“Musik Telah Menjadi Panggilan Hidup Saya”
Sejak kecil dikenalkan musik oleh orangtuanya, hingga remaja. Ketika kuliah di luar negeri, mengambil jurusan bisnis. Senyampang kuliah bisnis, ia tetap belajar musik secara privat. Dan setelah lulus kuliah, ia memilih musik menjadi pilihan hidupnya. “Saya tak bisa dipisahkan dengan musik,” kata Fransisca Dewi Yani Argawa, atau yang lebih akrab dipanggil Dewi Argawa ini.
Bagaimana masa kecil Anda, dan bagaimana bisa terhubung dengan musik? Siapa yang paling berperan mengenalkan musik ke Anda?
Orang yang paling berperan mengenalkan musik kepada saya adalah ibu saya sendiri, melalui alat musik organ di Yamaha Music yang disebut Electone waktu saya umur 5 atau 6 tahun saat itu. Kurang lebih dua tahun setelah itu saya mulai belajar piano. Jadi saya belajar kedua-duanya sampai lulus SMA.
Apa yang Anda ingat dan rasakan saat pertamakali belajar musik?
Yang jelas saya senag sekali. Saya dulu tinggal di Bali, dan kursus musik di Denpasar waktu itu hanya Yamaha. Seingat saya dari kecil saya sudah senang dengan musik dan buat saya belajar piano dan electone itu sebuah hobi karena jaman dulu entertainment belum sebanyak sekarang. Begitu bersemangatnya saya belajar electone dan piano, saya ingat betul, setiap pulang sekolah biasanya saya habiskan buat main piano dan electone. Saya juga suka mencari-cari sendiri buku musik, membacanya, dan memainkan sendiri, di luar yang diajarkan guru. Keinginan saya untuk bisa main lumayan besar. Kadang setiap ganti buku baru saya selalu penasaran dan coba pelajari dan baca-baca sendiri sebelum guru saya beri tugas lagunya. Saya juga sebenarnya ingin belajar vocal saat itu namun mungkin juga pada saat itu terlalu mahal biayanya bagi orangtua saya, untuk belajar 3 hal sekaligus.
Bagaimana perjalanan belajar musik Anda?
Seperti yang saya bilang tadi, saat itu di Bali belum banyak tempat kursus atau sekolah music. Hanya ada Yamaha Music saat itu. Jadi saya belajar disana sampai saya lulus SMA. Guru electone saya Pak Benny dan guru piano saya owner Yamaha disana Ibu Cecilia Indradjaja yang biasa dipanggil Ibu Tulus. Dia yang sangat berjasa dalam mengembangkan minat saya di kedua instrumen tersebut. Saya belajar di Yamaha sampai Teachers Grade. Waktu lulus SMA saya ingin kuliah musik namun karena orangtua saya berpikir musik hanya untuk hobi saja, jadi saya mengambil kuliah Business di Melbourne,Australia di Swinburne University.
Berhenti dong belajar musiknya?
Tidak juga. Karena saya ingin tetap belajar piano, akhirnya saya menyewa piano di apartment dan belajar dari guru private. Guru-guru saya disana antara lain Duncan Wesley dan Alan Fullston. Jadi sepanjang kuliah bisnis, saya disana tetap belajar piano juga walaupun bukan secara formal education. Tapi saya belajar banyak dari guru-guru saya disana termasuk cara men-shaping lagu yang saya pakai sampai hari ini ketika melatih murid-murid saya ikut banyak lomba. Jadi untuk sertifikat formal education S1 di bidang musik saya tidak punya. Jadi bukan Bachelor of Music tapi Bachelor of Business hahaha… Namun karena hal itu, saya menyadari kekurangan saya dan saya terus belajar sampai hari ini dengan ikut masterclass dan seminar-seminar di antaranya masterclass dengan Christopher Norton, Ananda Sukarlan dan ikut ABRSM Teachers Conference setiap tahunnya sebelum pandemi. Puji Tuhan saya mendapatkan Acknowledgment Certificate justru dari mengikutsertakan murid-murid lomba di International Competition. Saya pernah mendapatkan Diploma of Recognition dari American Protege dimana murid saya menjadi salah satu winner di Carnegie Hall,USA dan beberapa sertifikat Best Teacher dari Hongkong Youth Performance Arts Festival ketika murid2 saya berhasil memperoleh juara 1,2 dan 3 di kategori yang berbeda. Saya juga terus belajar dari mengikuti tutorial di Youtube dari pengajar-pengajar profesional seperti Josh Wright dan Paul Barton. Saya tidak malu untuk terus belajar karena saya selalu berpikir saya masih banyak kekurangan dan dimana saya bisa menambah ilmu saya pasti coba ikut.
