MUSIK abad ke-20 sering kali membuat pendengar dan pencinta musik mengalami “sakit kepala” karena beranjak dari mendengarkan lagu-lagu pada abad sebelumnya, termasuk Bach, Beethoven, Mendelssohn, Schumann, Chopin, Liszt, dan Brahms.
Bayangkan kalau kita mendengar karya seperti Pierrot Lunaire (1912) oleh Arnold Schoenberg, atau Black Angels (1971) oleh George Crumb, atau yang lebih “modern” lagi yaitu Hard, Hard, Hard! (2011) oleh Ge Gan-Ru, pasti kita akan mengalami perubahan pemikiran akan musik, baik itu positif maupun negatif.
Berdasarkan pengalaman penulis, pendengar kebanyakan akan merasa tidak nyaman atau bahkan ada rasa “takut” mendengarkan karya-karya tersebut, padahal bagi sang komposer, karya tersebut adalah “normal” dan wajar sebagai suatu bentuk pembaharuan musik.
Bentuk pembaharuan yang dimaksud tidak benar-benar baru karena pemikiran komposer abad ke-20 sama dengan komposer abad ke-19, yaitu membuat dobrakan baru dengan cara bereksperimen dengan elemen musiknya, khususnya harmoni. Akan tetapi, komposer abad ke-19 masih “terpaku” dengan “peraturan” lama, yaitu tonalitas – suatu sistem harmoni yang sudah dipakai sejak awal 1600, sedangkan komposer abad ke-20 “terbang” bebas dengan memadukan berbagai macam bahasa harmoni dan membuatnya menjadi personal, khususnya yang dimulai oleh lima pilar komposer awal abad ke-20, yaitu Claude Debussy, Arnold Schoenberg, Béla Bartók, Igor Stravinsky, dan Charles Ives.
Pembaharuan musik yang terjadi pada abad ke-20 karena terdapat perubahan alami dari masyarakat Eropa dalam hal siapa yang menulis musik, dimana, untuk tujuan apa, dimana itu semua berhubungan dengan kepercayaan masing-masing individu, ide, dan pengalaman pribadi. Pertanyaan umum dari komposer awal abad ke-20 adalah “apa yang bisa kita lakukan yang belum dilakukan sebelumnya?”.
Bahkan, Pierre Boulez menyatakan kalimat yang sangat ekstrim yaitu “It is not enough to deface Mona Lisa because that does not necessarily kill the Mona Lisa.” Perubahan pada musik abad ke-20 adalah bentuk eksperimen luas yang menghasilkan kebebasan untuk mengeksplorasi pendekatan komposisi baru tanpa batasan.
Empat Perspektif
Kapan yang sebetulnya musik abad ke-20 di Barat dimulai? Setidaknya ada empat perspektif dalam menjawab pertanyaan ini. Pertama, dari segi tata bahasa harmoni, yaitu tahun 1907-1908, yang mana adalah tahun yang penting pada saat Schoenberg pertama kali “merusak” sistem tonal dan menjadi titik balik yang paling signifikan dalam komposisi musik.
Kedua, secara estetika, tahun 1883 menjadi tahun yang penting karena dengan meninggalnya Richard Wagner memicu lahirnya berbagai gaya dan ekspresi musik baru. Ketiga, secara kebudayaan, tahun 1889 menjadi tahun penting pada saat Paris mengadakan Paris Exposition Center yang mempengaruhi komposer Barat untuk menulis musik dengan berbagai budaya seni dari seluruh dunia. Dan terakhir, secara sejarah, tahun 1918 menjadi penting, dimana Perang Dunia I tidak hanya mengubah bentuk peta dunia tetapi juga mengubah keyakinan dasar tentang budaya dan peradaban manusia.
Istilah “modern” dapat dikatakan tidak tepat karena dua alasan. Pertama, setiap era sejarah musik pasti mempunyai “modern”nya masing-masing. Contohnya karya Guillaume de Machaut dengan Rose, liz, printemps, verdure pada abad ke-14, yang mana karya tersebut ditulis dengan prosedur koherensi keseluruhan melalui teknik isorhythmic.
