Dr. Hendry – MENGAJAR ANAK DISLEKSIA

422

Article Top Ad

Dear Dr. Hendry,

Saya orang tua dari anak yang belajar instrumen piano (dan cello sebagai pemula). Saya sangat terkesan dengan jawaban Dr. Hendry kepada penanya yang menanyakan tentang apa saja dan composer mana saja yang perlu dipelajari untuk bekal audisi musik di tingkat universitas (di luar negeri). Sebagai awam, saya sangat terbantu dengan penjelasan Dr Hendry yang sangat komprehensif dan terstruktur.

 Saya sendiri mempunyai anak yang sudah belajar piano sejak umur 4 tahun selama 8,5 tahun hingga saat ini. Kalau dari segi praktik, kemampuannya setara dengan Grade 5 menurut ABRSM (anak baru saja mengikuti Performance Grade 5 sesuai arahan guru).

Article Inline Ad

 Namun anak saya menyandang kesulitan belajar spesifik yang lazim disebut disleksia yang menimbulkan persoalan di bidang kebahasaan/literasi. Selain itu, lebih dari sekedar literasi ada masalah executive function yang menyertai penyandang disleksia, yang meliputi lemahnya regulasi diri (dalam hal music: belum bisa latihan sendiri), problem solving (manajemen latihan), priority setting (mana yang harus dilatih dulu, mengapa harus belajar teknik dulu bukan langsung main lagu), dan juga motivasi diri, selain juga short-term dan long-term working memory (diajarkan sekarang, minggu depan lupa), belum lagi terkait dispraksia (gangguan motorik halus) yang mempengaruhi kemampuan mengikuti irama (misalnya dan terutama metronome, tidak menyukai berlatih lambat, gerakan tangan yang masih cenderung loncat-loncat mengikuti permainan) atau kemampuan untuk “bernyanyi” yang diperlukan saat berlatih/bermain piano. Ini juga belum lagi diskalkulia yang disandangnya yang erat mengikuti disleksia, sehingga masih sering mengalami kesulitan dalam menghitung nada, terutama yang bernilai kecil (1/8, 1/16 dst)

 Karena gangguan belajar spesifik ini, meski IQ-nya normal, pemahamannya secara teori masih di Grade 1 untuk ABRSM (per konsultasi guru). Lepas dari tolok ukur assessment yang digunakan (ABRSM), dengan semua hambatan di atas, belajar hampir tidak terputus selama 8,5 tahun dengan latihan hampir setiap hari antara 2-3 jam kecuali sakit dan hari libur (kecuali sedang ada target tertentu, hari libur tetap berlatih, kadang bisa 4-5 jam), hasilnya terkesan setara dengan anak yang baru berlatih 3-4 tahun apalagi dengan disiplin yang tinggi dan self motivation yang sudah terbangun karena tidak ada gangguan belajar.

 Dengan kondisi ini, sebagai orang tua saya cukup kesulitan menentukan target meski target harian dan target spesifik (untuk konser, ujian, lomba) tetap dikawal dengan ketat oleh guru. Saya berharap meskipun kemampuan teori masih di level paling rendah, sudah waktunya anak memahami tentang sejarah musik dan juga mulai belajar terstruktur memainkan karya-karya komposer mulai dari yang sesuai dengan kemampuannya agar kemampuannya bermusik lebih terbangun, alih-alih sekedar “berlatih piano” selama bertahun-tahun.

 Selain itu ada hal yang belum saya sebutkan terkait kendala anak saya. Dia juga mempunyai kendala dengan fokus dan sekuens dalam hal untuk problem solving sehingga itu yang sangat menghambat kemajuan meski sudah lama sekali belajar piano. Dalam rentang waktu 12 jam dalam sehari hanya bisa berlatih 3 jam maksimal sementara tugas sekolah sangat sedikit (sekolah alternative) dan tidak ada les/kegiatan lain. Ini semua karena fokus dan banyak sekali distraksi serta tidak mampu menentukan prioritas, all this time. Anak sudah berumur 12,5 tahun.

 Apakah Dr. Hendry bisa merekomendasikan semacam program singkat anak saya bisa mulai dari mana untuk mulai fokus pada composer, dan harus mulai dari periode yang mana serta pieces-pieces mana yang bisa mulai dipelajari. Ini semua dengan harapan bisa membentuk pola bermusik yang lebih bermakna untuk menyumbang pada executive functionnya dan masa depannya sebagai pemusik, jika memang akan berada di jalur ini. Terima kasih dan ditunggu pencerahan dari Dr. Hendry,

 Salam,

Theresia, Yogyakarta

 

Ibu Theresia yang budiman,

Terima kasih atas kiriman pertanyaannya.  Pertama-tama, perlu ibu ketahui bahwa saya ini tidak memiliki keahlian dalam penanganan murid-murid yang memiliki disleksia dan belum pernah menghadapi murid yang demikian. Jawaban saya pada artikel ini adalah semata-mata tanggapan pribadi berdasarkan pertanyaan yang diajukan di atas. Oleh karena itu, janganlah tulisan saya ini dianggap sebagai saran yang terbaik.

