Setiap musisi selalu berharap bisa tampil dalam sebuah performance yang bagus di atas panggung. Namun seringkali terjadi harapan itu tidak bisa terpenuhi, sekalipun sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin. Selalu ada kesenjangan antara latihan dengan pernunjukan sesungguluya. Dengan kata lain, tidak selalu terjadi bahwa latihan yang baik, akan menghasilkan pertunjukan yang baik. Malah sebaliknya, saat latihan baik. Tapi pada saat pertunjukan sesungguhnya, jeblok. Mengapa?
BILL Moore, seorang performance psychology consultant di Norman, Oklahoma, mengatakan, ada banyak aspek psikologis yang tidak banyak diketahui para musisi, lebih-lebih mereka yang masih dalam taraf belajar musik, yang berpengaruh dalam penampilan seorang musisi di atas panggung.
Celakanya, kata dia, hal ini juga tidak terlalu banyak dipahami para guru musik, sehingga mereka tidak bisa membantu siswa-siswanya mengatasi berbagai pengaruh psikologis yang mengganggu permainan di atas panggung. Pertanyaan yang sering banyak dikeluhkan musisi dan para penampil dalam berbagai tingkat adalah, mengapa ia tak bisa bermain baik, padahal dalam latihan ia baik? Mengapa mereka bisa bermain baik pada saat latihan, tetapi jeblok pada saat pertunjukan sesungguhnya?
Menurut Bill Moore, satu dari alasan utama dalam hal itu adalah, bahwa kebanyakan orang tidak memisahkan apa yang dia sebut sebagai psychological practice skills (keterampilan psikologikal latihan) dari psychological performance skills (keterampilan psikologikal pertunjukan). Padahal, dua skill ini, kata Bill, ibarat buah apel dan jeruk.
Bill memberikan contoh bahwa ada tiga keterampilan psikologikal dalam latihan yang mesti dikuasai oleh musisi atau penampil. Yaitu, pertama, keterampilan untuk memonitor hal-hal yang benar atau kebenaran. Kedua, kemampuan untuk memberi instruksi pada diri sendiri, dan ketiga, kemampuan untuk menganalisa sebab dan akibat dalam memandang kesalahan-kesalahan. “Kecakapan mental spesifik seperti ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan dan memperbaiki keterampilan fisik dan diperlukan selama hampir setiap sesi latihan. Kecakapan mental yang sama ini juga masuk dalam cara Anda menampilkan yang terbaik,” kata Bill.
Tujuan psikologikal utama selama pertunjukan adalah memelihara sebuah fokus yang jelas pada saat itu dan percaya pada apa yang telah dilatih. Namun ini sungguh sangat sulit dilakukan untuk periode waktu lama dan pada sebuah dasar-dasar yang reguler. Bagaimanapun, hal itu harus dilatih selama dalam latihan. Pertama dari tiga mental performance skills utama adalah keberanian dan keteguhan hati. “Saya menyebut keteguhan hati sebagai kemampuan untuk menunjukan kemauan Anda mengatasi dorongan-dorongan negatif dari luar maupun dari dalam,” kata Bill Moore.
Tekanan-tekanan internal biasanya berupa rasa takut, ragu-ragu, terlalu banyak berpikir dan sebagainya, sementara tekanan-tekanan dari luar biasanya berupa harapan yang terlalu tinggi dari orang lain, maupun kondisi-kondisi lingkungan. Keterampilan performance yang kedua adalah, kepercayaan, yakni sebuah kemampuan untuk membiarkan diri mengontrol kebenaran, atau dengan kata lain “percaya pada apa yang telah dilatih”. Pada akhirnya, inilah pusat tujuan perform.
Jenis psychological performance skill yang ketiga dan mungkin satu yang perlu diperhatikan adalah penerimaan (acceptance), yakni sebuah kemampuan untuk melihat hal-hal dengan apa adanya tanpa memberikan penilaian benar atau salah. Ini adalah sebuah keterampilan yang kritis untuk menampilkan penampilan terbaik Anda, dan kadang menimbulkan dilema karena pada dasarnya setiap orang sulit menerima kesalahan. Dengan kata lain, mengakui kesalahan, jauh lebih sulit daripada mengakui kebenaran.
Bill mengatakan bahwa, siswa harus melatih psychological skills untuk menghasilkan permainan terbaik mereka, dan bahwa jenis latihan seperti ini adalah sangat jelas dan terpisah dari latihan yang bersifat pengulangan- pengulangan yang biasanya digunakan untuk mengembangkan dan memperbaiki keterampilan fisik. “I believeg that psychological performance skills must be practiced in during practice if you want them to show up during performance,” kata Bill Moore.