Contoh lain adalah Johann Sebastian Bach dengan Goldberg Variations pada awal abad ke-18, yang terdiri dari sebuah tema dan 30 variasi yang ditulis secara idiomatik.
Alasan kedua adalah meskipun musik abad ke-20 sepertinya mencerminkan laju perubahan yang terlalu cepat dan langsung, tetapi di waktu yang bersamaan, musik abad ke-20 ini juga mencerminkan dunia musik yang tidak berubah, “mundur” ke balakang/nostalgia (misalnya musik postmodernisme, dimana komposer mengutip musik dari era dan komposer sebelumnya, yang kemudian digabungkan dengan karyanya; misalnya Joan Tower dengan Piano Concerto yang mengutip piano sonata Beethoven, Op. 53 dan Op. 111).
Mungkin karena dua alasan ini, musik Barat abad ke-20 sering kali menjadi membingungkan untuk didengar dan dinikmati, bahkan untuk musisi yang terlatih secara formal.
Banyak pendengar musik di abad ke-20 merasa lebih dekat dengan musik dari era sebelumnya dibandingkan dengan musik mereka zaman sekarang, bahkan sampai ke titik dimana musik-musik ini terasa asing bagi pengalaman mendengar mereka.
Istilah “modern” juga sering kali menjadi sebuah istilah dengan konotasi negatif. Bagi banyak pendengar, istilah “modern” sering diasosiasikan dengan musik yang dingin, terlalu akademik, tidak emosional secara artistik sulit untuk didengar maupun dimengerti, dan terdengar random. Singkat kata, banyak musik “modern” yang bunyinya tidak terdengar musikal.
Gambaran Musik Abad 20
Delapan poin berikut ini adalah menggambarkan musik Barat abad ke-20:
1) Kalau era “romantik” (musik abad ke-19) mewakili sebuah evolusi dari periode klasik (tengah-menuju-akhir abad ke-18), maka dari itu, komposer abad ke-20 menawarkan revolusi dari pendahulunya.
2) Mendengarkan musik abad ke-20 degan keragaman gaya musiknya yang dapat memberikan “kesenangan” dan “kecemasan” bagi para pemain maupun pendengar pada saat yang bersamaan.
3) Individualisme komposer dinilai sangat tinggi dan ekspresi pribadi komposer tumbuh lebih menonjol lagi daripada era sebelumnya.
4) Sistem tonal yang sudah dipakai sejak 1600 menjadi “rusak” dalam rangka komposer mencari tata bahasa dan bentuk musik yang baru dan unik
5) Terdapat berbagai macam gaya musik berbeda dari banyak negara yang mencerminkan gerakan musik baru yang sudah keluar dari tradisionalisme.
6) Berbagai macam gaya musik ini berkembang secara bersamaan sehingga tidak ada gaya musik yang lebih dominan dari yang lainnya.
7) Musik abad ke-20 secara umum jarang yang memberikan pengaruh jangka panjang yang signifikan (misalnya usia yang pendek untuk penulisan musik serialisme dan total serialisme).
8) Pada paruh pertama abad ke-20 (sampai 1945), perkembangan musik didominasi oleh sejumlah kecil komposer. Namun, di babak kedua, orientasi komposer dan komposisinya berubah dengan cepat sehingga setiap komposer menulis berbagai gaya musik sepanjang karirnya.
Kesimpulannya adalah bahwa istilah “modern” tidak mewakili gaya apapun karena musiknya terlalu beragam untuk menggunakan satu label. Istilah “modern” hanya berfungsi sebagai “payung” yang mencakup banyak gaya musik berbeda. Lagipula, kita masih hidup di dalam proses perkembangan musik abad ke-20 yang berkelanjutan, maka dari itu masih sulit untuk memahami gambaran yang lebih besar mengenai musik abad ke-20.