Setiap anak memiliki kemampuan dan kecepatan pembelajaran musik yang berbeda-beda. Semua kendala yang ibu ceritakan di atas merupakan masalah yang sangat umum, yang sering dihadapi oleh banyak anak.  Menurut pengertian saya, tidak semua anak penyandang disleksia akan mengalami masalah yang sama.  Kecepatan belajar yang lebih lambat dari anak-anak lainnya belum tentu adalah suatu hal yang tidak baik.

Sebaliknya, anak-anak yang memerlukan waktu yang jauh lebih lama untuk belajar dan mengerti apa yang dipelajari seringkali menyerap dan menguasai ilmu yang sudah dipelajari dengan jauh lebih kokoh disertai oleh wawasan yang lebih luas.  Ini disebabkan oleh kemampuan dan kesempatan anak dalam menyimak segala sesuatu secara lebih mendetil pada saat mempelajari sesuatu secara berulang kali dalam jangka waktu yang lebih lama.

Anak-anak yang sanggup untuk belajar dan menyerap informasi dengan terlalu cepat, terutama anak-anak yang “berbakat”, biasanya tidak sempat untuk mengamati segala sesuatu dengan lebih cermat, sehingga pengetahuan dan kemampuan mereka itu seringkali lebih dangkal atau superficial.

Sebetulnya pencapaian ABRSM grade 5 oleh anak ibu yang sekarang ini berusia 12,5 tahun masih termasuk rata-rata dan tidak perlu dikhawatirkan, apalagi ia ternyata sanggup untuk juga mengambil kursus Cello.  Kasihan sekali apabila anak ibu dibanding-bandingkan dengan anak-anak lainnya yang kebetulan memang belajar dengan lebih cepat.

Perlu kita ingat bahwa tujuan utama untuk kursus musik adalah untuk belajar merasakan dan menghargai keindahan musik yang dapat memberikan pengaruh yang sangat positif pada kehidupan kita, dan bukan untuk berlomba-lomba untuk melihat siapa yang dapat belajar atau bermain dengan lebih cepat.  Rekaman permainan anak ibu di youtube yang ibu kirimkan terdengar indah dan menunjukkan training yang baik.  Saya ucapkan selamat kepada anak ibu atas kerja kerasnya dalam berlatih dan selamat juga kepada gurunya yang berhasil membawa dan membimbingnya sejauh ini.

Anak-anak pada umumnya memiliki kelemahan dalam hal regulasi diri, problem solving, priority setting dan motivasi diri, seperti yang ibu keluhkan pada anak ibu tadi.  Sebagian besar dari murid-murid saya yang berhasil dan berkembang dengan cepat adalah murid-murid yang sangat tergantung pada dorongan orangtua mereka yang harus menemani mereka latihan, harus terus-menerus menyuruh mereka latihan dan tidak bosan-bosannya mengingatkan mereka akan apa saja yang harus mereka latih, sesuai dengan himbauan guru.

Oleh karena itu, ibu tidak perlu menganggap hal ini sebagai masalah yang berkaitan dengan disleksia, walaupun penanganannya pasti akan memerlukan lebih banyak kesabaran daripada anak-anak lainnya.  Seperti yang pernah saya sarankan sebelumnya kepada para pembaca majalah Staccato lainnya, ada baiknya apabila para orangtua menjadwalkan waktu latihan yang sama setiap hari untuk anak-anak mereka, supaya aktivitas latihan ini menjadi suatu hal yang rutin, seperti waktunya kita harus makan, yang harus dilakukan beberapa kali setiap hari.  Apabila latihan pada waktu yang sama setiap hari itu sudah menjadi suatu kebiasaan sehari-hari, maka ibu pun akan lebih mudah menyuruh anaknya untuk latihan.

Perlu saya jelaskan bahwa kita tidak harus berlatih selama tiga atau empat jam secara berturut-turut.  Seorang anak yang tidak sanggup untuk latihan dengan konsentrasi penuh selama tiga jam boleh diubah jadwal latihannya menjadi tiga kali satu jam atau dua kali satu setengah jam yang dapat diselingi oleh aktivitas lainnya.

