JENNIFER CHRYSANTHA ’Bersikaplah Terbuka’

129

Article Top Ad

SEMPAT mengalami “homesickness”  cukup lama saat mengawali kuliah musiknya di Cleveland Institute of Music, USA, Jennifer Chrysantha bisa mengatasi masalah psikologisnya itu dengan menyadari bahwa situasi sendirian di negara orang dan jauh dari orangtua itu, ternyata bagian dari cara semesta mendewasakannya. Bagaimana ia keluar dari perasaan kesepian itu? Berikut bincang singkatnya dengan sosok melankolis ini.

Bagaimana masa kecil Anda dan bagaimana Anda terhubung dengan musik?
Mama saya adalah guru piano, mengenalkan piano sejak saya umur 4 tahun. Seperti anak kecil umumnya, saya masih senang bermain. Piano hanya sebagai selingan saja. Seiring berjalannya waktu, saya mulai mengikuti kompetisi piano dan sering mendapat juara 1 dan juga meraih high score di ujian-ujian ABRSM. Hal itu menumbuhkan kebanggaan dan semangat belajar. Selain dengan mama, saya juga belajar dengan bapak Hendrata Prasetia, sampai kemudian dipertemukan dengan Bapak Iswargia Sudarno di Jakarta Conservatory of Music pada umur 11 tahun. Saya pun belajar dengan beliau, dan saya harus mengakui beliau banyak memberi pengaruh dalam menumbuhkan ketertarikan dan pendalaman saya terhadap piano. Beliau salah satu influence terbesar saya dalam bermusik. Saya belajar di Jakarta Conservatory of Music cukup lama, dari umur 11 tahun sampai saya melanjutkan studi ke luar negeri.

Apakah hanya piano? Bagaimana minat Anda di bidang lain?
Sejujurnya banyak bidang yang saya minati. Di sekolah, saya sangat tertarik dengan matematika dan bahasa Inggris. Saya dulu sempat dipilih untuk mengikuti lomba-lomba di bidang itu di sekolah. Saya memutuskan untuk mendalami musik karena menurut saya musiklah yang bisa mengekspresikan emosi dan perasaan saya, dan piano menjadi teman dekat yang paling mengerti emosi dan perasaan saya.

Article Inline Ad

Starting point apa yang membuat Anda memutuskan untuk serius belajar musik?
Starting point-nya adalah setelah saya menang di kompetisi piano Steinway yang pertama di Indonesia, tahun 2012. Terus terang, kemenangan itu menjadi motivator kuat bagi saya. Saat itu saya mendapat kesempatan untuk berangkat ke Singapura dan bertemu dengan pianis dari negara lain. Hal itu membuka wawasan saya menjadi lebih luas, dan makin memantapkan pilihan saya untuk serius di musik.

Anda sering ikut kompetisi piano. Pernah kalah? Bagaimana Anda memaknai kemenangan dan kekalahan dalam kompetisi piano?
Iya pernah sih. Saya pernah kalah saat ikut kompetisi Etlinggen di Jerman. Pada saat itu saya sedih karena saya sudah berusaha maksimal untuk tampil di kompetisi tersebut. Saya sempat down setelah kompetisi itu. Tapi, saya berusaha untuk berlatih lebih giat lagi dan tidak menjadikan kekalahan sebagai akhir dari segalanya. Sikap yang terbaik adalah, menerima kekalahan dengan jiwa besar, tetap menjaga semangat, dan mempersiapkan diri lebih baik lagi untuk kompetisi-kompetisi berikutnya. Ini akan membuat kita tetap gembira, selalu bersemangat dan siap menghadapi tantangan berikutnya. Jadi walaupun kalah, kita harus tetap percaya diri. Ini modal penting bagi siapa pun yang ingin mengetahui cara menjadi seorang musisi hebat. Membangun kepercayaan diri harus dibangun dalam rentang waktu yang panjang, melalui jatuh dan bangun, kalah dan menang.

Tentang pilihan Anda di musik, bagaimana sikap orang tua?
Orang tua saya tidak keberatan meskipun pada awalnya papa saya tidak yakin dengan pilihan saya. Tapi akhirnya mama dan papa saya sepakat mendukung keputusan saya kuliah di bidang musik. Beliau memberi saya kesempatan untuk belajar dengan guru-guru yang dapat mengembangkan kemampuan bermusik saya. Mereka mengantar dan menemani ketika saya harus keluar negeri dan keluar kota untuk konser maupun kompetisi piano. Mereka juga selalu memberi semangat dan mendoakan ketika saya menghadapi up and down dalam studi piano saya.

