Situasi Sulit dan ‘Growth Opportunity’ pada Musisi

211

Article Top Ad

HIDUP tidak selalu berjalan mulus-mulus saja. Berbagai tantangan dan kesulitan tidak terelakkan menghadang di jalan. Pada sejumlah kasus, tantangan atau kesulitan yang dialami sudah sedemikian memuncak (bahkan mungkin bersifat traumatik) hingga menghalangi seseorang untuk merealisasikan potensinya secara optimal.

Dalam kondisi tersebut, yang diperlukan adalah sikap mental untuk tetap kuat, mampu bertahan atau survive, apapun kesulitan yang dialami dan seberapa intens kesulitan itu. Bahkan kalau bisa, masih tetap maju (meskipun mungkin tidak secepat dan seoptimal seperti seandainya situasinya mendukung), tidak semakin terpuruk, bahkan kolaps.

Melalui artikel singkat ini, para musisi muda khususnya, diharapkan dapat sedikit terinspirasi untuk tetap bersemangat dan tidak putusasa ketika menghadapi situasi sulit dalam perjalanan meniti karir musiknya.

Article Inline Ad

 

SITUASI SULIT

Memandang dan menyikapi tantangan, kesulitan, atau bahkan pengalaman traumatik sebagai peluang untuk tumbuh, dan bukan sebagai penghambat atau blocker, merupakan hal yang sangat penting.

Disebutkan dalam sebuah literatur, bahwa seorang musisi (khususnya yang tidak tangguh) seringkali dapat kehilangan semangat dan patah ketika mengalami situasi sulit atau bahkan peristiwa yang traumatik baginya (bahkan yang oleh sebagian musisi lain dirasa biasa-biasa saja). Kesulitan atau pengalaman traumatik tersebut tidak selalu berkenaan langsung dengan musik, namun bisa juga yang bersifat non-musikal, seperti ada anggota keluarga sakit berat dan kronis, masalah finansial, trauma masa kecil, dan lain sebagainya. Selanjutnya, kesulitan atau trauma itu disusul dengan reaksi kecemasan berlebihan, cedera, dan menarik diri secara total dari aktivitas musik.

Padahal, seandainya kesulitan atau trauma itu tidak ada, atau berhasil diatasi dengan baik, perjalanan karir musik akan berlangsung jauh lebih baik. Terkait hal ini, sejumlah ahli menyatakan bahwa pentingnya membekali para musisi muda dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatasi tantangan-tantangan. Idealnya, setiap peristiwa dapat diatasi dengan baik, dan dipandang sebagai pengalaman positif yang menumbuhkan.

Menemui kesulitan dalam proses meraih sukses itu biasa. Bahkan terdapat beberapa hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa pertumbuhan yang berjalan linear dan mulus (hampir bebas masalah) seringkali justru dapat merupakan indikasi dari adanya masalah dan hal ini tidak kondusif bagi seseorang untuk dapat terus bertumbuh secara sinambung.

Demikian pula halnya, terdapat fakta yang memperlihatkan bahwa para performer muda yang memperoleh dukungan yang sangat baik, cenderung kurang berhasil ketika dewasa dibandingkan dengan rekan-rekan yuniornya yang kurang berhasil namun tetap tekun, gigih, dan berusaha mengatasi tantangan maupun kesulitan hidup yang ditemui.

Tanpa belajar dari pengalaman sebelumnya, pengembangan keterampilan, serta keyakinan diri ketika berusaha mengatasi kerikil-kerikil kehidupan, performer yang sedang bertumbuh seringkali terpukul mundur oleh tantangan dan kesulitan yang datang secara tiba-tiba, tidak terduga, dan semakin banyak, khususnya ketika sudah semakin mendekati puncak.

