KEBANYAKAN orang terjebak pada penilaian “baik” dan “buruk” setiap kali menyaksikan seseorang memainkan instrumen musiknya. Penilaian semacam ini tidak hanya dilakukan oleh kalangan awam, tetapi juga kerap dilakukan oleh para guru musik pada umumnya.
Tanpa disadari mereka tidak memahami bahwa “baik” dan “buruk” adalah ibarat sebuah puncak gunung es, dimana bagian terbesar dari gunung itu justru tersembunyi dibalik dasar lautan. Dan tugas guru adalah mengetahui dan menggali hal-hal yang tersembunyi di dalamnya, pada seorang siswa.
Filosof Plato pernah mengatakan bahwa bila Anda menginginkan anak Anda mengerti dan menghargai keindahan, maka Anda harus menghadirkan sesuatu yang indah tersebut kepada mereka untuk dilihat, diperhatikan dan diamati, kemudian ajaklah mereka berdialog dengan pendekatan antara “seorang master” dengan “seorang siswa”. Hal itu berguna untuk membuka jalan bagi mereka memahami sendiri secara langsung tentang arti keindahan tersebut.
Begitu juga dalam proses belajar musik. Bila guru berharap para siswa-siswanya dapat menghargai sebuah keindahan, maka guru harus menghadirkan sesuatu yang indah itu di tengah-tengah mereka untuk kemudian diamati dan didiskusikan seperti layaknya antara seorang guru dengan siswa. Melalui proses dialog dan pengamatan itu guru mulai belajar bagaimana siswa-siswa mereka merasakan pengalaman sesungguhnya dalam proses belajar.
“Hampir semua guru musik menginginkan siswa-siswanya dapat memainkan instrumen musiknya dengan sebuah apresiasi dan pengetahuan, serta pemahaman yang kuat pada alat musik yang dimainkannya itu. Tetapi bagaimana agar keinginan itu terwujud, tidak terlalu banyak guru yang memahami bagaimana caranya,” kata John Kenneth Adams, profesor of Piano and Piano Literature, School of Music University of South California.
Menurut Adams, pertanyaan “bagaimana memulainya?” dan “darimana kita akan memulainya?” biasanya selalu menantang seorang guru musik. “Bagi saya, pertanyaan itu adalah sebuah pertanyaan tentang bagaimana siswa atau sebuah seni bagaimana menempatkan para siswa di tengah-tengah pengalaman belajamya dapat belajar mengetahui dengan benar dimana posisi mereka dalam hubungannya dengan apa yang mereka coba lakukan,” katanya.
Hal ini, lanjut dia, dalam salah satu sudut pandang seperti melihat sebuah puncak gunung es yang menjulang tinggi. Kita hanya melihat bagian puncaknya saja, meskipun sebenarnya kita mengetahui bahwa bagian yang sangat besar justru tersembunyi dari pandangan kita. Kita hendaknya secara pelan-pelan menyingkap tirai yang tersembunyi itu, yang merupakan bagian dari siswa yang belum kita ketahui. Dan dalam melakukannya, kita perlu membuat formulasi dan rencana kerja.
Dalam hal ini kita harus memahami kenyataan bahwa waktu menjadi begitu singkat dalam kehidupan modern yang kelihatannya sangat tidak mungkin untuk memperlambat belajar menuju sebuah langkah yang lebih terukur. “Bila Anda mengajar secara privat, Anda menghadapi semua tantangan kesulitan yang ada dihadapan Anda. Khususnya keterbatasan waktu yang dimiliki siswa akibat mereka harus berbagi dengan banyaknya tugas lainnya di luar musik. Mulai dari tugas sekolah, ekstra kurikuler atau bersaing dengan tugas kursus privat lainnya, bahasa Inggris, komputer atau sempoa mungkin, yang semuanya menuntut perhatian dari anak,” kata Adams.
Para pengajar di tingkat perguruan tinggi pun menghadapi serangkaian masalah-masalah yang berbeda dan yang paling utama dari semua itu adalah bervariasi, dimana kemampuan menggerakkan siswa melalui tingkat-tingkat yang berbeda pada sebuah langkah yang masuk akal dan juga memastikan bahwa mereka siap menghadapi ujian dan resial-resital.