Dengan gambaran delapan poin di paragraf sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa elemen musik yang ditulis komposer abad ke-20 meliputi delapan hal berikut ini:
1) Semua suara bisa dipakai dengan kontras dinamika yang esktrim, bahkan tanpa suara; dengan kata lain, musik dengan kemungkinan warna suara yang terus berkembang
2) Tekstur musik yang secara konstan berubah-ubah dari yang ekstrim kompleks (misalnya seperti karya Karlheinz Stockhausen yaitu Klavierstücke) sampai ke ekstrim sederhana (misalnya musik minimalis).
3) Penulisan ritme dan tanda birama yang sangat variatif dan ireguler, bahkan di titik setiap bar ganti tanda birama (sekali lagi seperti di Klavierstücke oleh Stockhausen).
4) Penulisan melodi yang tidak lirikal dan penuh dengan distorsi dan lompatan.
5) Ekspresi harmoni yang begitu kompleks dan penuh dengan akor disonan yang membentuk struktur akor baru (misalnya whole-tone chord dan quartal chord).
6) Berbagai macam genre baru yang bereksperimen dengan tekstur penulisan, misalnya prepared instrument (seperti pada karya John Cage’s Sonatas and Interludes for prepared piano) dan notasi baru (seperti graphic notation di karya Makrokosmos oleh George Crumb).
7) Musik yang ditulis dengan perspektif dunia subyektif yang menghasilkan ambiguitas harmoni karena komposer menggunakan dan mengkombinasikan berbagai macam sistem tangganada
8) Instrumentasi diperluas bukan hanya secara akustik (misalnya One Man Band 2 oleh Moritz Eggert), tetapi juga secara elektronik yang menggunakan synthesizer dan komputer (misalnya dalam karya Philomel oleh Milton Babbitt).
‘Pemberontakan’ Komposer
Musik Barat abad ke-20 yang sebetulnya sudah dimulai di akhir abad ke-19 dengan gerakan “pemberontak” komposer, yang secara umum dapat dibagi menjadi tiga grup:
1) Komposer yang melakukan ekspansi tonal
2) Komposer yang terpengaruh dari sumber baru khususnya dari Rusia
3) Franz Liszt dengan karya-karya piano di lima tahun terakhirnya, yang berisikan tentang penglihatan akan kematian (Wagner dan dirinya sendiri).
Komposer di grup pertama menekankan penggunaan kromatik yang sangat luas sehingga terjadi penurunan ketergantungan struktur tonalitas. Penulisan musik seperti ini mencapai titik jenuh pada saat Schoenberg tahun 1907 menjelaskan, “The overwhelming multitude of dissonances cannot be counterbalanced any longer by occasional returns to such tonic triads as represent a key.”
Komposer grup pertama termasuk Gustav Mahler (contohnya Kindertotenlieder), Claude Debussy (contohnya Lisle Joyeuse), Alexander Scriabin (contohnya Piano Sonata No. 9), dan Max Reger (contohnya Symphonic Fantasia and Fugue, Op. 57). Para komposer ini tidak memberikan solusi akan “krisis” tonalitas, tetapi mereka jelas menjadi inspirasi penting untuk komposer abad ke-20 menulis musik karya-karyanya, sehingga dapat dikatakan bahwa fitur utama dari musik Barat awal abad ke-20 ini adalah komposer menulis karya di luar sistem tonalitas tradisional.
Komposer di grup kedua mencari inspirasi baru dari negara lain karena mereka mulai mengurangi rasa simpati dengan musik abad ke-19 akhir dari Jerman (khususnya untuk musik instrumental) dan Italia (untuk musik vokal). Komposer mulai mencari alternatif lain, khususnya musik rakyat dan gaya musik primitif yang ditemukan di Rusia, yang dicirikan oleh dialog menarik antara ciri-ciri asli warisan lagu rakyat yang khas.
