpa alasan yang jelas,” kata Zeigler.

Berikan kepada orang tua hitam di atas putih salinan tata tertib, peraturan, semua kebijakan sekolah berserta tanggung jawab sekolah musik Anda. Hindari penyampaian secara lisan pada saat pendaftaran, buatlah rangkap dua dilengkapi dengan tanda tangan kedua belah pihak. Salinan pertama dapat Anda jadikan arsip sekolah, sedangnya yang kedua dapat Anda berikan kepada mereka. Hal ini meskipun kelihatannya sepele, namun jangan pernah diabaikan.

File ini sangat bermanfaat untuk menjaga kemungkinan terjadinya komplain-komplain dari orang tua siswa apabila mereka merasa tidak puas dengan hasil yang diperoleh anaknya. Apalagi, saat ini kesadaran orang akan hukum, semakin tinggi. “Mereka biasanya sangat jeli melihat celah-celah kecil segala macam kontrak untuk dimajukan ke meja hijau apabila apa yang diharapkan tidak tercapai. Karena itu buatlah kebijakan sekolah musik Anda sedetail mungkin,” ujar Zeigler.

Sebagai guru, mungkin Anda akan menjumpai orangtua yang merasa tidak puas, dan mudah sekali emosi, tanpa memperdulikan hal-hal sebenarnya yang menjadi penyebabnya. Selain bermanfaat untuk melindungi diri, dokumen-dokumen itu juga dapat memperlihatkan keprofesionalan Anda. “Bila suatu ketika terjadi kesalahpahaman atau situasi buruk yang tidak terduga, semua itu akan berguna dan menunjukkan bahwa Anda berada di posisi yang benar dan legal sesuai dengan perjanjian,” kata Zeigler.

Yang perlu ditekankan dalam tatap muka dan wawancara itu adalah, terangkan secara terbuka sejak awal, bahwa keberhasilan belajar musik tidak hanya bergantung pada guru semata-mata. Tetapi juga membutuhkan waktu lebih bagi mereka untuk terus-menerus berlatih di rumah. Diskusikan juga secara jelas kepada orangtua dan anak sejauhmana Anda mengharapkan anak berlatih dan berapa banyak waktu yang Anda perlukan untuk berlatih bersamanya dalam seminggu.

Apabila dalam tatap muka dan wawancara itu Anda melihat banyak pertentangan konsep musik antara Anda dan pihak orangtua atau anak, maupun kombinasi pertentangan dari keduanya, menurut Zeigler, ada baiknya Anda memikirkannya kembali untuk menerimanya.
“Dalam hal ini, pemahaman orangtua tentang belajar piano adalah komitmen kuat mereka. Karena bila tidak, yang Anda temui nantinya adalah bentuk ketidakpuasan mereka belaka. Mereka merasa kerja Anda sia-sia, kemudian muncul perasaan tidak puas, dan pada akhirnya mereka akan merasa dirugikan karena telah mengeluarkan sejumlah besar uang untuk membiayai anaknya selama bersama Anda,” kata Zeigler. (M. Abshar Arrafi, PEP)

Article Bottom Ad