“Dalam seumur hidupku, tak akan lagi aku dapat menciptakan melodi secantik ini” – Chopin, mengomentari Etude op.10 No.3 ciptaannya
ETUDE Chopin adalah suatu fondasi dari sistem teknik bermain piano yang baru, radikal dan revolusionaris pada saat pertama muncul di publik. Di dalam etude-etude ini terdapat teknik yang paling menantang di jaman itu dan dapat dijumpai pula perubahan serta cikal bakal gaya komposisi karya piano. Oleh karena itu, hingga kini karya etude-etude ini tetap populer dan sangat sering muncul baik dalam konser maupun rekaman.
Chopin menulis total 27 etude. Seluruh 27 etude ini dipublikasikan pada masa hidupnya. Opus 10, berisi 12 etude pertama, rampung digarap dari tahun 1829 (Chopin berumur 19 pada tahun 1829) sampai 1832, lalu diterbitkan pada tahun 1833 di Perancis, Jerman dan Inggris. Walau demikian Chopin telah memulai mensketsa etude-etude ini sejak usia remajanya. 12 etude dari opus 25 selesai di antara tahun 1832 sampai 1836, dan diterbitkan pada negara-negara yang sama tahun 1837. Tiga etude yang terakhir, yang sering dikenal sebagai “Méthode des méthodes de piano,” dikompilasi oleh Moscheles dan Fetis. Ketiga etude ini diciptakan pada tahun 1839 tanpa nomor opus.
Etude piano sebelum masa Chopin sebetulnya telah umum diciptakan oleh para komponis musik. Carl Czerny cukup terkenal sebagai salah satu pencipta etude yang sangat banyak. Namun demikian, ketika Chopin mengeluarkan etude-etude ciptaannya, dia tidak hanya memberi suatu tantangan teknik yang baru, tetapi juga untuk pertama kalinya membuat suatu etude menjadi karya yang tidak hanya layak namun juga digemari dimainkan di ajang konser.
Sebelumnya etude piano hanya sejauh dipelajari oleh murid-murid piano pada masa belajarnya dan tak akan dipentaskan karena tidak memiliki isi maupun artistik musik yang cukup berarti. Etude Chopin sebaliknya melopori penggabungan isi musik yang berbobot dengan tantangan teknik permainan yang mana membentuk suatu artisitas musik yang lengkap. Karyanya menjadi suatu produk dari keahlian Chopin menggabung dua hal ini, dimana sebelumnya teknik dan emosi atau perasaan harus dilakukan secara terpisah.
Kesan ini sangat terasa bilamana etudenya dibandingkan dengan etude Czerny yang dianggap oleh kritikus musik masa kini “secara emosional tak berisi.” Chopin merasa bahwa intelek dan emosi tidak boleh dipisahkan. Justru suatu etude harus dapat mengeluarkan fantasi dari suatu ekspresi yang tercipta tanpa dibatasi kelemahan teknik.
Pengaruh dari etude Chopin ini sangat besar terhadap karya-karya komponis yang lain, seperti Franz Liszt, yang mana ikut menciptakan etude konser setelah bertemu dengan Chopin. Selain itu, Schumann, Debussy, Prokofiev dan Rachmaninoff turut serta membuat etude-etude dengan gaya Chopin, yaitu dengan melody yang heboh dan dalam bentuk ternary form. Oleh musikologis modern, Chopin Etude dianggap sebagai suatu demonstrasi dari formula yang baru dan khas dalam menulis suatu etude. Dan terlebih lagi Chopin Etude mengangkat bentuk lagu etude menjadi suatu seni yang artistik, bukan lagi hanya sekedar latian jari yang walau dengan bosan harus dipelajari.
Pengaruh dari etude Chopin juga dapat kita jumpai dalam dunia saat ini. Beberapa etudenya muncul dan digunakan dalam musik pop, film dan pertunjukan televisi. Opus 10, no. 3 sering dipakai dalam film yang berbau intimasi maupun drama, dari Hollywood maupun yang dibintangi Jay Chou (dimana dia memainkan Opus 10, no. 5). Artis Jepang, Takayuki Ishikawa, dan Maxim mengaransir Opus 10, no. 12 ke dalam bentuk dance musik. Beyonce memakai sequence dari Opus 25, no. 11 sebagai filler dalam salah satu lagunya.
