Kajian Psikologi ’Memory Loss’

184

Article Top Ad

FENOMENA lupa atau hilangnya ingatan yang banyak dialami para pemain musik, menarik perhatian orang untuk mencari sebab-sebabnya. Berbagai pendekatan yang dilakukan, dan kesimpulan yang dihasilkan, cukup menarik untuk melihat mengapa kecenderungan untuk lupa itu bisa menyerang siapa saja, amatir atau professional sekalipun.

Tahun 1885, seorang psikolog Jerman, Ebbinghaus mengembangkan sebuah penelitian tentang memori atau daya ingat. Secara lebih khusus, ia mempelajari proses terjadinya lupa. Mengapa seseorang bisa lupa. Ia menghubungkan sebuah rangkaian studi berdasarkan memorinya sendiri dengan membuat daftar panjang kata-kata secara acak. Langkah pertama Ebbinghaus adalah, mencoba menghitung berapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk mengingat kembali daftar yang ia buat sebelumnya.

Kemudian ia mencoba mengetes ingatannya dan memperoleh hasil waktu yang bervariasi, mulai 20 menit hingga 30 menit. Setelah menjalani serangkaian tes, ia sampai pada langkah berapa banyak waktu yang ia butuhkan untuk mempelajari kembali daftar itu. Melalui serangkaian studi yang panjang, Ebbinghaus dapat mendiskripsikan pola-pola yang dialaminya ketika ia lupa.

Article Inline Ad

Ia kemudian mengembangkan sebuah “kurva kelupaan” yang menunjukkan bahwa kebanyakan lupa terjadi relatif lebih cepat dan setelah seiring berjalannya waktu, kecepatan untuk lupa semakin menunjukkan penurunan. Selama beberapa dekade mengikuti experimen Ebbinghaus, proses lupa dianggap berasal dari kekurangan atau kerusakan. Teori kerusakan membuahkan pernyataan sederhana bahwa bila sebuah memori tidak digunakan maka akan berangsur-angsur pudar. Dalam waktu yang relatif lama hal itu menyebabkan terjadinya lupa.

Tahun 1932, seorang psikolog bernama John McGeoch memperdebatkan teori kerusakan. Menurut McGeoch, berjalannya waktu tidak menyebabkan kelupaan karena lupa itu bukan proses yang pasif, tetapi akan lebih baik bila dengan membuatnya aktif. Untuk mengilustrasikan lupa dengan teorinya ini, ia menganalogikan dengan proses terjadinya oksidasi yang dapat menyebabkan logam berkarat.

Memang benar bahwa ketika logam tidak dipergunakan dalam periode yang lama, akan menyebabkan karatan. Namun karat dapat muncul sewaktu-waktu, tidak selalu disebabkan panjangnya waktu. Hal itu disebabkan oleh oksidasi, yaitu sebuah proses aktif yang ada dalam logam itu. Dengan kata lain, bahwa ada sesuatu yang lain selain waktu yang dapat membuat munculnya karat.

McGeoch menantang teori kerusakan Ebbinghaus dengan menyajikan teori miliknya untuk menghitung kelupaan. Adanya interferensi merupakan salah satu penyebab terjadinya lupa. Ini yang dihasilkan oleh McGeoch. Menurut pandangannya, lupa dapat terjadi ketika sebuah informasi baru tiba-tiba masuk mengacaukan informasi lama yang sudah ada dan kemudian membuatnya sulit untuk mendapatkannya kembali. Pemikiran McGeoch tidak berhubungan dengan eksperimen-eksperimen untuk membuktikan kebenaran teorinya, sebagaimana biasanya yang dikerjakan oleh psikolog.

Setelah beberapa dekade penelitian, teori ini secara umum diterima dalam ilmu psikologi bahwa interferensi sangat berperan utama terjadinya lupa. Hal ini tidak hanya berlaku interferensi surut dimana munculnya informasi baru membuat seseorang merasa jauh lebih kesulitan untuk menghadirkan informasi lamanya kembali, tetapi juga berlaku bagi interferensi proaktif, dimana materi yang dipelajari sebelumnya membuatnya mendapatkan kembali informasi baru jauh lebih sulit.

Masuk Akal
Teori McGeoch ini dianggap lebih masuk akal hingga beberapa dekade. Riset tentang “alpa” atau “lupa” selalu mendapat perhatian khusus secara eksklusif yang dalam pembuktiannya selalu dihubungkan antara ‘pengaruh’ dengan ‘kelupaan’. Bahkan banyak penelitian yang muncul kemudian. menggunakan teori interferensi McGeoch sebagai landasannya dalam kajian psikologi. Kebanyakan mereka melupakan bahwa McGeoch pernah mengemukakan sebuah teori kedua tentang kegagalan memori, yang disebut dengan “mengubah kondisi stimulus”.

Menurut pandangan McGeoch, seseorang bisa saja menjadi lupa akan sebuah informasi pada saat ia mencoba mengingatnya, dikarenakan adanya perbedaan setting atau konteks antara informasi yang ia pelajari dengan kondisi saat ia membutuhkan. Sebagaimana dengan interferensi, ini adalah kegagalan untuk mengingat kembali, bukan sekedar lupa. Karena, dalam teori ini dikatakan, informasi itu sebenarnya masih ada hanya saja gagal dimunculkan. Pada saat mempelajari suatu informasi, terdapat keterhubungan antara informasi dengan konteks atau setting dimana informasi itu dipelajari.