“Setiap kali saya mendengar seorang siswa memainkan lagu, saya mencoba mengumpulkan sedikit demi sedikit hal-hal paling baik yang sedang mereka mainkan, mengabaikan hal-hal menjengkelkan yang saya temukan. Anda dapat menemukan faktor-faktor penting yang dapat diamati dan ditemukan, seperti bagaimana tingkat kepercayaan diri, kemampuan diri, respon terhadap irama dan kemampuan teknik secara keseluruhan, dan yang paling penting adalah keterlibatan emosional,” kata Adams.
Dalam hal ini, menurut dia, yang paling penting dan obyektif adalah menemukan dan menjelaskan apa yang Anda sukai dalam permainan mereka, dan bagaimana Anda mengatakan akan menjadikan landasan utama mengembangkan hubungan dalam prose mengajar dan belajar. Setiap orang maju pesat dalam pujian, dan semua dari kita memiliki banyak emosi yang sangat kompleks, yang terbangun selama bertahun-tahun dari pengalaman belajar sebelumnya. “Jadi pujilahmereka dan hindari memberi daftar panjang kesalahan mereka,” ujar Adams.
Proses pemusatan ini akan berlangsung dalam periode yang tidak dapat diperkirakan, karena itu seseorang mungkin bijaksana dengan tidak mencoba mengatasinya terlalu banyak pada saat tertentu. Selalu membawa ketenangan untuk menyadari bagaimana beberapa perubahan-perubahan utama dapat dibuat dalam jangka pendek. Apa yang dapat Anda lakukan adalah perubahan perilaku dan berkembangnya kebiasaan-kebiasaan bekerja lebih keras lagi. Segala sesuatu berjalan lebih baik ketika Anda mencoba mengidentifikasi secepat mungkin dua atau tiga tujuan utama yang yang dapat diselesaikan dengan siswa dalam sebuah jangka waktu yang masuk akal, tiga bulan misalnya, merupakan waktu yang cukup obyektif.
Mengamati gambaran siswa Anda yang tampak pada saat mereka bermain adalah langkah bijak untuk mengetahui sejauhmana hal-hal tersembunyi yang Anda singkap. Misalnya, tipe postur seperti apa yang mereka harapkan? Tipr lengan seperti apa yang mereka miliki? Apakah bahu dalam keadaan rileks. Apakah mereka bermain dengan rileks? Atau justru dalam ketegangan? Apakah banyak not-not yang hilang dalam permainannya? Bagaimana mereka menghadapinya?
Identifikasi
Dengan mengetahui semua itu, akan memaksa guru utuk mengindentifikasi dua atau tiga hal yang perlu mendapat perhatian, sekaligus mencari jalan penyelesaiannya sesegera mungkin. Misalnya, seorang siswa mungkin memiliki kemampuan membaca bagus, menguasai keyboard dengan penuh rasa percaya diri, dan memiliki beberapa insting alami dalam membawakan musik.
Bila langkah-langkah ini diterapkan seusai Anda mengajar, Anda mungkin akan tersenyum dan dalam hati akan berkata:”Mereka benar-benar anak yang hebat”. Tetapi mungkin juga Anda akan melihat hal-hal yanglain. Seperti, bahwa siswa terlalu bertenaga dalam mengeluarkan suara, atau menggunakan tekanan ke dalam tuts cukup lama dari yang diperlukan, hanya bermain dengan jari-jari, kurang jelas dalam menggunakan pedal, dan sebagainya.
Secara teknis, mungkin akan kesulitan jika harus menunjukkan semua itu, lalu harus memperbaikinya dalam jangka waktu pendek. Tetapi hal itu dapat dilakukan secara bertahap. Yang penting adalah, seberapa jauh guru dapat melihat dan mengamati aspek-aspek kecil yang tersembunyi dalam permainan seorang siswa. Lalu membuat catatan tentang hal itu, dan menyiapkan langkah-langkah untuk memperbaikinya.