Pada saat anak latihan, penting sekali bagi orangtua untuk mengingatkan mereka akan tujuan mereka untuk berlatih. Memainkan sebuah lagu secara berulang kali selama tiga jam belum tentu akan membuat permainannya menjadi lebih baik. Walaupun kemampuan anak-anak dalam hal problem solving masih belum berkembang sepenuhnya, mereka tetap harus didorong untuk selalu memikirkan akan bagian-bagian mana saja yang kurang lancar atau lebih sulit, sehingga latihan bisa difokuskan pada bagian-bagian yang memerlukan lebih banyak perhatian.

Bagian-bagian yang lebih sulit seringkali lebih memerlukan proses analisa daripada latihan itu sendiri.  Kadang-kadang, kita perlu berhenti sejenak dan memikirkan mengapa kita tidak dapat memainkan bagian tertentu dengan lancar. Apakah karena jari atau tangan kita melakukan gerakan yang aneh pada titik tertentu yang menghambat permainan kita?  Apakah kita memberikan terlalu banyak perhatian pada tangan yang satu, sehingga tangan yang lain menimbulkan masalah?  Apakah posisi duduk kita mempersulit cara kita bermain?  Apakah bagian yang bermasalah itu adalah bagian yang terlalu mirip dengan bagian yang pernah muncul sebelumnya, namun hanya ada sedikit perbedaan sehingga membuat kita tersandung secara tidak sadar?  Dan sebagainya.  Orangtua boleh mengajak anak-anak mereka untuk memikirkan contoh-contoh pertanyaan yang baru saya sebutkan ini, karena mereka belum dapat kita andalkan untuk berpikir secara mandiri.

Mengenai apa saja yang harus dilatih terlebih dahulu, mintalah sang guru untuk selalu memberikan catatan secara berurutan akan apa saja yang harus dilatih.  Dengan demikian, ibu dapat selalu membaca kembali catatan guru kepada anaknya di rumah pada saat latihan, seolah-olah sang guru berada di situ.

Urutan latihan yang dihimbaukan oleh guru itu sebaiknya dilakukan dengan persis setiap hari, sehingga urutan itu menjadi suatu kebiasaan yang tidak perlu diperdebatkan lagi dengan anak, misalnya selalu memulai latihan dengan latihan pemanasan tangganada dulu, diikuti oleh lagu yang pertama, kedua, dan seterusnya.

Apabila anak selalu lupa akan urutan latihannya, buatlah semacam “check list” pada sehelai kertas menarik atau berwarna yang selalu diletakkan di atas piano supaya terlihat dengan jelas.  Apabila perlu, kertas itu boleh dimasukkan ke dalam bingkai yang bisa berdiri di atas piano.

Kemampuan untuk bermain dengan detak atau pulse yang teratur tanpa tergesa-gesa merupakan suatu kemampuan yang memakan waktu yang cukup lama untuk dikuasai.  Bahkan banyak para mahasiswa musik pada tingkat universitas musik pun yang masih berusaha keras untuk mengontrol detak dan irama permainan mereka, walaupun mereka sanggup untuk bermain dengan teratur pada saat menggunakan metronome.

Tentunya latihan pada tempo yang lambat akan sangat membantu kita untuk merasakan ketukannya.  Sayangnya, anak-anak pada umumnya tidak sabar untuk berlatih dengan lambat.  Meskipun mereka merasa sudah bermain dengan lambat, itu pun biasanya masih terlalu cepat.  Oleh sebab itu, anak-anak harus selalu diingatkan kembali untuk berlatih pada tempo yang lambat, supaya mereka sanggup untuk mendeteksi masalah yang ada dengan lebih mudah, walaupun mungkin perlu dibantu oleh orangtua.  Pada tempo yang cepat, segala sesuatu meluncur dengan begitu cepat sehingga otak kita tidak sanggup untuk menangkap kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi.

Menyangkut masalah teori yang masih Grade 1, memang banyak sekali anak-anak yang teorinya ketinggalan dibanding dengan permainan mereka.  Ini biasanya disebabkan oleh kurangnya waktu dan perhatian yang diberikan guru pada teori musik.  Guru-guru pada umumnya hanya menggunakan waktu kurang lebih sepuluh menit dari waktu kursus selama satu jam untuk teori musik, sementara waktu lainnya digunakan untuk praktek.

Guru-guru yang menggunakan lebih banyak waktu untuk teori seringkali mendapat keluhan dari para orangtua murid.  Akhirnya, pada saat murid-murid mencapai ujian praktek grade 5, pada saat itulah para orangtua menjadi sadar bahwa anak mereka itu perlu mengejar teori musiknya supaya dapat mencapai grade 5 sebelum boleh melanjutkan ke ujian praktek grade 6 dan seterusnya.