Bagaimana Anda bisa belajar di luar negeri?
Terus terang dulu saya tidak kepikiran sama sekali bahwa saya bisa sekolah di luar negeri. Saat saya mantap dengan keputusan untuk sekolah musik, saya mulai mencari informasi sekolah musik di Indonesia. Saat itu, saya baru tahu bahwa di Indonesia hanya ada dua sekolah yang menawarkan pendidikan musik di level kuliah. Awalnya, saya berpikir untuk masuk ke sekolah musik di dalam negeri. Namun seiring berjalannya waktu, saya terbuka dengan kesempatan dan sekolah musik di luar negeri. Saya kemudian memberanikan diri mendaftar ke universitas di Singapura dan di Amerika. Puji Tuhan, saya diterima di berbagai sekolah dan mendapat kesempatan untuk mempertimbangkan opsi saya. Jujur saya sangat bingung pada saat itu, karena saya anak pertama yang berarti saudara-saudara saya belum pernah ada yang punya pengalaman sekolah di luar negeri. Saya sama sekali tidak punya bayangan gimana rasanya tinggal sendirian dan sangat jauh dari rumah. Saat itu saya sebenarnya diterima di YST Singapura dan mempertimbangkan untuk sekolah di Singapura saja karena saya pikir jaraknya lebih dekat dengan rumah. Namun setelah berdoa dan berdiskusi dengan mama dan papa, saya memutuskan untuk memulai studi saya di Amerika, dan diterima di Cleveland Institute of Music, Ohio, USA, dibimbing Profesor Antonio Pompa-Baldi, dan lulus dengan gelar Bachelor of Music tahun ini. Dan tahun ini juga, saya diterima di Juilliard School, a world leader in performing arts education, untuk ambil gelar Master.

Selama di luar negeri dan jauh dari keluarga, bagaimana perasaan Anda?
Pada awalnya, yang paling saya rasakan adalah homesickness. Benar-benar merasa sendirian di negara orang dan menjadi orang asing hahaha….Sebelum ini, saya belum pernah tinggal sendirian dalam jarak yang begitu jauh dan dalam waktu yang lama. Selama ini saya sangat dekat dengan keluarga, jadi ketika tinggal sendirian berasa sangat aneh buat saya. Meskipun sekarang teknologi sudah maju dan sangat gampang menghubungi keluarga melalui videocall, suasana terasing tetap tidak bisa dihilangkan. Saya mengatasi situasi ini dengan berusaha lebih mandiri dan banyak bergaul dengan teman-teman baru. Meskipun begitu, tinggal sendiri tetap susah menurut saya. Mau tidak mau, saya dipaksa harus menyesuaikan diri dengan cara mengikuti kultur dan budaya di Amerika. Tantangan besar saat saya pindah ke Amerika adalah bagaimana beradaptasi di lingkungan baru dan pergaulan yang berbeda. Saya merasakan perbedaan kultur yang cukup besar sehingga saya harus menyesuaikan diri.

Bagaimana dengan pengajaran musik di luar negeri. Apa yang membuat Anda bersemangat?
Pengajaran piano di luar negeri secara keseluruhan lebih well rounded. Konservatori disana mengajarkan kita untuk menjadi musisi yang bukan hanya fokus terhadap piano tetapi juga paham sejarah dan teori yang mendasari permainan piano. Murid-murid disana sangat penuh semangat dan itu membuat saya jadi lebih bersemangat dalam bermusik dan berkolaborasi dengan musisi lainnya.

Bagaimana mengatasi rasa jenuh dalam proses belajar?
Rasa jenuh dalam proses belajar itu normal dan pasti semua orang mengalaminya. Kalau pas lagi jenuh, saya biasanya memainkan lagu baru yang tidak harus saya pelajari buat kurikulum sekolah. Saya juga kadang mencari penyegaran bersama teman-teman dan melakukan kegiatan lain diluar musik. Menurut saya, penyesuaian diri di lingkungan baru dengan teman-teman baru dan bahasa asing, merupakan tantangan untuk saya saat pertama kali tinggal di Amerika. Namun dengan keinginan untuk beradaptasi, saya bersosialisasi dan dengan berkembangnya waktu, saya menemukan komunitas dan teman-teman yang akhirnya membuat saya merasa seperti di rumah sendiri

Bagaimana Anda memotivasi diri?
Dengan mengingat tujuan awal saya dalam bermusik. Professor saya juga sangat menginspirasi saya untuk terus melakukan yang terbaik dan bermain piano dengan maksimal. Bimbingan dan dukungan orang tua saya juga membantu, apalagi saat saya sedang merasa kurang percaya diri.

