Kesalahpahaman dalam Belajar Piano

171

Article Top Ad

Ada beberapa kesalahpahaman dan kesalahmengertian dalam belajar piano yang seringkali dilihat guru. Kebanyakan diantara kesalahpahaman dan kesalahmengetian itu lahir dari pemahaman sederhana dan kadang-kadang salah, dari siswa maupun orangtua siswa. Sayang sekali, karena akibat kesalahpahaman dan kesalahmengertian itu bisa membuat belajar piano menjadi kurang efektif dan menyenangkan, baik terhadap guru maupun siswa. Apa saja kesalahpemahaman dan kesalahmengertian itu?

“Anda perlu belajar piano bila ingin memainkan musik klasik”
Kesalahpahaman yang paling umum terjadi adalah, seolah-olah “belajar piano adalah belajar musik klasik”. Padahal, belajar piano lebih dari sekadar bela-
jar musik klasik. Belajar piano juga bukan sekadar bisa memainkan beberapa nada saja. Bila seseorang ingin menguasai sebanyak mungkin keterampilan bermusik, tak peduli jenis musik apapun, maka dia perlu belajar bagaimana membaca musik, mengadopsi dasar-dasar postur dan teknik, mengikuti alur melodi dan harmoni di setiap tangan secara simultan, finger chords, latihan dengan sempurna, dan lain sebagainya. Banyak orang belajar piano untuk membantu mereka belajar agar bisa bermain lagu sebanyak mungkin, bukan karena mereka tertarik pada genre musik tertentu. Apakah Anda akan merasa senang, setelah mengikuti pelajaran, dan Anda hanya bisa memainkan beberapa nada hanya dari satu jenis musik yang diberikan?

“Saya terlalu tua untuk belajar piano”
Kesalahpahaman lain yang seringkali kita jumpai adalah, seolah-olah belajar piano yang paling baik adalah sejak usia dini. Artinya, orang-orang yang tidak lagi anak-anak atau muda, lebih sulit untuk belajar piano. Benarkah? Bila memungkinkan, belajar piano sejak usia kanak-kanak memang lebih baik. Tetapi bukan berarti mereka yang tidak lagi muda, tidak bisa belajar piano. Dalam beberapa hal, orang-orang yang tidak muda lagi atau orang-orang dewasa, justru memiliki keunggulan yang tidak dipunyai anak-anak. Misalnya, orang-orang dewasa biasanya cenderung lebih mudah berkonsentrasi dan fokus. Juga dalam hal motivasi, orang dewasa biasanya lebih konsisten, meskipun dalam hal lain seperti yang kelenturan dan fleksibilitas yng menjadi karakter anak-anak, mereka mungkin tidak sebagus anak-anak.

Article Inline Ad

Sepanjang seseorang memiliki waktu, semangat dan gairah untuk belajar, dan komitmen, mereka bisa memulainya kapan saja, tidak tergantung usia. Banyak orang kurang menyadari bahwa belajar tanpa komitmen hampir selalu mengarah kepada kesalahan dan kegagagalan. Proses belajar piano membutuhkan keterlibatan yang intens antara guru, siswa, dan orangtua siswa. Separo keberhasilan proses belajar tersebut, ada pada komitmen siswa dan orangtua siswa.

Siswa dan orangtua siswa hendaknya menyadari bahwa ketika mereka memutuskan untuk belajar musik, apapun jenis instrumennya, maka mereka harus berkomitmen untuk menyiapkan waktu latihan sebanyak mungkin, jauh lebih banyak untuk sekadar bermain olah raga dan kegiatan lainnya. Seperti halnya olahraga, bermain piano memerlukan pengetahuan dan keterampilan. Anda bisa memperleh pengetahuan dengan cara belajar, tetapi untuk bisa menguasai keterampilan, hanya bisa dilakukan dengan berlatih. Tanpa komitmen yang tegas dan jelas, serta disiplin yang tinggi, belajar piano hanya membuang waktu dan biaya.

“Bagaimanapun anak saya akan menemukan waktu sendiri untuk belajar dan latihan, meskipun itu dijadwalkan dengan kegiatan lainnya setiap hari setiap minggu”
Ungkapan di atas kerap terdengar dari orangtua yang begitu percaya diri bahwa anak-anaknya akan bisa mengatur sendiri jam-jam mereka belajar dan berlatih. Dalam satu sisi, rasa percaya diri itu bisa dilihat seba gai bentuk keengganan orangtua untuk selalu mengawal anak-anaknya selama proses belajar. Pertanyaanya adalah, seberapa banyak anak-anak yang memiliki komitmen kuat untuk bisa benar-benar mandiri dalam belajar dan berlatih, tanpa pengawalan orangtuanya?