Komponis sebelum Chopin, seperti Hummel, Moscheles, Weber dan Czerny, banyak menulis etude berisikan sekuens tangga nada. broken chords, dan arpeggio yang mengacu pada teknik piano jaman barok yang kemudian dikembangkan oleh Mozart dan Beethoven di jaman klasikal, yaitu posisi jari pada lima not, dengan jempol menghindari tuts hitam dan lompatan lebih dari interval 10 jarang ditemukan.
Tidak seperti halnya dengan etude teknik sebelum Chopin, yang mengharuskan penggunaan gerakan jari sepenuhnya dalam bermain piano dan bebas dari gerakan-gerakan tangan yang lain (Clementi salah satu penganut teknik permainan seperti ini dimana dia selalu menaruh koin diatas tangan muridnya dan menghendaki koin itu tak boleh jatuh dari tangan), etude Chopin justru membutuhkan kerjasama antara seluruh bagian tangan mulai dari gerakan punggung, lengan atas, lengan bawah, pergelangan dan terakhir jari.
Sebagai contoh, Opus 10, no. 1 berisikan broken chord yang sangat lebar dimana nampaknya hanya dapat dimainkan oleh pianis yang berjari panjang. Namun, siapapun dengan ukuran tangan apapun dapat memainkan etude ini bila menggunakan gerakan lengan dan pergelangan yang harmonis.
Sementara, Opus 25, no. 10 yang berisikan permainan rentetan oktav ini sangat membutuhkan latihan gerakan yang fleksibel namun kuat dari elangan tangan dan punggung Abby Whiteside, seorang pedagog piano Amerika ternama di abad 20, membuat suatu pernyataan bahwa Chopin etude adalah bukti dari segalanya bahwa seluruh teori penggunaan dan penguatan otot-otot jari untuk memainkan piano adalah suatu kesalahan total.
Hampir di setiap etudenya, Chopin menggunakan suatu tema utama di depan, tema pengembangan di tengah, dan akhirnya kembali ke tema utama. Umumnya, setiap etude ini cukup pendek dan durasinya di bawah lima menit. Dalam set yang pertama, Opus 10, setiap etude dipasangkan dengan relatif kunci mayor dan minornya, kecuali nomor 7 dan 8. Contoh: pertama di C mayor, dan kedua di A minor. Tetapi di set yang kedua, Opus 25, hanya dua pertama dipasang dengan cara yang sama. Disengaja atau tidak, mulai nomor 5 sampai 9 berakhir dan dimulai dari note yang sama.
SKETSA KECIL UNTUK KARYA BESAR
Etude-etude Chopin ibarat sebuah sketsa-sketsa kecil bagi sebuah karya besar. Chopin menggunakan etudenya sebagai bahan dan sumber inspirasi bagi karya-karya besarnya. Chopin mendedikasikan 12 etude Opus 10 ciptaannya kepada Franz Liszt, dan 12 etude opus 25 kepada seorang bangsawan bernama Marie d’Agoult. Ke-24 etude ini merupakan pemurnian dari cara dan teknik pianisitik yang saat itu sedang menikmati jayanya.
Terciptakan dari struktur tangan yang berjari panjang dengan hentangan yang sangat lebar, teknik permainan piano Chopin adalah unik dan lain dari pada yang lain. Pada bulan Oktober 1829, Chopin menulis kepada temannya, Titus Woyciechowski, “Aku telah menciptakan sebuah grand etude dalam gaya dan caraku sendiri”.
Segala konsep dan prinsip konvensional dalam teknik bermain piano pada saat itu menjadi absolut dan berevolusi sejalan dengan perubahan struktur dan mekanisme piano di jaman itu. Penemuan mekanisme double escapement oleh Sebastian Erard di tahun 1822 mengubah kemampuan teknikal dari piano Beethoven menjadi piano Chopin. Etude Chopin tercipta karena peningkatan kemampuan mekanisme piano ini.
Performa respons piano meningkat jauh lebih cepat setelah inovasi double escapement, memungkinkan permainan repetisi yang efektif. Frame piano yang sebelumnya dari kayu kini memakai besi sehingga memungkinkan tekanan dari tarikan senar yang lebih besar (alhasil volume suara yang lebih besar) dan jumlah oktaf yang lebih banyak.