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh ahli, terungkap bahwa para pemain sepakbola yang berhasil mencapai level elit itu ternyata secara signifikan memiliki pengalaman dan pengetahuan yang lebih tinggi dalam menghadapi hal-hal yang menantang atau sulit. Misalnya bagaimana hidup dalam keluarga dengan jumlah saudara kandung yang banyak dan berasal minoritas etnik yang rentan mengalami diskriminasi.

Tidak hanya itu, tidak sedikit diantara para pemain sepakbola di level elit itu berasal dari keluarga dimana orangtuanya bercerai – kasus seperti ini tiga kali lebih banyak dibandingkan mereka yang gagal mencapai level tertinggi. Pendek kata, agaknya performer tingkat tinggi telah mengalami insiden atau trauma awal yang jauh lebih tinggi.

Ternyaata, pengalaman “ups and downs” yang pernah dialami – termasuk pengalaman traumatik, meninggalkan jejak-jejak penting yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai peristiwa di kehidupan selanjutnya. Meskipun demikian tidak berarti bahwa mereka yang pernah mengalami trauma, pasti berhasil mencapai performa tingkat tinggi.

Ada begitu banyak komposer dan musisi terkenal yang pernah mengalami situasi yang luar biasa berat dan rusuh. Meskipun demikian, situasi yang sangat sulit dan berat tersebut tidak membuat para musisi besar tersebut hancur namun mereka ternyata justru mampu menghasilkan karya musik yang luar biasa dan tidak jarang karya tersebut lahir dari pengalaman traumatiknya.

 

Ludwig von Beethoven (1770-1827)

Ada banyak sumber yang menyatakan bahwa ayah Beethoven adalah seorang alkoholik yang sering pulang dalam keadaan mabuk. Sejak kecil Beethoven sudah dipaksa ayahnya agar mengikuti jejak Mozart untuk menjadi musisi dunia. Music world’s next child prodigy.

Beethoven kecil dipaksa bermain piano berjam-jam sepanjang siang dan malam. Pernah di suatu malam, ayahnya pulang bersama kawan-kawannya dalam keadaan mabuk dari bar, dan memaksa Beethoven kecil untuk bangun dari tidurnya dan bermain piano untuk menyenangkan kawan-kawan ayahnya. Sambil berdiri di sebelah kursi piano, ayahnya memukul Beethoven setiap kali salah menekan nada dimana hal ini berlangsung sepanjang malam. Beethoven kecil belajar untuk tidak mempercayai ayahnya serta mengembangkan rasa takut dan cemas.

Beethoven juga mengalami krisis dalam kehidupan selanjutnya: ketulian yang tidak bisa disembuhkan, kehilangan kekasih abadi, serta masalah berat yang dialami ketika menjadi orangtua angkat dari keponakan laki-lakinya yang bernama Karl.

Nah, hebatnya, ketiga krisis ini memicu kreativitas yang tinggi pada Beethoven. Dikatakan bahwa Beethoven berusaha merangkum dan menuangkannya melalui musik. Menurut Nicky Losseff, pada tiga karya Beethoven yang diciptakan di periode ini, the ‘Eroica’ Symphony, the song cycle An die ferne Geliebte, serta the late Piano Sonata Op. 110 , terkandung elemen-elemen musik yang dapat diasosiasikan dengan kondisi psikologis Beethoven.

Menurut Nicky Losseff, jika mengikuti skema komposisi Beethoven, kita dapat menginterpretasikan bagaimana gejolak emosi Beethoven ditransformasikan ke dalam karya-karya ini, serta bagaimana selanjutnya karya ini dapat mengaktifkan proses healing yang bersifat terapeutik.

 

Johannes Brahms

Brahms adalah seorang yang telah mendedikasikan hidupnya untuk seni musiknya. Ia mengalami banyak pergolakan dan penderitaan hidup namun tetap berdevosi secara penuh pada musik. Brahms berhasil mengubah penderitaan dan trauma psikologis yang dialaminya ke dalam musiknya.