Apabila saat berusaha memanggil kembali ia berada dalam konteks atau setting yang berlainan, sudah tentu gambaran tepat dari memori yang sesuai konteks tersebut tidak akan muncul. Kemudian informasi yang keluar berupa kelupaan. Kondisi stimulus, atau konteks dapat didefinisikan sebagai kedua bukti sebagai pemicu. Atau itu dapat menempatkan seseorang pada internal konteks, yang disebabkan pengaruh mood atau psychophysiological.

Baru pada dua dekade terakhir, disiplin ilmu psikologi mulai bersungguh-sungguh untuk mempelajari berbagai efek dari perubahan konteks pada pemanggilan kembali memori. Beberapa fakta-fakta sekarang dipergunakan untuk menguatkan teori tersebut, baik pada manusia maupun hewan. Bahwa, proses mengingat kembali membuahkan hasil lebih baik bila dites dengan menggunakan konteks yang sama sebagaimana ketika ia sebelumnya mempelajari informasi tersebut.

Keterhubungan antara informasi yang dipelajari dengan fisikal atau konteks emosional bisa menjadi tandingan-intuitive yang dipertimbangkan untuk beberapa kasus. Karena, konteks nampaknya menyimpang dari materi yang telah tertanam dan dipanggil lagi. Sebelumnya, banyak penelitian yang menemukan bahwa adanya perubahan dalam penyimpangan isyarat, membuktikan berpengaruh terhadap kemampuannya untuk menghadirkan kembali informasi itu.

Teori pengaruh kondisi stimulus atau ketergantungan pada konteks memori, memiliki implikasi yang berguna untuk mengingat musik yang telah dihapal. Teori McGeoch tentang pengaruh kondisi stimulus misalnya, meramalkan bahwa proses mengingat kembali akan berkurang bila ada sebuah perbedaan antara konteks yang dipelajari dan konteks yang dites.

Dalam menghapal musik, konteks situasi pada saat latihan sangat berbeda pada saat pertunjukan. Dalam konteks latihan, yang menjadi pertimbangan adalah situasi belajar. Sementara dalam konteks performance, yang menjadi pertimbangan adalah sebuah tes ingatan, yakni sejauh mana pemain bisa mengingat apa yang dipelajari dalam latihan. Seringkali konteks latihan berbeda dengan konteks performance.

Banyak guru dan para penampil menyarankan agar saat latihan, membuat seolah-olah pemain berada dalam konteks performance sesungguhnya. Jadi, membuat konteks latihan menyerupai konteks performance. Dalam teori, bila konteks latihan sama atau mirip dengan konteks performance sesungguhnya. kesalahan-kesalahan memori yang akan terjadi dalam performance, dapat dikurangi.

Kegelisahan dan stress adalah satu aspek internal konteks yang banyak dialami para penampil. Manifestasi psikologikal dari kegelisahan mungkin muncul selama pementasan yang semula tidak tampak pada konteks latihan, seperti otot-otot yang kaku dan tegang, tangan yang dingin dan gemetar, nafas tak beraturan, sulit berbicara, gugup, keluar keringat dingin, dan sebagainya.

Hipotetis Alternatif
Meskipun ketegangan dilihat sebagai salah satu penyebab hilangnya memori, sebuah hipotetis alternatif adalah bahwa hilangnya memori atau kesalahan memori mungkin terjadi akibat internal konteks dari dalam diri pemain pada saat performance berbeda dengan pada saat mereka latihan.

Lingkungan psikis antara performance dan latihan dapat juga sangat berbeda. Beberapa hal dari lingkungan psikis muncul dan dapat dihubungkan dengan hasil musikal, misalnya alat musiknya (khususnya bagi pianis), dan akustiknya. Bagaimanapun, beberapa hal lainnya mungkin tidak terlalu berhubungan dengan musik, seperti dekorasi dan lampu, ada baiknya dalam performance maupun latihan, dipertimbangkan.

Hal-hal seperti itu, dan juga hal-hal yang berhubungan dengan musikalitas, mungkin saja memiliki efek pada memori atau daya ingat. Dengan kata lain, ada banyak pengaruh yang bisa membuat seseorang kehilangan memori pada saat performance, yang disebabkan dari internal konteks maupun eksternal konteks. Seorang penampil yang berpengalaman mampu mengenali aspek-aspek ini sehingga ia bisa meminimalkan kemungkinan memory loss pada saat pertunjukannya.

Secara teori, satu cara untuk mengurangi efek yang bisa menyebabkan memory loss adalah dengan berlatih dalam konteks atau lingkungan performance sesungguhnya. Idealnya, para musisi menginginkan sebuah jaminan bahwa ingatannya tidak akan drop pada saat pementasan. Bagaimanapun, ingatan manusia atau kemampuan memori manusia adalah sesuatu yang sangat kompleks.

Satu hal yang bisa kita harapkan adalah sebuah pemahaman yang dalam tentang keterbatasan memori dan faktor-faktor yang mempengaruhi memori. Satu faktor berpengaruh adalah bahwa perubahan dalam hal-hal yang kelihatan tidak relevan dari lingkungan psikis, dapat berpengaruh sangat kuat pada proses menghapal dan mengingat musik. (Dien)

Article Bottom Ad