Bagi Chopin, teknik permainanpun harus mulai meninggalkan cara ortodoks lama demi kebebasan dalam menciptakan segala kemungkinan tekstur dan warna suara yang baru. Rentetan nada tidak lagi terbatas dalam bentuk tangga nada, arpeggio, broken chords dan oktaf. Penjarian tidak lagi harus menuruti sistem konvensional. Tekstur komposisipun berkembang lebih dinamis dan variatif.
Semua perkembangan ini Chopin rangkum dalam etudenya. Bak sketsa-sketsa kecil, Chopin menggunakan etudenya sebagai bahan sumber inspirasi karya-karya besarnya. Teknik permainan yang dia kembangkan dalam etudenya menjadi standard dalam komposisi-komposisi terbaiknya. Berikut ini adalah uraian teknik permainan baruyang Chopin gunakan dalam 24 etudenya:
Ibu Jari di Tuts Hitam
Bagi Chopin, ibu jari dapat mendarat pada tuts hitam selazimnya pada tuts putih. Teknik ini dapat dijumpai pada opus 10, no. 4, 5, 8, 9 dan opus 25, no. 1, 8, 12. Posisi 5-jari yang supel, walau tak umum dan nyaman, menjadi obyek pengasahanteknik yang diperkenalkan Chopin dalam etude-etude tersebut.
Arpeggio
Bilamana bagi pendahulu Chopin adalah umum untuk memainkan arpeggio dengan dua tangan saling bersilang, Chopin cenderung memilih untuk mengembangkan teknik “crawling” yang menguasai seluruh permukaan keyboard dengan leluasa tanpa bantuan silang tangan. Dia justru mempertahankan kesinambungan dari sebuah kalimat lagu, baik berupa melodi maupun arpeggio atau broken arpeggio, dimainkan dengan satu tangan, tanpa diganti (walaupun memungkinkan untuk mempermudah permainan). Etude opus 10, no. 1, 8 dan opus 25, no. 1, 5.
Tangga Nada Kromatis
Permainan tangga nada kromatis yang biasanya dilakukan dengan jari 1, 2 dan 3 justru diolah oleh Chopin untuk melatih kesupelan jari-jari yang lemah: 3, 4 dan 5. Opus 10, no. 2 memberi tantangan teknik yang luar biasa sulit bagi pianist. Etude ini nyaris tak pernah dimainkan dalam resital piano maupun kompetisi piano dunia. Dalam mempertahankan stamina bagi para jari-jari kecil ini menyelesaikan 4 halaman penuh dengan tangga nada kromatik ini dibutuhkan suatu teknik permainan yang supel dan fleksibel. Usaha memperkuat jari 3, 4, 5 ataupun penggunaan gerakan jari yang berlebihan justru membuat etude ini mustahil dikuasai.
Teknik yang diperoleh dari latihan etude ini dapat dimanifestasikan dalam bentuk voicing yang terkontrol dengan baik saat pianist diminta untuk memainkan kalimat melodi dengan jari 3, 4 dan 5. Dalam etude opus 25, no. 11, dapat dijumpai permainan broken chromatic yang cukup rumit dengan nada harmoni di sela-sela nada kromatisnya. Penguasaan terhadap teknik ini akan memberi modal dasar dalam memainkan kalimat-kalimat cadenza-recitative yang banyak dijumpai dalam karya-karya Liszt.
Permainan Cantabile dan Polifonik
Setiap note melodi di etude opus 10, no. 3 dapat dengan luwes dan kontrol yang optimal dimainkan dengan kualitas cantabile setelah mempelajari etude opus 10, no. 2. Opus 10, no. 6 dan opus 25 No. 7 membutuhkan pergelangan tangan yang supel untuk menghidupkan nada-nada melodi menjadi suatu nyanyian merdu. Terlebih lagi tekstur polifonik dalam kedua etude tersebut merupakan sebuah duet antara 2 suara dengan iringan diantaranya. Ketrampilan teknik bermain polifonik adalah sasaran dari etude tersebut.