Dari studi literatur oleh ahli diketahui bahwa banyak karya musik Brahms merupakan resolusi (musikal) terhadap berbagai konflik yang bergejolak dalam dirinya. Intermezzo Op. 118 No. 2 merupakan salah satu contohnya, dimana karya ini merupakan resolusi terhadap cinta dan kerinduannya yang tidak terbalas kepada Clara Schuman. Disini Brahms berhasil menyelesaikan gejolak psikisnya ke dalam karya musik yang tenang dan hening. Disamping itu, masih banyak karya musik Brahms lainnya yang sangat indah.

 

Wolfgang Amadeus Mozart 

Kita semua mengetahui bahwa Mozart adalah komposer jenial dunia dan termasuk salah satu komposer yang terkenal, paling penting, paling produktif. Ternyata, di balik produktivitas Mozart dan karya musiknya yang luar biasa kreatif itu, terdapat sisi kehidupan lain yang berat.

Mozart secara finansial jungkir balik dan memiliki kehidupan pribadi yang sangat sulit. Contoh: ayahnya sangat dominan dan cenderung memanipulasi bakat Mozart sejak kecil. Selain itu, fisik Mozart rapuh dan sejak kecil banyak menderita penyakit seperti penyakit cacar yang meninggalkan bekas pada wajahnya seumur hidup, radang amandel yang sering kambuh, serta gagal ginjal kronis.

Di usia 22 tahun Mozart sudah kehilangan ibunya. Istrinya, Constanze, sering sakit dan Mozart kehilangan empat dari enam anaknya. Di tahun-tahun terakhir masa hidupnya, Mozart terlilit hutang yang parah. Meskipun demikian, kesulitan hidupnya tidak menyurutkan kreativitas dan produktivitasnya, namun sepertinya justru memberikan banyak inspirasi kepada Mozart dan kepada para pendengarnya melalui karya-karya musik yang dihasilkannya.

Salah satu contoh karya Mozart yang sangat indah dan diciptakan menjelang akhir hidupnya adalah Clarinet Concerto in A Major, K. 622 serta Requiem in D minor, K. 626. Coba sempatkan mendengarkan betapa indahnya Clarinet Concerto K. 622 – second movement in D Major (adagio). Apa yang dirasakan dan terbersit di benak Anda ketika mendengarnya?

 

Memaknai Potential Growth Opportunity 

Ketika mengalami situasi yang sangat sulit, seseorang dapat merenungi nasib, menyesali, marah, mengumpat bahwa kegagalan atau kekurangberhasilan yang dialami merupakan dampak dari peristiwa buruk yang dialami. Selanjutnya, putus asa, menarik diri dari kehidupan, sakit, dan makin mundur. Jika hal ini yang terjadi, maka berarti kesulitan tersebut berdampak negatif atau buruk. Namun, ternyata kesulitan yang dialami juga dapat berdampak positif, sebagaimana yang dialami oleh tiga musisi besar diatas.

Satu hal penting yang membedakan keduanya adalah bagaimana cara merespon situasi apapun yang menimpa, dan dengan keyakinan dan kehendak yang kuat, tetap berkomitmen untuk mendedikasikan hidup pada musik, dan tidak membiarkan diri menjadi korban (victim).

Terdapat banyak kasus dimana pengalaman buruk yang menimpa sejumlah komposer atau musisi besar sudah melampaui yang biasa. Namun ternyata melalui kematangan (minimal dari segi musikalitas), mereka mampu memanfaatkan situasi sulit (bahkan pengalaman yang sifatnya traumatiknya) ketika berproses menggubah musik. Sehingga, akhirnya dihasilkan karya musik yang memiliki kualitas yang juga melampaui yang sudah dilakukan orang-orang lain sebelumnya. Mereka mampu menginterpretasikan musik di taraf insight yang lebih dalam dibandingkan rekan-rekannya yang tidak mengalami trauma seperti yang dialami para musisi tersebut.

