GURU musik adalah sebuah profesi yang menuntut perilaku profesional. Idealnya memang begitu, tetapi seringkali terdapat kesenjangan antara “professional” dan apa yang dituntut darinya. Dengan kata lain, perilaku “professional” tidak selalu merupakan tuntutan dari “profesi”. Menjadi professional pada akhirnya soal pilihan saja.
Satu hal yang sangat penting yang sebaiknya dilakukan seorang guru music untuk dapat disebut sebagai professional adalah dengan bersikap professional setiap saat, dalam hal apa saja. Dengan bersikap professional, siswa akan menghargai.
Orangtua siswa akan menaruh respek dan hormat.Yang sering menjadi problem adalah, guru kadang-kadang tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya seorang professional yang menuntut profesionalitas dalam segala hal. Banyak guru musik yang masih tidak professional, dan ini dapat dipahami karena profesionalitas memang berkaitan erat dengan attitude.
Profesionalitas memang bukan sesuatu yang datang begitu saja, melainkan sesuatu yang sesungguhnya berhubungan langsung dengan perilaku, karakter, dan kebiasaan seseorang. Dalam konteks ini, bisa dilihat bahwa profesionalitas tidak selalu berhubungan dengan profesi. Dan sebaliknya, tidak semua profesi mencerminkan profesionalitas pelakunya.
Profesionalitas guru musik bisa dilihat dari hal-hal kecil, misalnya, ketika seseorang menghubungi Anda dan meminta untuk menjadi siswa Anda, atau ketika seorang ibu menanyakan apakah Anda bersedia mengajar anaknya yang hiperaktif dan sulit diatur. Dari respon dan jawabannya, kita bisa menilai seprofesional apa guru tersebut.
Rumitnya, profesionalaitas bukan sesuatu yang memiliki teori bersifat umum dan baku, yang bisa bisa dihapal dan dipraktikan semua orang. Secara umum, profesionalitas adalah sesuatu yang juga berkaitan langsung dengan bagaimana kita merespon orang lain. Dari dasar itulah, seseorang bisa menempatkan diri menjadi seorang professional.
Seorang guru musik yang professional harus bisa menempatkan dirinya dalam kerangka berpikir “bagaimana membantu orang lain”. Ini bukan sekadar slogan, tetapi harus menjadi nafas dari segala gerak dalam profesinya. Sebagai contoh sikap professional seorang guru musik, pada tataran sederhana. Jika seseorang menghubungi Anda, dan mengatakan ingin belajar dengan Anda, respon seperti apa yang Anda berikan?
Ada beberapa kemungkinan. Tetapi jika kerangka berpikir “how to help someone”
menjadi pijakan Anda, tentu dengan respon yang ramah dan merefleksikan sikap antusias, Anda akan merencanakan waktu untuk bertemu dengannya, menyediakan kesempatan untuk bertatap muka dan wawancara untuk mengetahui sedalam apa keinginannya. Bahkan dalam tataran yang sangat penting, Anda mungkin akan juga memberi beberapa nama-nama guru berkualitas kepada calon siswa atau orangtua siswa, yang terdekat dengan lokasi dimana mereka tinggal.
Anda akan berpikir, biarkan calon siswa dan orangtua siswa mengetahui bahwa Anda lebih mengutamakan calon siswa maupun orangtua siswa mencari lebih dulu guru yang sesuai dengan mereka, daripada Anda langsung menerimanya dengan mempertimbangkan semata-mata bahwa mereka akan menambah penghasilan Anda.
Kerangka berpikir “bagaimana membantu orang lain” juga bisa diterapkan dalam hal bagaimana Anda mengoperasikan kegiatan mengajar Anda, untuk memberikan semaksimal mungkin suasana belajar yang bisa membantu siswa-siswa Anda belajar dengan tenang, nyaman, dan menyenangkan. Salah satu contohnya, bagaimana Anda membuat peraturan dan prosedur yang jelas dan tegas yang harus diikuti dan dipatuhi siswa.
Mintalah agar siswa mengikuti aturan dan prosedur yang berlaku, jangan melanggarnya, dan bersikap sama sebagaimana di sekolah umum atau tempat-tempat latihan dan pendidikan lainnya, dimana kedisiplinan dan keprofesionalan berlaku disana. Hindari membuat aturan yang bersifat tidak konsisten dan kontradiksi, dan jangan pula membuat aturan yang hanya melalui ucapan. Buatlah aturan dan prosedur itu dalam format tertulis, lalu dipasang pada tempat yang memudahkan siswa membacanya.
Meskipun Anda guru privat atau mengelola studio sendiri, peraturan dan prosedur harus dibuat, baik dalam bentuk brosur, leaflet, maupun papan pengumuman. Aturan yang Anda buat sebaiknya menyentuh semua hal yang berhubungan dalam proses belajar mengajar, misalnya, bagaimana ketentuannya jika siswa ingin cuti, bagaimana ketentuan meminjam buku, bagaimana bila terjadi penghentian secara sepihak dari siswa maupun dari guru, dan sebagainya. Semua harus jelas, sehingga memudahkan Anda mengontrolnya.