Diminished Seventh Dalam Berbagai Bentuk dan Kunci
Sekuens kord diminished-seventh (dim 7) yang dijumpai di bagian tengah etude opus 10, no. 3 adalah salah satu dari permainan broken-chord dim 7 dalam kunci beragam yang Chopin tuangkan dengan berbagai cara dan bentuk variasi dalam etudenya. Opus 10, no. 1, 4, 6, 7, 8, 11 dan opus 25, no. 3, 4, 6, 8, 11 juga memiliki model sekuens dim 7. Penggunaan kord dim 7 lazim digunakan dalam kadenza, bagian development dari sonata, modulasi dan kalimat recitative.
Bentangan Jari Yang Lebar
Chopin menulis etude opus 10, no. 1, 9, 11 dan opus 25, no. 3, 4, 5, 8, 9, 11 dengan maksud melatih kelebaran hentangan jari dalam memainkan kord yang lebih dari satu oktaf. Memiliki jari yang relatif panjang, Chopin menggunakan kord berinterval 10 dan 11 lebih sering dari pendahulunya. Namun banyak orang salah mengertikan antara jari panjang dengan hentangan lebar. Pianist yang berjari panjang belum tentu memiliki hentangan yang lebar. Demikian pula, pianist yang bertangan dan jari kecil dapat dengan mudah menggapai interval 10 pada tuts hitam bila memiliki hentangan yang baik. Komposer setelah jaman Chopin memakai kord lebar, seakan menjadi suatu standard bagi setiappianist untuk dapat melakukannya tanpa kesulitan. Liszt, Rachmaninoff, Scriabin, Stravinsky hanyalah sebagian kecil dari komposer yang meminta teknik stretching dalam hampir seluruh karya mereka.
Repetisi
Teknik repetisi nada dapat ditemukan pada etude opus 10, no. 6 secara ekstensif. Walau demikian teknik penggantian jari pada not yang sama juga terdapat dalam etude opus 10, no. 4, 9 dan opus 25, no. 12. Pengajaran penggunaan jari yang berbeda dalam memainkan repetisi nada (nada yang diulang lebih dari sekali secara berturut) sangat penting diberikan mulai dari tahap awal belajar piano. Kebiasaan penggantian jari yang berbeda melatih konsep pemikiran yang mana saat melakukan repetisi seakan memainkan nada yang berbeda denganjari yang berbeda, namun di tuts yang sama Kondisi mekanik piano juga menjadi faktor penentu berhasil tidaknya permainan repetisi. Tuts dengan mekanisme respon balik yang lambat tidak memungkinkan eksekusi repetisi yang cepat dan rata.
Thirds, Sixths dan Octaves
Permainan tertz baik dengan dua maupun satu tangan sudah menjadi standard dalam karya Mozart, Beethoven dan Czerny. Chopin hanya membawa kesukaran teknik ini pada level yang lebih menantang dalam opus 25, no. 6. Etude opus 25, no. 8 menggunakan sextet baik di tangan kanan maupun kiri sementara perpaduan antara sextet dan broken octaves dapat ditemukan dalam opus 10no. 10. Teknik oktaf mendapat peran penting semenjak jaman romantik hingga modern. Tanpa permainan oktaf yang supel dan kuat, seorang pianist seakan lumpuh untuk memiliki karya masterpiece jaman romantik dan jaman selanjutnya dalam bekal repertoire-nya. Chopin dengan khusus menulis 6 etude untuk pelajaran oktaf; opus 10, no. 9, 10 dan opus 25, no. 3, 4, 9, 10.
Permainan Leggiero
Permainan ringan, lembut dan menerawang (transparent) merupakan ciri khas pribadi permainan Chopin. Kontroversi tentang fisik Chopin yang lemah menjadi bahan debat para musikologis untuk menjelaskan permainan Chopin, yang menurut murid-murid dan sahabat terdekatnya, tak pernah melampaui forte. Bagaimanapun juga fakta bahwa Chopin selama masa dewasanya hidup di Paris tidak dapat dianggap tak berpengaruh terhadap karakter permainan composer impressionist, Debussy dan Ravel (keduanya berasal dari negara yang sama, Perancis), yang ringan dan tranparan. Manuskript pertama yang ditulis Chopin pada opus 10, no. 2, 6, 8, 9, 11 dan opus 25, no. 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9 bertuliskan kata leggierissimo, dan untuk opus 10 no. 8 leggierissimo e legatissimo. Entah mengapa dalam cetakan edisi manapun kata tersebut terhapus lenyap tanpa jejak. Kononnya, murid- murid Chopin merasa bahwa etude ini tidak akan terasa amat sulit bila dimainkan dengan ringan dan lembut sehingga mereka melakukan beberapa editing termasuk pemberian angka metronome yang sangat tinggi pada setiap etude demi memamerkan kesulitan abadi dari etude Chopin.