Sejak kapan Anda mulai mengajar piano?
Saya mulai mengajar sekitar umur 23 tahun. Jadi sampai sekarang sudah 27 tahun saya menjadi guru piano. Awalnya mengajar sebagai guru private dan pernah juga bergabung di salah satu sekolah musik. Pada tahun 2014 saya mendirikan Volare Music atasan anjuran suami saya pada awalnya. Setelah kurang lebih 9 tahun ini Volare mengasah anak-anak untuk mencintai musik itu sendiri bukan hanya untuk sekedar belajar memainkan instrument. Volare Music menawarkan kursus piano, keyboard, violin, viola, cello, flute, gitar dan vocal. Dan sekarang Volare Music berhasil membangun Volare Chamber Orchestra, Volare Childrens’ Ensemble dan Volare Childrens’ Choir yang juga berkesempatan untuk berkolaborasi 2 kali dengan maestro Ananda Sukarlan untuk membawakan karya-karyanya dalam concert di tahun 2017 dan 2019.
Apa yang mendorong Anda menjadi guru musik?
Yang mendorong saya menjadi guru piano adalah karena pertama, saya ingin menjadi seseorang yang bisa memberikan kontribusi, sekecil apapun. Kedua, karena mengajar musik itu menyenangkan. Bekerjasama dengan anak-anak maupun orang dewasa dalam belajar musik, adalah sesuatu yang menantang sekaligus menyenangkan. Tidak ada perasaan yang lebih baik daripada melihat seorang anak yang telah saya latih sejak dari mereka tidak bisa, sampai bisa memainkan sebuah lagu dengan sempurna di resital. Untuk saya pribadi ‘The beauty of teaching is learning’. Menjadi guru piano karena saya mencintai musik itu sendiri dan I love teaching and being with the kids.. Untuk saya, mengajar tidak memandang umur murid. Ketiga, karena saya ingin terus belajar. Mengajar bagi saya juga sekaligus sebuah proses belajar. Sampai sekarang dan nanti, saya akan terus belajar di bidang yang saya geluti ini. Jadi ketiga hal ini yang membuat saya tidak pernah berpindah jalur selama 27 tahun ini. Saya mengajar musik piano untuk anak dari umur 3 tahun sampai oma-oma berumur 65 tahun lebih
Apa suka dukanya menjadi guru piano?
Sebenarnya lebih banyak sukanya sih hahaha…. Sukanya karena melihat anak-anak yang datang kepada saya di saat mereka masih kecil sekali dan baru pertama kali mengenal musik dan pada akhirnya bisa dapat bermain dengan baik bahkan beberapa anak sampai bisa memperoleh penghargaan dari kompetisi nasional dan internasional. Kebanggaan saya juga ketika saya akhirnya berhasil mengajarkan piano kepada anak-anak berkebutuhan khusus. Saya mempunyai beberapa belas murid ABK dan kebetulan juga saya berkesempatan untuk menjadi pelatih untuk anak-anak ABK di Paroki Gereja saya untuk mereka dapat melayani di gereja dalam bentuk koor dan memainkan piano dan electone. Sebenarnya ini adalah kebahagiaan terbesar saya selama menjadi guru piano yaitu ketika saya melihat anak-anak special needs ini dapat ikut berpartisipasi untuk pelayanan di gereja. Kalau dukanya mungkin ketika murid-murid saya yang sudah besar, sudah lulus SMA, tidak meneruskan belajar piano lagi. Saya sudah melewati dua generasi anak-anak yang saya ajar dari mereka kecil smp lulus SMA.
