ADA stigma seputar kemampuan guru dan siswa untuk belajar improvisasi, khususnya jazz. Kalimat yang kerap terdengar adalah bahwa kemampuan berimprovisasi semata-mata gift dari Tuhan. Dengan kata lain, improvisasi seolah-olah tidak dapat diajarkan atau tidak dapat dipelajari, kecuali untuk orang-orang yang memang diberi kemampuan oleh Tuhan untuk mengajar dan mempelajari improvisasi. Benarkah?
Musisi yang juga pengajar jazz di Australia, Brian Hayes, hampir saja meyakini hal itu sebagai sebuah kebenaran, sebelum ia merasa tertantang untuk membuktikannya selama lebih dari 25 tahun mengajar musik. “Saya mengalami sendiri bagaimana keajaiban- keajaiban ditunjukan oleh anak-anak yang mengaku tak punya bakat, tak punya kreatifitas, tak bisa membuat komposisi, tetapi pada akhirnya mereka menjadi orang-orang yang memiliki kapasitas mengagumkan dalam bermusik,” katanya.
Pengalaman Hayes selama hampir 25 tahun mengajar musik memberi keyakinan kepadanya bahawa kemampuan belajar dan mengajar improvisasi sesungguhnya bukan sekedar bentuk pemberian Tuhan, tetapi lebih pada kemauan untuk menggunakan potensi yang diberikan Tuhan. “Ada perbedaan yang sangat jelas dalam hal ini, antara sebuah pemberian semata-mata, dan kemauan untuk menggunakan kemauan itu,” katanya.
Mitos di Balik Improvisasi
Improvisasi didefinisikan dalam berbagai arti. Tetapi sebutan yang paling sering digunakan adalah, “komposisi spontanitas”. Dua kata itu sangat tepat untuk mengartikan apa yang dimaksud improvisasi. Bagaimanapun, baik siswa maupun guru, berpotensi besar untuk terperangkap dalam pemikiran bahwa improvisasi harus merupakan bentuk kreatifitas dan sesuatu yang benar-benar baru serta unik pada saat yang tepat dari sebuah penampilan maupun permainan sebuah lagu khusus.
“Untuk menggambarkan gaya pemikiran yang keliru seperti itu, beberapa tahun lalu saya mengikuti seri konser di Amerika bersama gitaris jazz terkenal, Barney Kessel, yang terkenal sebagai salah satu eksponen terhebat dalam improvisasi jazz gitar,” kata Hayes.
Banyak hal yang membuat Hayes tercengang melihat permainan Kessel. Ketika kemudian Kessel menggelar tur di Australia, Hayes mengamati bahwa dalam beberapa kali konsernya di Australia, Kessel memainkan lagu yang sama, lengkap dengan improvisasinya dengan melodi yang sama, ketenangan yang sama, crescendo dan decrescendo yang sama, dan sebagainya. Semuanya sama seperti yang dia saksikan di Amerika.
“Ini menimbulkan pertanyaan di balik konsep ‘komposisi spontanitas’. Untuk menjadi seorang improvísatoris kelas dunia, apakah berarti bahwa setiap melodi dalam permainannya harus benar-benar unik dengan mengharuskan permainan solonya memberi pengertian kepada pendengarnya sesuatu yang tidak pernah di dengar sebelumnya? Tentu saja tidak,” kata Hayes.
Kreatifitas dan improvisasi adalah sebuah istilah yang secara luas dapat dipergunakan bergantian. Dengan kata lain, tidak ada improvisasi tanpa kreatifitas. Begitu juga, improvisasi adalah salah satu bentuk kreatifitas. Pada dasarnya, setiap orang dapat belajar untuk kreatif, dan setelah itu membuat sesuatu menurut kehendaknya.