Apabila perlu, saya sarankan anak ibu untuk juga mengambil kursus yang dikhususkan untuk teori musik selama satu jam setiap minggu untuk mengejar ketinggalannya, sementara kursus praktek tetap dilanjutkan seperti biasanya.

Pemahaman tentang sejarah musik itu dapat dilakukan sedini mungkin.  Anak-anak pada tingkat pemula pun sudah seharusnya diperkenalkan pada sejarah musik, walaupun tentunya masih dalam versi yang jauh lebih sederhana. Contohnya, setiap kali anak kita belajar lagu baru, tanyakanlah siapa yang mengarang lagu itu.

Setidak-tidaknya, murid harus sanggup untuk mengucapkan nama komponis dari lagu yang sedang dipelajari.  Setelah itu, tanyakanlah negara asal dari komponis itu, tahun lahir dari komponis itu, dan sebagainya.  Informasi yang sederhana seperti itu termasuk sejarah musik dan dapat membangkitkan rasa keingintahuan murid untuk menelusuri lebih lanjut lagi oleh mereka sendiri.

Pada jaman sekarang ini, mudah sekali bagi murid-murid untuk menjelajahi berbagai informasi melalui internet.  Mereka hanya perlu mengetik nama komponis pada web browser, dan segala informasi di internet mengenai komponis yang bersangkutan akan segera muncul. Jadikanlah aktivitas ini sebagai kegiatan rutin yang dapat memberikan pencerahan kepada anak. Apabila anak ibu menggunakan buku khusus ujian ABRSM, di bagian bawah halaman pertama dari setiap lagu biasanya ada tercantum informasi mengenai komponis atau lagu yang sedang dipelajari. Setidak-tidaknya, biasakanlah anak ibu untuk membaca informasi tersebut.

Program ujian ABRSM yang diikuti oleh anak ibu itu sebetulnya adalah program yang baik dan seimbang, karena sudah mencakup tangganada, tiga atau empat potong lagu dari periode dan gaya musik yang berbeda-beda, aural training, dan sight-reading.   Setiap bagian dari buku ujian ABRSM, seperti List A, B, dan C, masing-masing sudah dirancang untuk memperkenalkan gaya-gaya musik dari periode yang berbeda kepada para murid.

Menyangkut masalah periode atau komponis yang mana dulu sebaiknya diajarkan, itu tidak menjadi masalah.  Hal yang terpenting adalah untuk selalu memastikan bahwa anak kita belajar lagu-lagu dari berbagai periode dan gaya musik yang berbeda, sehingga wawasan musik mereka menjadi lebih luas dan pengetahuan mereka menjadi seimbang.  Apabila lagu yang sedang dipelajari adalah karya dari jaman Klasik, usahakanlah agar lagu tambahan yang berikutnya tidak dari jaman Klasik lagi, melainkan dari jaman Romantik atau abad ke-20.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi ibu Theresia dan para pembaca Staccato lainnya.  Saya berharap anak ibu akan maju terus dalam pelajaran musik dan semoga musik akan senantiasa menjadi sumber pelita dalam hidupnya.

Salam,

Dr. Hendry Wijaya


Profil Dr. Hendry Wijaya

Doktor Hendry Wijaya menarik perhatian dunia pada tahun 1996 ketika menerima penghargaan “Young Artist Piano Award” sebagai pemenang kompetisi Artist International di Amerika Serikat. Melalui penghargaan ini, ia diberikan kesempatan untuk mengadakan resital perdananya di gedung terkemuka Carnegie Hall, New York, diikuti oleh Gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan memperoleh sambutan luar biasa dari para pakar musik dunia. Ia dianugerahkan gelar Doctor of Musical Arts (DMA) dari Manhattan School of Music sebagai penerima beasiswa penuh Presidential Merit Scholarship. Kini ia menjabat sebagai Head of Piano Department di Westminster Conservatory of Music di Princeton dan pimpinan dari Elly Lim Music Studio di Jakarta. DR. Hendry sering diundang untuk menjadi juri di berbagai kompetisi piano internasional, seperti Golden Key Festival, Alberti International Piano Competition, Chopin International Piano Competition di Hartford, World Pianist Invitational International Competition dan sebagainya. Di sela-sela kesibukannya, ia meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pembaca STACCATO berkaitan dengan piano, edukasi dan performing. Kirim pertanyaan Anda langsung ke e-mail DR. Hendry Wijaya: [email protected] atau STACCATO: [email protected].

Article Bottom Ad