Pianis Glenn Gould, misalnya, yang memperlihatkan bakat musik yang luar biasa (ia didukung dan diasuh secara aktif oleh ibunya), tidak dapat beradaptasi terhadap tuntutan-tuntutan praktis dan psikologis terhadap mainstream education. Trauma yang dialami Glenn Gould di titik ini dalam hidupnya, membuat Glenn Gould mengembangkan cara pendekatan tertentu dalam mengembangkan karir musiknya di kemudian hari: Glenn Gould membenci setiap situasi kompetitif dan memutuskan untuk hanya bekerja di recording studio, bukan di live audiences.

Pengetahuan dan keterampilan yang terakumulasi pada diri performer ketika mengalami peristiwa tertentu (yang traumatik) itu, dapat mempengaruhi cara mereka menghadapi situasi di masa selanjutnya, dan akan mempengaruhi perkembangan karir termasuk performance mereka.

Seseorang perlu memiliki kapasitas untuk secara proaktif menanggulangi tantangan, kesulitan, masalah yang dihadapi. Untuk mencapai hal ini, orang tersebut juga harus mampu dan terampil dalam mengelola dirinya ketika menghadapi tekanan hidup riel, seperti memiliki toleransi terhadap rasa tidak nyaman, bersedia taat terhadap saran ahli, serta mampu melindungi diri terhadap hal-hal yang potensial membahayakan atau tidak baik.

Kemampuan dan keterampilan mengelola diri ini tidak terlepas dari proses belajar ketika menghadapi berbagai kesulitan di masa lalu. Semua hal yang dipelajari di masa lalu itu menjadi semacam perangkat dalam diri yang meruapakan sumberdaya untuk menghadapi peristiwa di masa kini dan masa datang.

Inilah yang oleh seorang ahli bernama Rosenbaum disebut sebagai learned resourcefulness, yaitu: repertoire atau perangkat kemampuan dan keterampilan yang diperoleh sebagai hasil belajar di masa lalu, yang dapat digunakan untuk mengatur atau mengelola dirinya (seperti emosi, pikiran, rasa sakit/tidak nyaman) yang mengganggu kelancaran dalam menjalankan perilaku-perilaku target.

Menurut ahli, seseorang dengan learned resourcefulness yang baik cenderung lebih terampil dalam membuat rencana dan menyelesaikan masalahnya, mengontrol kecemasannya, lebih yakin bahwa dirinya mampu mengatasi, serta lebih mampu menunda pemuasan segera (immediate gratification) ketika menghadapi stres. Sementara seseorang dengan learned resourcefulness yang buruk akan cenderung lebih banyak berandai-andai (wishful thinking), menyalahkan diri sendiri (self-blame), dan meragukan diri sendiri (self-doubt).

Perlu ditekankan sekali lagi bahwa learned resourcefulness tidak dimiliki secara otomatis dan instan namun merupakan hasil dari proses dalam diri sendiri ketika menangani serangkaian tantangan atau kesulitan yang berbeda-beda selama seseorang bertumbuh.

Sebagai contoh, seorang pelaut muda yang berhasil mengatasi mabuk laut ketika berada dalam kondisi tempur, ternyata tidak lepas dari pengalaman sebelumnya (ia telah mengembangkan keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya). Dengan demikian terjadi “learning transfer” effect. Prinsip learned resourcefulness dan learning transfer ini dapat diterapkan musisi dalam perjalanan meraih keberhasilan.

Tidak jauh berbeda dari istilah diatas, ahli lain, Angela Duckworth memperkenalkan istilah “grit”, yaitu kegigihan dan passion untuk mencapai tujuan jangka-panjang. Grit merupakan prediktor yang efektif untuk meraih prestasi akademik yang baik di berbagai setting. Selain itu ada juga terdapat istilah mental toughness dan resiliensi, yang juga dinilai penting untuk mendukung perjalanan seseorang dalam proses mencapai elite performance.