Ornamentasi
Dua etude berisi latihan permainan ornament seperti trill di opus 25, no. 3 dan acciaccatura di opus 25, no. 5. Etude opus 10, no. 11 melatih glissando kord secara ekstensif beserta dengan ornament acciaccatura di sela-selanya.
Arpeggiated Broken Octave
Chopin melopori dan mempopulerkan permainan oktaf yang dimainkan bak sebuah arpeggio ke atas dan bawah. Teknik permainan ini banyak ditemukan dalam karya Chopin yang lain baik di Waltz, Ballade, Scherzo, Piano Sonata maupun Concerto-nya. Etude opus 25, no. 12 melatih pergantian ibu jari dengan jari kelingking segesit mungkin dari awal hingga akhir komposisi tanpa henti.
KATEGORI BERDASARKAN KESULITAN TEKNIK
Setiap etude Chopin memiliki tingkat kesukaran yang berbeda bagi setiap pianist. Etude termudah bagi pianist A bisa jadi adalah etude yang sulit bagi pianist B, begitupun sebaliknya. Hal ini dikarenakan karakter fisik tangan, koordinasi maupun inteligensi musikal tiap pianist yang beragam dan variatif. Walau demikian, num dan bagi kepentingan pedagogy, maka bilamana etude Chopin opus 10 dan 25 harus dibagi sesuai dengan tingkat urutan kesukarannya, maka akan terbagi dalam 4 kategori klasifikasi:
I. Homofonik
Dengan tekstur homofonik berupa melodi dan iringan, masing-masing etude dalam kategori ini berfokus pada satu jenis teknik permainan tertentu. Bagi murid piano, opus 10, no. 1, 9, 11 dan opus 25, no. 2, 3, 4, 9, 12 merupakan etude perkenalan yang cocok dipelajari untuk petama kalinya setelah mereka sebelumnya menyelesaikan etude Czerny opus 740.
II. Melodi Cantabile dan Kontrapuntal
Pembentukan frase kalimat, permainan legato dan cantabile, serta koordinasi antara dua kalimat melodi menjadi sasaran dalam etude opus 10, no. 3, 6 dan opus 25, no. 7. Kematangan musicianship diperlukan untuk memainkan etude-etude tersebut dengan baik.
III. Agility
Pada dasarnya, etude opus 10, no. 2, 4, 5, 7, 8, 10, 12 dan opus 25, no. 1, 5, 8 memiliki atribut dan tekstur yang sejenis dengan etude-etude dalam kategori pertama. Namun disini tingkat kesukaran teknik yang dihadapi jauh lebih rumit dan factor ketahanan (endurance) menjadi suatu permasalahan yang hanya dapat diatasi dengan pemahaman penuh akan cara bermain dengan menggunakan gerakan-gerakan pergelangan, tangan atas dan punggung yang supel dan tidak tegang.
IV. Extreme Endurance
Etude opus 25, no. 6, 10, 11 merupakan 3 etude tersulit karena permintaan penguasaan teknik yang sangat tinggi sebelum dapat ditaklukan. Berbagai latihan tertz, oktaf, broken chord dan tremolo perlu dikuasai jauh terlebih dahulu sebelum terjun ke dalam tiga etude tersebut. Ada baiknya bila seorang murid mempelajari etude ini pada awalnya sejauh mengenal not dan dapat memainkannya dengan lancar pada tempo yang cukup lambat. Lalu tinggalkan etude-etude tersebut untuk mempelajari karya-karya atau etude lainnya. Setelah melewati dan menguasai teknik-teknik yang diperlukan seperti tersebut diatas maka mempelajari kembali ketiga etude ini dapat memberi wawasan dan pendekatan yang berbeda dan lebih terbuka.