Problem apa yang banyak Anda hadapi sebagai guru piano?
Secara umum problem yang dihadapi buat saya tidak terlalu banyak. Kalau dengan siswa, mungkin harus lebih beradaptasi dengan murid, dengan karakter yang berbeda-beda. Tapi buat saya itu sebenarnya bukan problem tapi justru pembelajaran untuk agar lebih banyak lagi mengenal karakter murid yang berbeda-bed. Puji Tuhan, Dia selalu mampukan saya untuk bisa dealing denga anak-anak yang cukup ‘sulit’ ditangani
Bagaimana hubungan Anda dengan para guru?
Dengan guru-guru saya rasa untuk di Volare saat ini saya bersyukur kami semua kompak dan dapat bekerja sama dengan baik sebagai satu team, terutama pada saat mengadakan konser-konser dan membahas materi dan cara pengajaran sehingga kami berusaha untuk mempunyai kesamaan di Volare dalam hal materi dan cara pengajaran. Dengan guru-guru lain di luar Volare, saya juga menjalin hubungan dan komunikasi yang baik. Bagi saya, meraka semua adalah teman dan juga partner kerja. Kita saling support satu dengan lainnya demi memajukan pendidikan musik di tanah air
Bagaimana komunikasi Anda dengan orangtua siswa?
Dengan orang tua, pada umumnya tidak ada problem yang terlalu mendasar karena dari awal saya selalu mencoba menjalin hubungan yang lebih personal dengan setiap orangtua walaupun anaknya bukan murid saya pribadi. Di Volare kami selalu memberikan waktu untuk bertemu orangtua dalam membahas evaluasi belajar dan pembagian raport secara regular. Jadi di Volare kami fokus untuk membina kerja sama dan kedekatan pribadi dengan setiap orangtua siswa agar mereka lebih up to date dengan proses belajar anaknya, dan agar lebih maksimal juga hasil belajarnya.
Kadang ada orangtua siswa yang ikut campur terlalu dalam. Anda mengalami?
Iya memang ada orangtua yang ikut campur dalam proses pengajaran, namun saya selalu melakukan pendekatan dengan bicara heart to heart dan menjelaskan seperti apa metode kita sehingga segala friction dapat diminimalkan. Puji Tuhan di Volare tidak ada orangtua yang terlalu demanding
Tapi peran orangtua juga penting dalam proses belajar music anak-anaknya
Sure. Menurut saya peran orangtua sangat teramat penting dalam proses belajar musik anak-anaknya karena ketika anak diberi support yang cukup dari orangtuanya maka hasilnya pun lebih terlihat. Anak yang terpantau latihannya akan lebih baik daripada anak-anak yang tidak pernah disupport ketika mereka latihan, dan selalu mencoba memberikan support yang positif agar anak semakin percaya diri dengan memberikan apresiasi pada anak ketika mereka sudah berlatih. Tidak mengecilkan arti dengan membandingkan dengan anak-anak lain yang mungkin lebih bagus darinya, saya rasa adalah langkah yang paling baik untuk anak dapat mengembangkan sendiri talentanya.
Pernahkah menemuai hal-hal yang menjengkelkan dalam profesi Anda sebagai guru piano? Bagaimana Anda meresponnya?
Terus terang saya agak susah untuk memikirkan hal-hal yang menjengkelkan dalam menjalani profesi saya karena saya sungguh bersyukur bahwasanya Tuhan memberikan saya talenta untuk dapat menjadi guru piano dan profesi ini adalah pilihan terbaik dalam hidup saya. Walaupun mungkin terkadang ada rasa lelah karena saat ini saya pribadi mengajar sekitar 60 lebih murid, tapi saya tetap bersukacita dengan profesi yang Tuhan berikan untuk saya. Jadi agak sedikit susah mengingat apa yang menjengkelkan hahaha… Mungkin bukan menjengkelkan tapi lebih kepada menyayangkan ketika murid ada yang tidak bisa datang reguler karena dengan begitu progressnya menjadi lebih lambat.