Penelitian menunjukkan bahwa anak usia 1 tahun hingga 16 tahun, belum memiliki kemandirian, sampai mereka menjelang dewasa. Berapa usia kedewasaan mereka? Sangat bervariasi. Bisa lama, bisa cepat. Tetapi, jika seorang anak dibiasakan memiliki komitmen kuat sejak dini, disertai dengan pengawalan dan keterlibatan orangtua yang intens, mereka akan menemukan “kedewasaan”-nya.

Dengan kata lain, jika orangtua percaya bahwa anak-anaknya memiliki kemandirian dan bisa mengatur sendiri jam-jam mereka belajar dan berlatih, tentu hal itu bisa terjadi jika melalui realisasi komitmen yang tegas. Misalnya, pastikan bahwa orangtua dan siswa punya jadwal tetap untuk latihan setiap hari, misalnya 1 atau 2 jam sehari.

“Tugas utama orangtua adalah membayar biaya pelajaran”
Ada kesalahpahaman yang cukup fatal, terutama dari sudut pandang orangtua. Seolah-olah tugas penting dan paling utama dari orangtua adalah membayar biaya kursus atau les musik anak-anaknya. Sebagaimana keterlibatan orangtua sangat penting dalam kesuksesan sekolah anak-anaknya, maka kesuksesan anak-anak dalam belajar piano pun sangat tergantung juga dari bagaimana keterlibatan orangtuanya. Guru hanya berperan dalam memberikan informasi, teknik, dan dorongan.

Bagaimanapun, harus diingat bahwa guru bertatap muka siswa hanya 30-60 menit. Itu artinya, orangtualah yang banyak memiliki waktu bersama anaknya, di luar jam pelajaran. Apabila orangtua siswa tidak melihat dan mendampingi anak-anak mereka dalam berlatih dan hadir pada saat-saat pelajaran secara rutin, maka kerja keras guru akan sia-sia, tak peduli sehebat apapun skill mereka sebagai guru. Seringkali hal yang sangat membantu anak-anak untuk suskses dalam belajar, justru datang dari orangtua yang secara terus menerus tertarik dengan apa yang dipelajari anak-anaknya, dan mereka senantiasa memberikan dorongan semangat.

“Gurulah yang harus disalahkan bila siswa gagal”
Dalam kasus yang jarang, mungkin menjadi kesalahan guru bila siswa atau putera Anda gagal atau tidak menunjukan kemajuan yang berarti selama belajar piano. Sebelum Anda menyimpulkan hal itu dan kemudian pindah ke guru lain, periksalah dengan seksama apakah putera Anda dan Anda sendiri benar-benar serius dengan pelajaran piano? Apakah putra Anda telah berlatih serius dan dengan waktu cukup? Apakah orangtua juga hadir dalam setiap pelajaran anaknya? Apakah Anda juga memberikan perhatian yang lebih dan menghargai aktivitas putera Anda dalam belajar piano, sama seperti aktivitas lainnya? Apakah belajar piano merupakan prioritas utama, atau hanya sekadar mengisi waktu luang? Apakah Anda menyediakan waktu untuk mengajak putra-putri Anda menonton konser? Atau mendengarkan rekaman-rekaman pianis ternama?

“Belajar piano adalah karena bakat. Anda tidak akan bisa bila tidak punya bakat”
Ini juga merupakan kesalahpahaman yang cenderung telah menjadi rahasia umum. Seolah-olah belajar piano hanya untuk mereka yang berbakat. Memang, “bakat” dalam belajar piano adalah sesuatu yang nyata. Tetapi, sebagaimana kerja keras manusia dalam berbagai bidang lainnya, bakat bukanlah segala-galanya. Dengan kata lain, bakat itu sendiri tidak akan berarti apa-apa, tanpa adanya usaha dan kerja keras. Bila Anda berkomitmen untuk belajar piano dan mau berlatih rutin untuk membangun skill yang dibutuhkan, Anda akan belajar untuk bermain sesuai dengan kemampuan Anda, terlepas dari seberapa tinggi tingkat “bakat” Anda. Sebagaimana juga dengan jenis keterampilan yang lain, bermain piano memerlukan kerja keras dan upaya sungguh-sungguh. Tanpa semua itu, “bakat” tidak akan pernah menemukan bentuknya.