Masalahnya, lanjut Bill, bagaimana guru harus berperan dalam hal ini? Menurut dia, sebuah langkah terbaik yang bisa dilakukan guru dalam mengembangkan psychological performance skills adalah, mengharuskan siswa mengembangkan apa yang dia sebut sebagai sebuah “mastery script”. “Ini terdiri dari menulis dan menjelaskan perasaan bermain “baik” dari awal hingga akhir dari sebuah penampilan. Misalnya, murid bisa diminta untuk menulis dan menjelaskan seperti apa rasanya ketika melakukan sebuah pemanasan yang baik? Atau, buatlah perincian pertunjukan dari awal, tengah, dan terakhir, lalu jelaskan dengan bahasa yang gamblang yang bisa menggambarkan dengan jelas perasaan-perasaan bermain baik. “I think it is important for the student to have vivid and accessible memories or sensations of playing great. After all, this is where you want to go, right?” kata Bill.
Hal ini khususnya sangat penting bagi pianis karena pencapaian yang lebih, kesempurnaan, dan teknik individual yang tinggi, sangat memerlukan kehati-hatian, dan sangat peka terhadap kesalahan.”Bagi guru, saya sarankan agar menemani siswanya dalam proses itu. Bergabunglah dengan siswa melalui proses menulis apa yang juga Anda rasakan, sehingga Anda memiliki sebuah yang lebih baik untuk membantu siswa-siswa Anda,” kata Bill.
Paradigma Negatif
Menurut dia, kebanyakan pianis berjuang keras dalam upayanya mengubah paradigma-paradigma negatif yang selama ini mengendap dalam alam pikiran bawah sadarnya. Sangat sering terjadi, seseorang lebih mudah menyalahkan diri sendiri, memandang jelek, dan kurang menghargai permainannya sendiri. Hal ini, kata Bill, karena dalam bingkai pemikirannya hanya penuh dengan hal-hal negatif.
Mereka kurang bisa menghargai permainannya, keterampilannya dan kemampuannya dalam menampilkan musik, oleh karena mereka tidak memiliki persepsi dan merasakan sendiri bagaimana sebenarnya sebuah pertunjukan atau permainan yang baik. “I believe a mastery script is a good place to start for teachers wanting to develop performance skills and perhaps most important of all, it is very fun to do,” kata Bill.
Kurang Percaya
Ada gejala yang umum menghinggapi para musisi dan performer, yakni merasa kurang percaya dengan apa yang akan atau sudah dimainkan di atas panggung. Ini bisa muncul karena tidak percaya pada diri sendiri, Menurut Bill, semua itu sebenarnya muncul dari kesalahan dalam memahami apa yang dimaksud dengan tampil baik. Kebanyakan penampil harus menunggu sampai mereka benar-benar “cukup baik” sebelum mereka bias yakin dengankemampuannya, selama dalam pertunjukannya.
Percaya adalah salah satu jenis psychological performance skill, seperti yang dijelaskan di atas. Jenis keterampilan psikologikal ini memang tidak serta merta ada dalam diri seseorang, apalagi bersifat bawaan sejak lahir. Untuk bisa percaya, seseorang harus dilatih. Ini adalah sebuah “keterampilan psikologikal” yang perlu dilatih terus menerus, sebagaimana latihan-latihan yang bersifat fisik.
Untuk dapat memahami apa yang dimaksud percaya selama dalam pertunjukan, seseorang harus memisahkannya dari apa yang sering disebut sebagai “percaya diri”. Percaya diri atau confidence adalah sebuah harapan untuk sukses, yang dihasilkan dari sebuah evaluasi tingkat keterampilan seseorang yang dihubungkan dengan tugas spesifik. Dengan kata lain, ketika Anda merasa bahwa keterampilan Anda sekarang ini cukup atau melebihi kebutuhan untuk suatu tugas tertentu, pada saat itu Anda seperti merasa percaya diri bahwa Anda bisa memenuhi tugas itu dengan sukses.
Contohnya, ketika Anda merasa percaya diri, Anda mungkin berpikir, “Aku tahu aku bisa memainkan bagian lagu ini”. Ini tidak berarti bahwa Anda akan “memaku” bagian lagu itu, tetapi lebih pada bahwa Anda mampu memainkannya dengan baik, berdasarkan persepsi Anda dengan melihat tingkat kemampuan dan keterampilan Anda saat ini dan setelah mengevaluasi apa saja yang dibutuhkan untuk melakukannya.
Kepercayaan, di satu sisi, adalah ketiadaan semua harapan-harapan dan penilaian-pemnilaian. Menurut Bill, kepercayaan adalah “the ability to free oneself from any conscious control over correctness at the moment of skill execution. Therefore, trust is specific not only to the task at hand but also to the moment of skill execution,”.