Untuk dapat berhasil, performer muda tidak hanya dituntut gigih dan berkomitmen dalam proses perkembangannya, namun juga harus mampu beradapatasi secara baik ketika menghadapi kesulitan, trauma, tragedi, ancaman, atau berbagai stresor lain. Musisi muda yang paling berbakat sekalipun harus memiliki keterampilan untuk mengatasi tantangan-tantangan yang mungkin dihadapi seiring dengan pertumbuhan mereka. Hal ini perlu diperhatikan dalam pendidikan musik. Menunda atau menghindari tantangan dapat menggiring pada rasa tidak berdaya dan tidak aman ketika dihadapkan pada berbagai tantangan atau kesulitan hidup.

 

Siap Hadapi Tantangan

Musisi muda perlu siap menghadapi tantangan dan kesulitan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari hidup. Lingkungan yang mulus, aman, dan nyaman di awal perjalanan hidup seseorang, bukanlah persiapan yang baik untuk mencapai keberhasilan setelah dewasa.

Ada sejumlah fakta yang memperlihatkan bahwa bahwa orang yang pernah mengalami kesulitan di masa lalu akan lebih siap menghadapi kesulitan di masa depan. Melalui learning transfer, tantangan dan trauma sampai taraf tertentu dapat mengembangkan resiliensi dan keterampilan yang dibutuhkan (sebagai learned resourcefulness) untuk menghadapi tantangan ke depan.

Sejumlah ahli mengatakan bahwa berjuang menghadapi kesulitan dapat menggiring seseorang kepada tingkat berfungsi yang lebih tinggi yang belum dicapai sebelum mengalami hal tersebut. Ketika seseorang mengalami krisis atau trauma, seseorang dapat mengalami proses perubahan yang positif dalam memandang diri sendiri, filosofi hidup, berelasi dengan orang lain, serta dalam memaknai kehidupannya bersama dengan segala peristiwa yang menyertai. Inilah yang oleh ahli disebut sebagai “adversarial growth”, dimana seseorang dapat belajar dan diuntungkan oleh pengalaman-pengalaman tersebut.

Bagi musisi muda yang berbakat, memiliki pengalaman menghadapi tantangan atau kesulitan merupakan hal yang penting bagi pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk menanggulangi masalah secara efektif. Tentu saja dukungan dan bimbingan dari orang-orang yang kompeten juga perlu diberikan kepada musisi muda, sehingga mereka mampu melihat tantangan sebagai pengalaman positif yang menumbuhkan, mereka mampu melakukan evaluasi dan refleksi atas peristiwa, serta bagaimana menanggapinya secara konstruktif. Ini merupakan salah satu kunci sukses. Yang tidak kalah penting dan harus diperhatikan adalah jangan sampai kesulitan yang dialami melebihi kapasitas individu untuk mengolah dan mengatasinya.

Ingatlah bahwa:

  1. Situasi sulit (bahkan peristiwa yang ekstrim atau traumatik sekalipun) bisa berdampak positif, tidak selalu berdampak negatif. Pengalaman traumatik atau krisis hidup justru bisa menjadi potential growth opportunity bagi musisi.
  2. Perjalanan hidup yang mulus-mulus saja bukan jaminan bagi musisi untuk meraih sukses – kandas di tengah jalan dapat saja terjadi. Terdapat banyak bukti bahwa musisi yang berhasil mencapai level top, ternyata pernah mengalami banyak kesulitan hidup, bahkan yang sifatnya traumatik. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa semua yang pernah mengalami trauma, pasti berhasil.
  3. Banyak karya musik yang dihasilkan oleh para musisi di periode krisis, ternyata justru memiliki makna dan nilai yang sangat dalam, yang dapat diwariskan ke generasi semasa hidupnya maupun generasi selanjutnya, dan…, yang sekaligus memiliki potensi untuk healing process. (Bene, dari berbagai sumber)

Article Bottom Ad