Semua manusia lahir dengan kreatifitas sejak masa kanak-kanak. Proses kreatif, seperti mencoba bereksprerimen, belajar dari kesalahan, dan berusaha terus menerus untuk menjadi baik, di satu sisi adalah sebuah kekuatan jiwa yang sangat luas, yang seharusnya ditanamkan sejak usia muda dan sejak mulai pertama anak-anak belajar musik,” katanya.
Dalam pelajaran dan latihan-latihan musik klasik tradisional, kreatifitas jiwa dibatasi oleh penerapan seperangkat aturan yang keras dan kaku, misalnya memainkan nada-nada tertentu dengan benar-benar tepat. Atau, kecenderungan untuk membaca dan memainkan not-not dengan tepat dan benar sebagaimana dimainkan 200 atau 300 tahun yang lalu, dan sebagainya.
Kreatifitas musikal sedikit mirip dengan kegiatan membaca, menulis, atau meng-copy segala sesuatu dari seseorang, meskipun aktifitas-aktifitas seperti itu juga menjadi bagian dari pengembangan seorang musisi secara keseluruhan. Kreatifitas bisa berarti menggambarkan sebuah lagu, misalnya, dalam imajinasi seseorang, atau alat musiknya, lalu membuat gambaran lagu tersebut dengan suara.
Ini persis seperti kita berkomunikasi setiap hari dengan setiap manusia, dimana kita mengambil bagian-bagian, lalu mengaplikasikannya menurut kehendak, selera dan gaya kita sendiri. “Saya tidak pernah melupakan sebuah pengalaman berharga ketika seorang anak berusia 7 tahun suatu hari datang ke studio saya untuk mencoba sebuah alto saxophone untuk pertama kali sepanjang hidupnya,” kata Hayes.
“Saya memberikan saxophone kepada anak itu sebelum saya punya kesempatan untuk menerangkan bagaimana posisi mulut yang benar untuk meniupnya, posisi tangan, posisi jari, teknik pernafasan dan sebagainya. Belum lagi memberi tahu semua itu, anak ini meniup saxophonnya, meletakan jarinya di saxophone dan bergaya seperti Charlie Parker, Phil Woods, atau Cannonball Adderley, tiga saxophonis jazz terhebat,” kata Hayes.
Masalahnya adalah, apakah bisa dikatakan suara saksofon yang dihasilkan anak tersebut tidak musikal, terdengar aneh, atau membisingkan? Dari analisa sudut musik mungkin ya. Tetapi bisa berarti “benar”bila dilihat dari sudut kebebasan bagaimana ia menghasilkan suara, mengeluarkan dan mengembangkan ide-idenya melalui sebuah alat yang ia tidak tahu bagaimana cara memainkannya.
“Pengalaman itu membuat saya menyadari bahwa dalam pendidikan musik anak-anak, proses belajar membaca dan menulis musik, belajar bagaimana posisi tangan yang benar, sejarah musik, semua bahasa musik yang terdengar asing di telinga, dan aspek-aspek lainnya itu, hanya akan memberi sedikit untuk meningkatkan kapasitas kreatifitasnya. Pada kenyataannya, sebagian besar metode-metode mengajar akan lebih banyak merusak apa yang telah diperolehnya,” kata Hayes
Dengan mengatakan hal itu, lanjut dia, bukan berarti tidak perlu belajar notasi musik, sejarah musik, bahasa musik dan lain-lainnya. “Yang ingin saya katakan adalah, hendaknya metode-metode pengajaran itu mampu menumbuhkan dan mendorong anak untuk kreatif. Bukan membatasi, atau justru membelenggu kreatifitas anak,” katanya.
Ia mengingatkan, setiap siswa tetap perlu memahami hal penting yang mendasar bahwa 2 x 2= 4. Bagaimanapun jangan berhenti mempelajari aspek-aspek musik dan membaca sejarah musisi-musisi dunia. Dalam jazz, para improviser terhebat di dunia pun seperti Louis Armstrong, Charlie Parker, Art Tatum dan lainnya semua adalah musisi-musisi yang “belajar sendiri”.