Kepercayaan kadang-kadang secara alami tersembunyi, muncul secara temporal, dan ini membuat kepercayaan kadang-kadang tidak stabil selama dalam pertunjukan Anda mungkin akan punya jangka waktu tertentu ketika
Anda percaya keterampilan-keterampilan Anda selama dalam resital, tetapi Anda mungkin saja bisa tidak percaya pada pengalaman Anda ketika dihadapkan pada pertunjukan-pertunjukan khusus.
Kepercayaan bukan sebuah kerangka berpikir yang berkesinambungan, dan ia adalah sesuatu yang tidak stabil, serta spesifik, yang membuat seseorang harus terus berusaha untuk meraihnya. Ini sebuah tantangan yang harus dihadapi dan dikuasai oleh setiap performer.
“Ketika Anda memahami kepercayaan dalam konteks ini, Anda mulai melihat dua hal: pertama, kepercayaan adalah sebuah bentuk performance skill yang sangat jelas yang harus dilatih dalam setiap latihan. Kedua, tanpa memperhatikan tingkat keterampilan Anda, belajar untuk percaya apa yang Anda miliki selama dalam pertunjukan, adalah tujuan utama performance itu sendiri,” katanya.
Kurang Percaya
Ada gejala yang umum menghinggapi para musisi dan performer, yakni merasa kurang percaya dengan apa yang akan atau sudah dimainkan di atas panggung. Ini bisa muncul karena tidak percaya pada diri sendiri, Menurut Bill, semua itu sebenarnya muncul dari kesalahan dalam memahami apa yang dimaksud dengan tampil baik. Kebanyakan penampil harus menunggu sampai mereka benar-benar “cukup baik” sebelum mereka bias yakin dengankemampuannya, selama dalam pertunjukannya.
Percaya adalah salah satu jenis psychological performance skill, seperti yang dijelaskan di atas. Jenis keterampilan psikologikal ini memang tidak serta merta ada dalam diri seseorang, apalagi bersifat bawaan sejak lahir. Untuk bisa percaya, seseorang harus dilatih. Ini adalah sebuah “keterampilan psikologikal” yang perlu dilatih terus menerus, sebagaimana latihan-latihan yang bersifat fisik.
Untuk dapat memahami apa yang dimaksud percaya selama dalam pertunjukan, seseorang harus memisahkannya dari apa yang sering disebut sebagai “percaya diri”. Percaya diri atau confidence adalah sebuah harapan untuk sukses, yang dihasilkan dari sebuah evaluasi tingkat keterampilan seseorang yang dihubungkan dengan tugas spesifik.
Dengan kata lain, ketika Anda merasa bahwa keterampilan Anda sekarang ini cukup atau melebihi kebutuhan untuk suatu tugas tertentu, pada saat itu Anda seperti merasa percaya diri bahwa Anda bisa memenuhi tugas itu dengan sukses.
Contohnya, ketika Anda merasa percaya diri, Anda mungkin berpikir, “Aku tahu aku bisa memainkan bagian lagu ini”. Ini tidak berarti bahwa Anda akan “memaku” bagian lagu itu, tetapi lebih pada bahwa Anda mampu memainkannya dengan baik, berdasarkan persepsi Anda dengan melihat tingkat kemampuan dan keterampilan Anda saat ini dan setelah mengevaluasi apa saja yang dibutuhkan untuk melakukannya.
Kepercayaan, di satu sisi, adalah ketiadaan semua harapan-harapan dan penilaian-pemnilaian. Menurut Bill, kepercayaan adalah “the ability to free oneself from any conscious control over correctness at the moment of skill execution. Therefore, trust is specific not only to the task at hand but also to the moment of skill execution,”.
Kepercayaan kadang-kadang secara alami tersembunyi, muncul secara temporal, dan ini membuat kepercayaan kadang-kadang tidak stabil selama dalam pertunjukan Anda mungkin akan punya jangka waktu tertentu ketika Anda percaya keterampilan-keterampilan Anda selama dalam resital, tetapi Anda mungkin saja bisa tidak percaya pada pengalaman Anda ketika dihadapkan pada pertunjukan-pertunjukan khusus.
Kepercayaan bukan sebuah kerangka berpikir yang berkesinambungan, dan ia adalah sesuatu yang tidak stabil, serta spesifik, yang membuat seseorang harus terus berusaha untuk meraihnya. Ini sebuah tantangan yang harus dihadapi dan dikuasai oleh setiap performer.
“Ketika Anda memahami kepercayaan dalam konteks ini, Anda mulai melihat dua hal: pertama, kepercayaan adalah sebuah bentuk performance skill yang sangat jelas yang harus dilatih dalam setiap latihan. Kedua, tanpa memperhatikan tingkat keterampilan Anda, belajar untuk percaya apa yang Anda miliki selama dalam pertunjukan, adalah tujuan utama performance itu sendiri,” katanya. (eds)