“Anak saya harus mahir bermain piano dalam waktu 6 bulan”
Ketidaksabaran adalah penyakit kronis dalam belajar piano. Orangtua siswa dan siswa sendiri seringkali beranggapan belajar piano sama seperti belajar naik sepeda. Dalam waktu singkat harus sudah bisa. Orangtua siswa kadang-kadang tidak mengerti mengapa anak-anak mereka tidak siap untuk ikut konser setelah enam bulan belajar, atau bahkan lebih dari itu. Belajar piano adalah kegiatan yang sangat kompleks yang membutuhkan waktu, dan membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Tidak semua anak memiliki kemampuan yang sama. Guru paling tahu seberapa kemampuan murid-muridnya. Dan jika putera Anda belum bisa tampil dalam konser setelah 6 bulan belajar misalnya, tidak berarti ia belum bisa, tetapi justru ia sedang mempersiapkan diri untuk sesuatu yang mungkin mengejutkan Anda, 1 atau 2 tahun setelah itu.

“Aku tak suka lagu itu, aku mau lagu ini”
Banyak orang mengantar anak-anaknya belajar piano karena mereka melihat anak-anak lain bisa main lagu tertentu (misalnya lagu pop). Ini tidak mengejutkan, karena pada kenyataaanya tak jarang anak-anak lebih senang dan tertarik belajar memainkan lagu yang mereka sukai, sesuai dengan kapabilitasnya. Kadang-kadang muncul ketidaksabaran bila dalam waktu tertentu, mereka tidak juga bisa memainkannya. Dalam hal ini ingatlahbahwa guru lebih tahu tentang piano daripada siswa, atau orangtua siswa. Guru mungkin tahu apa yang terbaik bagi siswanya terutama pada tahap-tahap awal. Sekalipun mungkin guru memberikan lagu-lagu yang disukai siswa, tetapi pada akhirnya mereka harus tetap mengikuti program latihan dan repertori-repertori yang telah dirancang dan disiapkan guru.

“Maaf, hari ini saya tidak bisa datang untuk belajar musik, karena saya ada kegiatan lain. Boleh ya?
Siapapun Anda, para guru musik pasti pernah mendengar kata-kata ini dari anak didiknya. Tanpa terkecuali, baik dari orangtua siswa maupun dari siswa itu sendiri. Meski orangtua siswa sudah bersikap keras melarang anaknya membolos, namun tidak jarang diam-diam si anak memberanikan diri memohon kepada sang guru untuk memperbolehkannya absen. Ini tantangan berat yang dihadapi oleh anak, orangtua, dan juga guru untuk mengajaknya belajar musik.

Meski musik diyakini dapat meningkatkan kecerdasan anak, bahkan juga dapat memberikan keasyikan bagi anak-anak itu sendiri, tetapi di luar itu masih banyak kegiatan lainnya yang tidak kalah menariknya bagi anak. Misalnya basket, sepak bola, voli, renang, dance, bahasa asing, sempoa, komputer dan lain sebagainya. Sehingga para guru musik yang acap kali mendengar permohonan anak ini merasa tidak mampu lagi mendata berapa banyak aktivitas anak yang mampu menyedot minat mereka.

Pada akhirnya mereka tidak keberatan mengurangi jadwal belajar musik. Belum lagi bila kegiatan di luar musik itu mendapat dukungan orangtua mereka dan menempatkan aktivitas itu menjadi prioritas lebih tinggi di atas bermain musik. Kondisi ini yang membuat kita semua mau tidak mau harus membuat keputusan setiap hari sehubungan dengan bagaimana kita akan menggunakan waktu hari ini. Bagaimanapun juga, sebagai orangtua tetap harus memegang teguh tanggung jawab yang dibebankan guru sekolah terhadap keberhasilan anaknya di sekolah.

Misalnya dengan tetap belajar, mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah, diskusi kelompok, mempersiapkan ulangan dan penugasan-penugasan lainnya yang tidak kalah menyita waktu, jika tidak ingin gagal. Kondisi yang sama seperti itu sesungguhnya juga diperlukan bagi anak ketika belajar musik. Perbedaannya adalah ketika anak belajar musik, orangtua menghabiskan lebih lebih banyak uang, itupun bukan untuk membayar pajak. Karena itu perlu diperhatikan, bahwa setiap kali sebuah kelonggaran untuk absen diberikan, pada sisi lain bisa dikatakan bahwa siswa maupun orangtua siswa belum dapat menghargai belajar musik dari sudut pandang tersebut.