Hal-hal apa yang menurut Anda menyenangkan dalam profesi sebagai guru piano?
Yang menyenangkan lumayan banyak. Salah satunya adalah ketika murid dapat memainkan sebuah repertoire dengan sangat baik. Ketika tahu bahwa mereka benar-benar mendengarkan dan mencoba menerapkan apa yang saya coba ajarkan agar mereka dapat bermain lebih baik. Ketika mereka mendapatkan penghargaan di banyak lomba-lomba nasional bahkan sampai internasional, itu juga membuat saya sangat bangga dengan motivasi dan jerih payah mereka berlatih karena saya lumayan sering mengikutsertakan murid-murid di berbagai lomba. Sebenarnya bukan supaya harus menang. Menang hanya bonus sebenarnya, tapi karena mereka sudah meluangkan waktu dan fokus untuk bisa berlatih dan bermain sebaik-baiknya dan membuat mereka dapat mencintai bermain musik itu sendiri.
Dalam pandangan Anda, guru piano yang ideal itu seperti apa?
Kalau menurut saya simple aja. Bukan harus berarti guru yang ideal adalah guru yang bisa membuat murid-muridnya menang di berbagai lomba atau menjadikan semua muridnya hebat-hebat. Tapi lebih kepada guru yang mempunyai komitmen dan dedikasi sebagai seorang guru dan terutama dapat mengajar dengan hati bukan sekedar mengajar sebagai sebuah mata pencaharian. Rela mengorbankan waktu dan tenaga ketika diperlukan demi memajukan anak didiknya. Guru yang bisa membangun karakter pribadi anak, membuat anak menyukai dan mencintai musik itu sendiri sehingga dengan demikian mereka juga dapat lebih percaya diri. Guru yang dapat membimbing dengan kasih tapi bukan yang iya-iya saja dan hanya memuji. Tapi yang selalu bisa memotivasi, mendorong dan memberi semangat ketika murid merasa kesulitan, mengoreksi permainan yang kurang tepat dengan sopan dengan cara yang benar dan dengan kata-kata yang baik namun tegas sehingga anak tidak merasa sakit hati. Guru yang tulus memuji, mengapresiasi ketika
murid memang sudah bermain dengan baik. Mengajar dengan lebih bercerita umpama sedang belajar sebuah lagu..apa yang mau diceritakan di dalam lagu ini, membayangkan cerita apa yang mau disampaikan kepada audience ketika memainkan lagu ini, siapa composernya, cari tau siapa dia, mengajarkan anak untuk selalu dapat menyanyikannya di dalam hati ketika bermain bukan hanya not-not yang dibaca begitu saja, dan saya kira masih banyak lagi hal-hal ideal yang sebaiknya dilakukan guru.
Bagaimana Anda men-support murid yang kurang bersemangat dalam belajar?
Saya biasanya suka bilang buat anak yang selalu bilang di awal bahwa belajar lagu ini susah dan saya pasti nggak bisa mainkan ini. Atau bertanya apakah dia bisa main seperti itu? Saya hanya bilang, ini memang susah tapi kamu pasti bisa asal mau rajin mengulang-ulang. Kalau ngulang baru 10x hasilnya segini. Kalau main 50x segini kalau 100x bisa jadi segini. Jadi kalau mau hasil yang bagus harus latihannya sebanyak mungkin, itu kamu pilih sendiri yang mana kamu mau hasilnya nanti. Tapi pasti bisa kalau rajin ngulangnya. Kalau ada yang tetap masih malas-malasan, ya susah. Puji Tuhan lagi saya hampir tidak ada murid yang datang les tapi nggak ada progress sama sekali. Kadang lagu itu sangat mempengaruhi anak dalam berlatih. Ini agak berbeda dengan cara guru-guru jaman dulu dalam mengajar, tapi harus diakui anak jaman dulu dan sekarang juga berbeda sehingga kita harus tahu bagamana menanganinya. Sejauh ini saya coba pilihkan lagu-lagu yang mrk lebih punya minat. Bahkan kadang saya kasih pilihan mau yang mana, yang levelnya kurang lebih sama. Tapi untuk anak-anak yang bagus, kita tentunya beda cara pendekatannya. Kita bisa mendesain lagu-lagu apa yang lebih dapat meningkatkan kemampuan mereka. Jadi tergantung denga interest dan kemampuan anak tersebut. Intinya murid-murid saya selalu saya coba pilihkan lagu-lagu yang berbeda walaupun tentunya ada lagu-lagu wajib yang mereka harus pelajari dan kuasai.