Esensinya, sama seperti anak usia 7 tahun yang telah dijabarkan di atas. Mereka mencoba memainkan alat musik yang belum mereka kenal, belum memahami cara memainkannya, tetapi mereka mencoba memainkannya terus menerus setiap hari karena merasa “fun” sampai pada puncaknya, dimana suara-suara dalam kepalanya keluar melalui alat musik ditangannya
“Kita semua dapat belajar sebuah realitas sederhana dari apa yang saya katakan di atas, bahwa sebuah pendekatan teknik, latihan tangga nada dan sebagainya, mungkin membuat seseorang dapat memainkannya dengan baik, tetapi bisa juga menimbulkan resiko menumpulkan kreatifitas tanpa menyadari kebebasan pada jari-jari, bisa pula membekukan akal,” kata Hayes.
Agar seseorang dapat kreatif dalam bermusik, ia tidak harus membatasi diri pada konsep bermain dalam sebuah kunci atau chord-chord tertentu. “Ketika kita berbicara melalui suara dengan orang lain, kita tidak pernah memperdulikan kunci atau tata bahasa dan aturan apa yang kita gunakan. Dengan kata lain, ketika kita berbicara, kita tidak menggunakan kunci khusus, melainkan yang kita pergunakan dalam berkomunikasi adalah ‘kunci kehidupan’, kata Hayes.
Apa yang diungkapkan melalui musik, tak ubahnya seperti ketika bercerita tentang sebuah topik pembicaraan, yang dapat berganti dan berubah dengan cepat atau tiba-tiba. Mungkin pada awalnya diskusi tentang politik, merembet membahas pendidikan, tiba-tiba ke masalah sepakbola. Demikian juga seharusnya dalam musik, dimana seseorang dapat mencoba keluar dari kungkungan dan aturan-aturan yang membatasi kreatifitas, dengan mengubahnya dalam sebuah kondisi yang rileks dan bebas. Musik menyediakan semua kemungkinan kebebasan itu, hanya saja dibutuhkan seseorang untuk memanfaatkannya.
Musik dan improvisasi sebagian besar dimainkan dalam dan dengan mayor atau minor harmony. Bentuk kedua dari tangga nada mayor adalah tangga nada dorian minor yang bekerja sama secara sempurna dengan mayor harmoni. Seorang anak yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana tangga nada mayor untuk semua instrument, maka secara otomatis memiliki sebuah cara memainkan 12 cara kunci kromatik minor tanpa belajar beberapa bentuk-bentuk jari tambahan.
Anak dapat dengan cepat membentuk dasar-dasar perubahan pola jari-jari yang memberikan kreatifitas dalam beberapa kunci mayor maupun minor pada tingkat dasar. Secara esensi, seseorang dapat bermain dalam “kunci kehidupan” lebih cepat dibandingkan hanya sebuah kunci-kunci spesifik dalam musik dimana kompetensi diperoleh melalui cara apa saja.
Kreatifitas
Tahap berikutnya adalah menerapkan perubahan irama sederhana ke rasa melodi tetap untuk mengembangkan sebuah “sense of creativity” dengan menambahkan satu faktor pada lingkungan atau yang kondisi telah diketahui. “Misalnya, dalam latihan, saya menemukan bar pembuka untuk melodi lagu terkend Joy
the World, yang ternyata menjadi sebuah alat latihan berharga dan tak terhingga dengan mengunakan tangga nada mayor dalam perintah standar diatonic. Sungguh mengagumkan bagi saya melihat bagaimana para siswa dapat memainkas Joy to the World dan C# major atau Gb major dengan dengan cepat. Ketika seseorang menyadari bawa itu hanya sebuah perubahan irama ke sebuah atau tangga nada, itu artinya mereka telah menguasainya,” kata Hayes
Sense of Pitch Interval
Improvisasi tidak harus dimulai dengan sebuah lagu yang rumit. Tidak juga harus selalu kompleks. Dengan sebuah lagu sederhana, kita dapat membuat sebuah sebuah improvisasi, sebuah komposisi spontanitas yang mungkin akan mebuat Anda sendiri merasa terkejut. Ketika memainkan “Happy Birtday dengan menggunakan 12 kanci pada “The Circle of Five”, rasakan setiap perbedaan yang terjadi. Memainan sebuah lagu dengan menggunakan sebanyak mungkin kunci-kunci yang tersedia, adalah pintu pertama menjelajahi dunia improvisasi.