TANDA TEMPO DAN PIANO CHOPIN
Demi melenyapkan keraguan murid maupun guru piano dalam mempelajari etude Chopin, maka fakta bahwa Chopin bukan penulis angka metronome yang tertera pada edisi manapun yang menerbitkan etude Chopin perlu menjadi pengetahuan umum. Tanda tempo yang masih bisa dipercayai orisinalitasnya hanya sejauh kata sifat dalam bahasa Italia, seperti: Vivace, Lento, dan sebagainya.
Semenjak Chopin menerbitkan etudenya di tiga negara, Jerman, Inggris dan Perancis, murid-murid Chopin banyak mendapat tawaran untuk mengedit dan memberi komentar pada edisi terbitan mereka masing-masing. Mikuli, Tellefsen, Gutmann, Wolff and Fontana memberi pendapat dan tanda indikasi penjarian, dinamika maupun tanda pedal yang berbed; bahkan banyak yang berlawanan.
Merekapun masing-masing seakan berlomba memasang angka metronome tertinggi sesuai dengan kemampuan permainan mereka. Jadi, apakah kecepatan tinggi yang tertulis menunjukan maksud dari sang komposer secara konkret? Tidak. Apakah berarti kecepatan tersebut tidak realistis? Bisa jadi kecepatan tersebut realistis. Grand piano Chopin sangat berbeda dari grand piano modern. Pada jaman itu walau dengan inovasi-inovasi baru, tarikan senar masih lemah dan dengan senar yang lebih ringan juga soundboard yang lebih tipis dibandingkan dengan piano modem.
Alhasil, suara yang dihasilkan bersifat eksplosif dan menghilang (decay) dengan begitu cepat. Decay yang cepat ini memberi piano jaman Chopin karakter yang khas. Permainan tangga nada yang cepat akan mengeluarkan rentetan suara nada yang jelas dan cemerlang dibanding bila dimainkan pada grand piano modern. Oleh karena itu budaya permainan di jaman Chopin dan sebelumnya sangat menyukai dan menekankan kecepatan, baknya suatu syarat untuk membuat suara yang cemerlang dari sebuah pianoforte.
Karena legato dan kekuatan sostenuto dari piano jaman itu sangat terbatas, maka movement atau karya yang lambat lazimnya dimainkan jauh lebih cepat daripada umumnya saat ini. Hal ini dapat dilihat pada edisi-edisi abad-19, dimana Chopin sendiri mulanya menulis tanda tempo vivace pada etude opus 10, no. 3. Di edisi berikutnya dia menambah kata ma non troppo. Terlebih lagi, grand piano di jaman Chopin memiliki touch yang sangat ringan, dua-per-tiga dari standard touch yang dijumpai pada grand piano modern. Alhasil, siapapun dengan mudah dapat memainkan glissando oktaf dan glessando tuts hitam pada piano jaman itu. Angka metronome pada etude Czerny maupun etude Chopin pun tidaklah mustahil untuk direalisasikan pada piano mereka.
Pada saat itu ukuran grand piano terbesar hampir menyerupai ukuran Steinway model C (227 cm), tapi dengan berat hanya 204 kg, setengah dari berat Steinway C. Skala kekuatan dinamika dari grand piano tersebut lebih lemah daripada grand piano modern. Volume suara paling besar sama dengan setengah dari Steinway model C, sementara Steinway mampu dimainkan jauh lebih lembut dibandingkan dengan pianoforte jaman Chopin, baik buatan Erard maupun Pleyel.
Adalah tidak bijaksana bila seseorang membatasi kemongkinan dari interpretasi maupun eksekusi dalam memainkan de Chopin hanya karena sebuah edisi berkata demikian. Dengan mengetahui latar belakang dari penciptaan karya besar ini, kita dapat memiliki pertimbangan yang lebih matang dalam menentukan penjarian, dinamika, kecepatan, tempo rubato, pedaling dan interpretasi yang akan diambil.
Sebagai akhir kata, setelah semua sejarah kita pelajari, segenap konsiderasi kita pertimbangkan, mungkin kita perlu bertanya kepada diri sendiri, “Apakah Chopin akan menyukainya dengan cara ini?”. (Henockh Kristianto, pianis)