Apakah Anda merasa bahwa menjadi guru piano itu sebuah panggilan jiwa?
Seperti yang sudah saya sampaikan sebelaumnya, bahwa profesi saya memang profesi terbaik untuk saya yang Tuhan sudah berikan untuk saya. Jadi saya merasa ini memang sungguh panggilan jiwa sebagai guru piano terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Saya selalu mencoba memberikan waktu lebih bagi mereka yang memang mempunyai interest lebih di bidang ini. Intinya kapanpun saya ada waktu luang, saya suka memberikan anak extra time di luar jam lesnya dan tanpa di-charge lagi. Sebenarnya karen saya suka saja kalau melihat growing talents di beberapa anak yang memang juga mereka sangat punya semangat untuk latihan. Untuk persiapan lomba/ujian ABRSM umpamanya saya pasti memberikan waktu khusus untuk melatih semua murid-murid Volare Music termasuk yang bukan murid pribadi, untuk datang di luar jam kursus dan saya mencoba menerapkan hal ini kepada guru-guru lain di tempat saya. Kalau kita mau murid-murid kita berkembang dan lebih maju, kita tidak boleh pelit dengan waktu dan ilmu. Puji Tuhan guru-guru di temapt saya semuanya sangat kooperatif.
Apa filosofi hidup Anda?
Filosofi saya pribadi adalah melakukan apapun dengan sebaik-baiknya dengan komitmen dan dedikasi untuk dapat memberikan hasil semaksimal mungkin untuk orang lain dan untuk Tuhan. Karena saya percaya segala sesuatu kalau mau bagus perlu usaha dan perjuangan yang extra dan selanjutnya menyerahkan segalanya pada Tuhan. Kegigihan buat saya penting untuk mencapai suatu keberhasilan. Do my best and let God do the rest. Karena itu sebagai guru piano saya selalu mencoba memberikan yang terbaik dari diri saya untuk kemajuan murid-murid. Prinsip saya dalam mengajar dibutuhkan passion and patience. Passion dalam mengajar karena saya mencintai profesi saya dan patience dalam menjalani profesi saya sehingga apapun kendalanya saya tetap dapat menjalankannya sebaik-baiknya. Mencoba terus untuk melakukan lebih banyak untuk murid terutama dalam hal memberikan waktu extra pelatihan di saat diperlukan dimana mungkin tidak semua orang mau melakukannya tapi saya percaya selalu ada hasil extra untuk extra effort.
Apa rencana ke depan Anda dan Volare Music?
Rencana saya ke depannya adalah terus belajar mengasah dan mengembangkan diri saya dan menjadi guru yang baik serta menjalankan dan mengembangkan Volare Music sebaik-baiknya dalam melatih murid dan terus mengadakan event-event reguler seperti internal konser dan repertoire class, untuk meningkatkan kualitas murid dan menambah kepercayaan diri mereka. Volare juga terus berusaha memperbesar jumlah murid yang tergabung dalam Volare Chamber Orchestra dan Volare Childrens’ Choir sehingga murid-murid dapat lebih mengembangkan talenta bermusiknya. Kami berusaha untuk dapat lebih memberikan yang terbaik bagi setiap murid dengan materi dan cara pengajaran yang disesuaikan dengan karakter, kemampuan dan kebutuhan anak-anak yang berbeda-beda dan semoga dapat menjadi salah satu wadah yang dapat memajukan pendidikan musik di tanah air.
Baiklah. Semoga senantiasa sukses ya
Terimakasih doanya. Salam untuk semua pembaca Staccato. (eds)