“Anak saya sudah memiliki digital keyboard. Jadi ia tidak memerlukan lagi piano akustik.”
Beberapa digital keyboard, khususnya model top-of-the-line misalnya, menjadi salah satu keyboard yang diakui memiliki kemampuan lebih dalam menghasilkan beragam suara. Beberapa suara yang dihasilkan diantaranya mirip dengan suara piano akustik. Walaupun masing-masing guru memiliki pendapat sendiri, sering kali kita merasa bahwa wajar bila mereka berpendapat bahwa digital keyboard tidak masalah digunakan oleh anak-anak, terutama bagi mereka yang baru memulai belajar piano.

Barangkali tidak lama setelah pelajaran tahun pertama berakhir, ada baiknya orangtua siswa harus mencanangkan rencana menggunakan piano akustik yang sebenarnya. Sebagaimana diketahui, digital keyboard sepertinya adalah yang terbaik sebagai sebuah instrument pengganti dengan kemampuan yang berbeda. Dimana melalui kekayaan kemampuannya yang bagus, dapat menyediakan berbagai kebutuhan dalam rentang waktu periode pendek untuk menuju pada piano akuistik. Para siswa hendaknya dilengkapi dengan bekal pelajaran bagaimana memainkan kedua instrument tersebut agar mereka dapat membedakan kualitas dan segala atributnya sendiri.

“Satu Jam latihan setiap hari, hanya sebuah saran”
Kebanyakan orang berpikir, jika target dalam satu jam latihan dapat dipenuhi, maka kemungkinan waktu setengah jam pertama yang dihabiskan memiliki kualitas bagus, sedangkan setengah jam lainnya dapat dimanfaatkan dengan latihan’ sambil menonton televisi. Padahal latihan membutuhkan pengerahkan kemampuan mental maupun fisik, dimana ketika latihan, seseorang tidak melakukan kesalahan kecil, apalagi harus terjadi berulang-ulang. Sebaliknya, ia harus tepat dalam latihan sebelum ia maju satu langkah lagi ke materi berikutnya. Sudah tentu seorang pakar piano akan menyarankan agar Anda focus pada latihan di bagian tertentuyang menjadi masalah sampai Anda benar-benar dapat melakukannya dengan tepat 10 kali berturut turut setiap kali Anda melakukan kesalahan.

Ini bukan persoalan banyaknya waktu yang Anda pergunakan, tetapi lebih pada seberapa mampu Anda memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Apabila Anda berlatih beberapa jam setiap harinya, lalu mengulangi kesalahan pada hal-hal sederhana berkali-kali, itu sama artinya latihan yang Anda kerjakan tidak bermanfaat dan kurang tepat. Agar latihan memiliki nilai positif, ada beberapa tips tentang bagaimana agar latihan menjadi efektif, misalnya, perhatikan baik-baik materi yang Anda hadapi, kemudian latihan teknik seperti apa yang dibutuhkan untuk materi tersebut. Supaya dapat melewatinya dengan baik, tidak ada salahnya mencatat kebiasaan kesalahan yang dilakukan siswa. Catatan tersebut sangat berperan besar untuk mengurangi kesalahan.

“Saya hanya latihan menjelang pelajaran berikutnya”
Para guru piano tentu sering mendengar hal seperti ini. Bayangkan bagaimana ekspresi seorang pelatih olahraga cabang apapun, seandainya timnya menerapkan pandangan semacam itu. Timnya hanya berlatih satu atau dua hari menjelang mereka bertanding! Wow! Sama halnya dengan bermain piano yang selain membutuhkan skill, juga membutuhkan kesiapkan fisik, yang keduanya harus dikuasai secara konstan untuk dikembangkan. Anda tidak dapat memiliki pandangan sesederhana itu, dengan hanya mengandalkan latihan sesaat sebelum pelajaran dimulai.

“Biaya les telah dibayar, guru seharusnya menyediakan waktu ekstra”
Meskipun mereka tidak bekerja sebebas mengajar, kebanyakan orangtua siswa berpikir bahwa ekstra waktu yang dihabiskan untuk mempersiapkan anak-anak menghadapi konser atau pertunjukkan seharusnya diberikan cuma-cuma oleh gurunya. Rata-rata guru piano mungkin memiliki siswa kurang lebih 30 siswa dan setiap anak menuntut bimbingan yang terbaik yang dapat diberikan oleh gurunya. Oleh karena itu wajar apabila Anda perlu atau menginginkan waktu lebih dari guru Anda, sudah sepantasnya Anda pun mengeluarkan uang untuk kelebihan waktunya.