Meskipun kadang hal itu membuang banyak waktu dan biaya, tetapi itu akan memperlihatkan bahwa Anda atau studio Anda dikelola dengan professional dan terorganisasi dengan baik. Daripada misalnya, membiarkan semuanya berjalan apa adanya, yang kadang-kadang justru menyulitkan guru, terutama ketika di kemudian hari muncul persoalan, perselisihan, dan kesalahpahaman dengan siswa maupun orangtua siswa.
Satu hal yang penting dalam hal ini adalah, jika Anda berharap siswa atau orangtua siswa mengikuti aturan yang Anda buat, maka jangan sekali-kali Anda justru melanggarnya. Jangan sering memberikan dispensai maupun pengecualian terhadap peraturan yang sudah Anda buat sendiri. Kalaupun terpaksa, pastikan bahwa itu hanya dilakukan dalam kondisi yang sangat terdesak.
Sikap professional guru musik, juga bisa dilihat dari bagaimana mereka “menghargai diri mereka sendiri”. Dalam hal ini, hindari mengenakan pakaian yang tak sopan ketika pelajaran sedang berlangsung. Sebaliknya, kenakan pakaian yang mencerminkan Anda menghargai profesi Anda, menghargai proses belajar, dan memperhatikan estetika, kebersihan, kesopanan, keserasian, serta menjunjung tinggi profesionalisme. Selalu harus diingat bahwa pakaian yang Anda kenakan, mencerminkan siapa Anda.
Usahakan pula selama proses belajar berjalan, bebas dari hal-hal yang mengganggu. Misalnya, jika Anda kebetulan mengajar di rumah, pastikan tidak ada dering telepon, suara berisik anak-anak, dan suara-suara lain yang mengganggu konsentrasi. Jangan sekali-kali Anda menerima telepon, baik melalui handphone maupun telepon rumah, selama Anda sedang mengajar.
Jika Anda ingin dihargai, mulailah dengan menghargai waktu yang Anda berikan kepada siswa. Bagi siswa, waktu yang Anda berikan selama 30 atau 45 menit itu begitu sangat berharga. Berikan dalam waktu yang singkat itu, sesuatu yang berharga bagi siswa. Tepat waktu dan selalu membuat persiapan yang cukup untuk mengajar, adalah juga salah satu tanda profesionalisme Anda.
Profesionalisme guru musik juga bisa dilihat dari bagaimana mereka membuat struktur biaya. Ini adalah satu-satunya cara yang paling baik dimana Anda mengatakan secara tidak langsung kepada orang lain apa yang Anda pikirkan sebagai seorang guru. Anda harus hati-hati untuk tidak merendahkan nilai pelayanan Anda. Karena orang cenderung menilai sebuah barang atau pelayanan dengan apa yang harus mereka bayar untuk itu.
Oleh karenanya, tidak ada alasan bagi Anda untuk menempatkan diri Anda ‘di bawah harga pasar’. Guru-guru yang cenderung menerapkan standar biaya rendah dengan tujuan untuk mendapatkan murid sebanyak-banyaknya, biasanya mendapatkan apa yang ia harapkan.
Benar, ia memperoleh banyak siswa, tetapi ia tidak berhadapan dengan anak-anak yang memiliki bakat yang kuat, mereka yang mempunyai kecepatan dalam menangkap materi pelajaran, ketertarikan yang tinggi terhadap musik, serta orangtua yang kurang mempunyai respek kuat dalam mendukung buah hatinya belajar musik. Apabila dikalkulasi, pendekatan dengan merendahkan diri sendiri ini sama sekali tidak mendatangkan keuntungan, baik dilihat secara finansial maupun non finansial.
Dewasa ini beberapa sekolah musik justru berani menggunakan system deposit, dimana siswa membayar sejumlah uang sebagai deposit yang dapat dikembalikan sewaktu-waktu apabila siswa memutuskan untuk berhenti belajar. Deposit juga dapat dimanfaatkan sebagai cara untuk mengantisipasi bila siswa terlambat membayar atau merusakan peralatan yang ada di sekolah musik. Jika siswa menolak membayar deposit, mereka biasanya menolak siswa tersebut bergabung dengan sekolah musik tersebut.
Memberikan diskon atau dipensasi kepada sebagian anak didik adalah preseden yang buruk. Hal ini dapat menimbulkan kemarahan orangtua siswa yang lain bila suatu saat mereka mengetahuinya. Dan apabila benar-benar terjadi, maka mereka akan memandang guru lebih tepat berprofesi salesmen ketimbang seorang pengajar musik professional yang terlatih dengan baik. (dini, dari berbagai sumber)