Penulisan musik seperti ini memiliki pandangan harmoni yang sangat kaya dimana komposer menggunakan progresi harmoni yang tidak ortodoks dan berbagai macam disonan untuk tujuan dramatis dan warna suara, bersamaan juga dengan penjelajahan inspirasi musik gereja kuno beserta tangganada modal. Komposer yang paling penting dalam grup kedua ini adalah Modest Mussorgsky, khususnya dalam mahakaryanya Pictures at an Exhibition.
Karya musik yang ditulis oleh Liszt di tahun-tahun terakhir hidupnya (1881-1886) menjadi objek penelitian yang sangat menarik perhatian karena penggunaan harmoni kromatik yang sangat ekstrim. Karya-karya ini jelas menunjukkan tata bahasa tonalitas yang sudah mencapai “akhir,” dimana Liszt menolak fungsi diatonik tradisional dan mengelaborasi berbagai macam harmoni untuk mengekspresikan karakter mistis dari karya-karya ini, termasuk Unstern, Sinistre, Disastro, Le lugubre gondola, dan Nuages gris. Elemen musik dalam karya-karya ini termasuk penggunaan whole-tone harmony, penggunaan akor augmented sebagai basis sebuah lagu, dan tidak adanya kadens sebagai pilar dari sistem tonal. Hal ini semua mengantisipasi krisis tonalitas pada tahun-tahun awal abad ke-20.
Empat Tahapan
Naratif dari Musik Barat abad ke-20 secara umum dapat dikategorikan menjadi empat tahapan: Periode sampai ke Perang Dunia I, Periode antara Perang Dunia, Periode antara Perang Dunia II sampai 1960-an, dan periode sejak 1960-an sampai sekarang.
Kalau pada awal abad ke-19, beberapa komposer nasionalis berusaha untuk “menantang” dominasi Jerman (seperti Chopin dalam Mazurka), pada akhir abad ke-19, semua komposer Eropa menantang dominasi Jerman di musik (sekali lagi, khususnya setelah kematian Wagner tahun 1883).
Lima komposer menjadi pilar yang sangat penting sekali untuk kategori grup pertama ini. Debussy mendemonstrasikan bahwa sistem tonal bukanlah satu-satunya harmoni yang dipakai di musik “modern.” Schoenberg juga menjelaskan bahwa tonalitas sudah menjadi sangat lemah karena penggunaan elemen kromatik yang begitu banyak sehingga tidak dapat dianalisis dengan cara harmoni tonal yang lama.
Ives adalah komposer Amerika pertama yang eksplorasi bunyi-bunyian baru juga. Bartók mendedikasikan dirinya sebagai komposer musik rakyat Eropa Timur; sedangkan Stravinsky dengan karya tiga ballet-nya merupakan komposer yang sangat penting pada awal abad ke-20.
Akhir dari Perang Dunia I pada tahun 1918 menandari berakhirnya post-romantik dan komposer semakin mempercepat eksperimen yang telah dimulai oleh komposer di grup pertama pada awal abad ke-20.
Komposer terus menggunakan genre musik Eropa sebelumnya, termasuk konserto, simfoni, dan lainnya, yang dipakai dengan prinsip baru komposisi serial oleh Schoenberg, Stravinsky (di Paris) dan neo-klasik, dan Bartók dengan gaya musik baru yang dirumuskan yang menggunakan musik daerah Romania dan Hungaria.
Di periode antara Perang Dunia ini juga Amerika mulai mempunyai identitas musik yang terlepas dari Eropa, dengan tiga figur komposer penting: Charles Ives (karya nasionalistik dengan inspirasi budaya vernakular Amerika), Aaron Copland (dari inspirasi Jazz, musik daerah Amerika, sampai ke ballet menggambarkan budaya Amerika) dan William Grant Stil (komposer kulit hitam pertama yang menulis genre symphony pertama di Amerika).
Setelah Perang Dunia II pada tahun 1945, sampai dengan 1960-an, terdapat dua penulisan musik yang berkembang sangat cepat sekali. Salah satu yang paling langsung berpengaruh adalah penyebaran serialisme.