Juga akan memberikan sensasi pengalaman yang menakjubkan bagi otak, karena mendengar sesuatu yang berbeda pada sebuah hal yang sama. Sekaligus melatih jari-jari menemukan secara jelas interval-interval nada melalui semua parameter teknik pada alat musik yang dimainkan secara individual
“Happy Birtday adalah lagu yang sangat dikenal semua lapisan usia, memiliki melodi yang kuat dimana 99% penduduk dunia bisa dipastikan mengenalnya. Mulailah membuat improvisati dengan sebuah lagu atau bagian yang sederhana untuk melatih dan membiasakan serta membuat koordinasi yang baik antara telinga, otak dan jari-jari. Jangan terburu-buru mencoba membuat sesuatu yang lebih besar dan kompleks sebelum yakin bisa membuat “sesuatu yang baru” atau “sesuatu yang lain” dari sesuatu yang sederhana.
Mendengar
Di dunia ini, betapapun hebatnya seorang memainkan alat musik, tidak pernah ada seorang ‘pahlawan’, bahkan sekalipun itu mungkin seseorang yang menjadi idola Anda. Sesungguhnya, pahlawan itu adalah diri Anda sendiri. Untuk menjadi musisi yang baik. Anda harus benar benar memiliki gambaran yang jelas tentang apa konsep Anda sendiri terhadap sebuah lagu yang bagus, teknik, gaya, standar performance dan sebagainya.
Jika improvisasi merupakan sebuah wilayah yang menarik, maka biarkan telinga Anda mendengar sebanyak mungkin apa yang bisa Anda dengar dan rasakan. Mendengarkan lebih banyak jenis musik, mendengarkan berbagai macam type permainan para pemain musik dunia akan memperkaya wawasan musikal yang menuntun Anda pada sebuah penilaian tentang apakah yang Anda dengar itu menarik atau membosankan, bagus atan jelek, memberi inspirasi atau menjemukan, dan sebagainya.
Banyak pemain musik dunia yang sekalipun sudah malang melintang dan terkenal, tetap rajin mendengarkan permainan musisi-musisi lainnya, menyaksikan konser-konser musik lainnya, sebagai salah satu kunci penting bagi kesuksesan mereka dari sisi teknik maupun kreativitas. Harus diakui, menghasilkan suara dari alat tutur manusia jauh lebih mudah dibandingkan menghasilkan suara dari sebuah instrument musik, karena semua manusia pada dasarnya berlatih menggunakan suara setiap harinya sejak lahir hingga fase sekolah dan dalam kehidupan sehari-harinya.
“Kita menggunakan suara untuk mengungkapkan rasa kegembiraan, kesedihan, kegalauan, rasa cinta, hingga mengekspresikan kemarahan. Ketika kita marah, mungkin cenderung mengeluarkan nada-nada suara yang keras untuk melepaskan emosi. Demikian juga saat bersedih. Menyanyikan sebuah melodi dengan cara kita sendiri, dan itu mungkin berarti berbeda dengan penyanyi asli, adalah bentuk improvisasi yang paling sederhana.
Guru musik seharusnya memberi inspirasi kepada siswanya untuk berani melihat diri mereka sendiri bahwa mereka adalah “seorang musisi yang melakukan perjalanan tanpa henti. Sebuah proses yang tidak pernah selesai”. Improvisasi adalah perjalanan panjang dan mengasyikan. Dan itu bisa dimulai dari sekarang! (dini)