Memberikan ilustrasi-ilustrasi jauh lebih baik dibandingkan dengan memberikan instruksi-instruksi. Melalui ilustrasi juga lebih mudah diingat siswa bila Anda mampu memberikan jalan keluar pada masing-masing obeservasi yang dilakukan setiap siswa. Ini juga akan memudahkan dalam memahami hal-hal yang abstrak menjadi sesuatu yang bersifat nyata.
Menyeleksi repertori adalah juga salah satu aspek yang menantang dalam proses pemusatan dan memfokuskan siswa dalam proses belajar, khususnya pada start awal mengajar sorang siswa baru, “Anda harus menempatkannya sebelum mereka, Melalui karya-karya yang Anda sodorkan dan membiarkan mereka mengeksplor konsep-konsep utama yang akan Anda berikankepada mereka,” jelas Adams.
Banyak Kesalahan
Meski kedengarannya sangat sederhana, tetapi dalam kenyataannya banyak kesalahan dalam membuat keputusan ketika menyeleksi repertori dibanding aspek lainnya dalam mengajar. Hal lain yang tidak kalah penting dalam performance seseorang adalah bagaimana keterlibatan emosi melalui lagu yang dimainkannya. “Saya pikir wilayah emosi adalah bagian paling sulit dalam mengajar,” kata Adams.
Menurut Nadia Boulanger, seorang pianis dan ajuga guru piano ternama, emosi seseorang sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan dan kondisi intelektualnya. Sebagus apapun seseorang memainkan sebuah lagu, jika bermain dalam kondisi tertekan, ia tidak akan mampu bermain secara musical dan melibatkan emosi dirinya ke dalam lagu tersebut. Kedewasaan dan perkembangan intelektual seseorang juga sangat berpengaruh dalam emosi.
Menurut Nadia, semakin dewasa seseorang akan akan semakin sensitif orang tersebut dalam mengapresiasikan emosinya. “Bila mereka mengalami pengalaman-pengalaman seperti apa yang tertuang dalam lagu tersebut, mereka biasanya lebih cepat melibatkan emosi dirinya ketika memainkan lagu tersebut,” tuturnya.
Pada dasarnya sebuah lagu adalah tumpahan perasaan seorang komposer. Emosi mereka dituangkan dalam bentuk simbol-simbol seperti tempo, balancing, frasa, warna suara dan sebagainya. “Tetapi itu semua benda mati, perasaan dan emosi Anda-lah yang harus menghidupkannya. Inilah tugas berat seorang guru musik. Yaitu bagaimana agar siswa tidak hanya menguasai teknik saja tetapi bagaimana mereka dapat menggali seluruh emosi mereka dengan cara yang tepat, pada saat yang dibutuhkan,” tambahnya.
Pada akhirnya, menurut Adams, kemampuan untuk mengetahui bagian tersebesar dan tersembunyi dari sebuah puncak gunung es sangat tergantung dari bagaimana gaya dan cara mengajar sseorang guru. “Mengajar yang baik artinya menurunkan tingkat kegelisahan dengan bersikap lebih tenang, tidak pernah mengharap siswa mengetahui setiap jawaban, tidak memiliki harapan yang tidak masuk akal, dan selalu memperlakukan pelajaran sebagai sebuah dialog,” kata Adams.
Mengajar yang baik, kata Adams, juga berarti belajar memecahkan persoalan atau masalah-masalah yang kompleks dengan cara sederhana melalui musicianship yang dimilikinya. “Anda tidak bisa memecahkan masalah yang kompleks dengan cara yang kompleks pula. Mengajar yang baik artinya Anda dapat memecahkan masalah yang rumit dengan cara yang sederhana,” paparnya.
Mencapai tujuan yang sesungguhnya, tidak bisa diperoleh dengan mudah. Belajar memainkan sebuah instrumen musik adalah sesuatu yang sulit. Tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana pengalaman belajar dan bermain musik itu juga menjadi sebuah pengalaman yang hidup, dengan memberikan kesempatan pada siswa menentukan sendiri apa yang pada akhirnya mereka lakukan sesuai dengan kemampuannya. “Anda membantu mereka untuk belajar bahwa pelajaran-pelajaran sulit yang dilalui seseorang adalah sebagian kecil dari perjalanan panjang yang harus mereka lalui,” kata Adams. (dini, dari berbagai sumber)