Ketika Schoenberg tiba di Amerika, ia tinggal di Los Angeles dan mulai mengajar di UCLA, dimana musiknya mulai ditampilkan dan dipelajari di negara ini juga. Hasilnya adalah sejumlah siswa Amerika, yang dilatih dalam harmoni 12 nada, menyusun dan mengajarkan bahasa ini kepada murid-murid mereka lagi.
Sepanjang tahun 1950-an dan 60-an, penguasaan bahasa harmonik ini menjadi hampir wajib jika seseorang menjalankan profesi serius sebagai komposer Amerika di dunia akademis, di mana banyak komposer mencari pekerjaan mulai tahun 1950-an.
Pengaruh Schoenberg kurang mendalam di Eropa, tetapi karya muridnya Anton Webern memberikan inspirasi bagi banyak perkembangan Eropa yang inovatif dalam beberapa dekade setelah berakhirnya Perang Dunia II, termasuk Karlheinz Stockhausen, Oliver Messiaen, Luciano Berio, dan Milton Babbitt. Tetapi di saat yang bersamaan dengan penyebaran serialisme yang luas, banyak juga komposer yang tidak berminat menulis musik dengan cara ini.
Penulisan kedua yang sangat berkembang di periode 1945-1960-an adalah minat komposer yang sangat kuat mencari warna suara dan sonoritas baru, yang termasuk dua hal: mencari warna baru dengan memakai instrumen konvensional dan mengembangkan warna suara dengan medium elektronik.
Dua perkembangan ini merupakan perwakilan penting dalam sejarah perkembangan eksperimentaisme di Amerika, termasuk inovasi yang dilakukan oleh Henry Cowell dan Edgar Varèse. Pencarian warna suara dengan instrumen konvensional misalnya eksperimen Cowell dengan string piano dilanjutkan oleh John Cage yang menyisipkan objek di antara dan di atas senar, menciptakan apa yang disebutnya sebagai prepared piano. Perkembangan warna suara dengan medium elektronik termasuk pita magnetik, synthesizer, dan komputer.
Belum Selesai
Perkembangan “terakhir” musik abad ke-20 adalah sejak tahun 1960-an sampai sekarang, dimana perkembangannya masih berjalan dan belum selesai. Pada akhir tahun 1960, serialisme semakin tidak diminati karena dianggapnya sebagai musik yang sangat intelektual dan tidak menarik secara emosional.
Sistem penulisan serial tetap dianggap sebagai sesuatu yang revolusioner, tetapi musiknya dianggap tidak memberikan emosi artistik apapun. Sejak tahun 1970-an, sementara musik serial terus ditulis oleh beberapa komposer, sejumlah komposer beralih ke sumber inspirasi lain yang melanjutkan eksplorasi sonoritas warna suara baru, termasuk Ellen Zwilich dan George Rochberg.
Beberapa menulis gaya musik minimalis, termasuk Terry Riley dan Philip Glass. Menjelang akhir abad ke-20, komposer mulai mengambil inspirasi dari keragaman tradisi musik Jazz, khususnya William Bolcom dan William Albright. Komposer lain menggabungan eklektik unsur-unsur berbagai tradisi musik dari bagian dunia manapun, yang disebut sebagai ekspresi musik post-modern.
Sebagai penutup, kita semua masih hidup dalam era abad ke-20 karena belum terdapat perubahan mendasar yang signifikan. Keanekaragaman budaya dan prularisme masyarakat terus mendukung perkembangan musik baru yang dapat dinikmati dengan cepat di seluruh dunia karena kecanggihan teknologi dan sistem transportasi yang luar biasa modern.
Pengertian musik abad ke-20-pun yang sebenarnya sudah tidak terfokus dengan masyarakat Barat saja, tetapi juga masyarakat belahan dunia lainnya karena pluralisme tadi membuat diseminasi gaya musik tersebar cepat sekali di negara manapun. (*)
Penulis: Dr. Mario Santoso (Asisten Profesor Musik Universitas Pelita Harapan )