Apa yang membuat Anda yakin dengan pilihan memperdalam musik?
Saya yakin dengan pilihan saya untuk mengejar karir di bidang musik karena saya passionate dengan musik dan ingin menuntaskan apa yang sudah saya usahakan sejak saya kecil. Meskipun sudah bertahun-tahun belajar piano, saya rasa selalu ada hal baru dan repertoire baru yang bisa saya pelajari dan terapkan di setiap penampilan saya.

Apa yang membuat Anda yakin mampu bersaing di dunia musik yang Anda pelajari?
Setelah bertahun-tahun belajar piano, saya melihat dan merasakan perkembangan dalam diri saya yang membuat saya yakin saya bisa maju dan berkembang jadi lebih baik. Kepercayaan diri adalah kuncinya. Untuk bisa bersaing di dunia musik, sangat penting untuk fokus ke perkembangan diri dan tidak membandingkan dengan orang lain. Awalnya saya gugup karena begitu banyak anak-anak yang bertalenta. Namun, mereka menjadi sumber inspirasi saya untuk menjadi pianis yang lebih baik.

Menurut Anda, apa yang diharapkan dari effort dan kesungguhan Anda dalam belajar musik?
Saya berharap studi saya di piano bisa membuat saya menjadi pianis yang bisa membanggakan Indonesia di kancah internasional. Saya ingin ikut andil dalam memajukan pendidikan musik di Indonesia, untuk anak-anak yang cinta musik dan ingin belajar. Saya bercita-cita untuk menjadi pianis. Namun, ke depannya saya juga ingin menggunakan kemampuan saya untuk mengenalkan piano kepada anak-anak muda di Indonesia dan membantu mereka menemukan rasa cinta kepada musik.

Anda akan mengambil Master di Juilliard. Bagamana prosesnya sampai bisa diterima di Juilliard?
Prosesnya lumayan panjang. Saya mengirim video pre screening dan essay dulu sebagai audisi tahap pertama. Setelah diterima di tahap pre screening, saya kemudian datang ke sekolahnya in person untuk audisi in person. Saya memilih Juilliard karena merupakan salah satu sekolah impan saya sejak kecil. Saya pernah belajar di Pre-college Juilliard dengan Professor Hung-Kuan Chen. Saat S1 saya memutuskan untuk pindah dari New York karena saat itu saya masih belum cukup berani untuk tinggal sendiri di kota yang besar. Setelah beberapa tahun tinggal di US dan setelah saya bisa beradaptasi di US, akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan master degree saya kembali di New York. Saya juga mendapatkan beasiswa sangat besar untuk program master degree di Juilliard sehingga menurut saya bersekolah di Juilliard ini adalah keputusan yang tepat.

Apa pesan Anda bagi mereka yang akan memulai belajar musik di luar negeri?
Saran saya adalah, mulailah riset dan mencari informasi sekolah-sekolah yang ingin dimasuki, juga tentang kota dan area sekolah itu. Sangat penting untuk coba memainkan repertoire audisi mereka di depan banyak penonton. Jika telah diterima, segeralah menyesuaikan diri dengan lingkungan, bersikap terbuka dan bergaulah dengan banyak orang. Jangan menyendiri dan menjadi terasing. Seraplah ilmu dari orang-orang hebat, dan gunakan fasilitas pengajaran untuk memperluas pemahaman. Tetap tekun dan selalu mau mendengar pendapat orang lain. Rendah hati, dan tetap bersemangat untuk mendapatkan ilmu yang baru

Bagaimana pendapat Anda tentang Piano Steinway?
Piano Steinway adalah piano yang paling saya sukai. Sejak kuliah, saya selalu latihan di piano Steinway. Hampir semua venue dan concert hall dimana saya pernah tampil juga
menggunakan piano Steinway. Piano Steinway sangat mendukung saya untuk mengeksplor segala jenis suara dan touch yang ingin saya capai. Piano Steinway juga mempunyai touch yang sangat sensitif dan telah mengijinkan saya untuk mengekspresikan diri dalam permainan musik saya. (*)

Article Bottom Ad