“Guru menghabiskan banyak waktu lebih untuk siswa dan orangtua siswa”
Beberapa orang merasa tidak masalah datang terlambat atau absen tanpa pemberitahuan terlebih dahulu tetapi mereka berharap agar dibuatkan jadwal lainnya sebagai penggantinya kepada guru musiknya. Sementara sebagian orang lainnya berpikir bahwa mereka dapat memanfaatkan guru musiknya sebagaimana mereka membayar seorang baby sitter, yang dapat meninggalkan anak asuhannya tanpa pengawasan di studio musik selama satu atau dua jam setelah jadwal latihan berakhir.

Seharusnya mereka menyadari bahwa para guru tersebut mengajar tidak hanya anak Anda saja tetapi ada banyak murid lainnya. Jika ia harus meninggalkan siswanya setelah jam pelajaran usai atau ia harus menunggu seorang siswanya yang ternyata tidak pernah datang, maka ia telah banyak menyia-nyiakan waktunya dan tidak dapat memberikan perhatian penuh pada siswa lainnya. Akibatnya, untuk meninggalkan siswanya di kelas seusai jadwal pelajaran berakhir, sama halnya mencuri waktu dan perhatian guru dari siswa berikutnya.

“Guru piano saya pasti kaya”
Ada anggapan bahwa guru-guru piano itu pasti kaya karena penghasilan mereka per jam, lebih besar dibanding orang lain. Banyak orang tidak menyadari bahwa jika seseorang belajar piano, mereka mendapat berbagai manfaat tambahan diluar “belajar piano” itu sendiri, misalnya kesehatan, hiburan, ‘istirahat secara gratis’ sebagai bagian dari paket kompensasi belajar musik. Sementara guru musik harus membayar biaya keperluan yang sama menguntungkannya itu diluar upah mereka perjam. Sebagian besar upah guru musik tidak terlalu besar, kecuali jika Anda mempertimbangkan untuk menggunakan guru yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dan memiliki kemampuan lebih.

“Ada ulangan sekolah, les berhenti dulu”
Kesalahan konsep dalam belajar musik yang juga sering banyak dijumpai adalah, belajar musik harus dihentikan dulu ketika siswa menghadapi ulangan atau ujian sekolah. Lama penghentian itu bisa bermacam-macam. Ada yang cuti sebulan, sampai tiga bulan. Menghadapi hal itu, guru seringkali tidak bisa menolak untuk tidak mengijinkan seorang siswa untuk sementara “cuti” dulu karena siswa akan menghadapi ulangan atau ujian sekolah.

“Kebiasaan” yang sama terjadi ketika siswa harus liburan, dimana pada saat yang sama mereka harus juga “meliburkan” belajar musiknya. Masalahnya adalah, apakah memang terdapat korelasi antara “cuti” les musik dengan persiapan menghadapi ujiansekolah, atau liburan sekolah? Aaron Copland pernah menulis dalam salah satu bukunya bahwa, belajar musik adalah sebuah proses yang terus menerus berlangsung. Sebuah proses yang menuntut kontinuitas. Sebab, katanya, sekali saja seseorang menghentikan proses itu, maka ia harus mengulangnya dari depan.

Semakin banyak seseorang berhenti, akan semakin sulit untuk memulainya lagi. Jadi, sesungguhnya tidak ada korelasi antara belajar musik dengan ujian atau ulangan sekolah. Dua-duanya bisa berjalan bersama, tentu saja, bila siswa dan orangtua siswa memahami bahwa belajar papaun, termasuk musik, adalah sebuah “in learning procces”.

Diharapkan dengan meluruskan beberapa kesalahan pemahaman itu dapat membantu para orangtua dan siswa membuat proses belajar mengajar mereka lebih efektif tanpa dihantui dengan berbagai ganjalan akibat adanya salah pengertian dan kesalahpahaman yang dapat menghalangi kemajuan mereka sebagai seorang pianis. Daftar ini belum keseluruhan. Orangtua siswa maupun siswa dapat menjadi seorang pianis, jika Anda bersedia mencurahkan waktu dan bekerja keras untuk itu. (Dini)

Article Bottom Ad