Berperan ganda sebagai guru piano sekaligus pemilik dan pengelola sekolah musik ataupun kursus musik, seringkali tak bisa menghindarti konflik prioritas. Misalnya, terpaksa harus membatasi jumlah murid, supaya bisa berperan dengan maksimal baik sebagai guru dan juga pengelola sekolah musik. Inilah yang dihadapi Philip Sumargo, ketika harus berperan ganda seperti itu. bagaimana liku-likunya? Berikut bincang singkatnya dengan STACCATO
Bagaimana masa kecil Anda dan bagaimana Anda terhubung dengan musik?
Tidak ada hal yang menarik untuk diceritakan dari masa kecil saya, selain kenakalan khas anak – anak pada umumnya yang saya lakukan. Saya lahir di keluarga pedagang, dan kehidupan masa kecil saya sama sekali tidak bersentuhan dengan musik. Sampai pada saat saya di SD kelas 4, orang tua saya membelikan sebuah keyboard elektrik dan memberi les untuk kakak saya. Kami dua bersaudara dan berjarak 5 tahun. Namun ternyata kakak saya hanya bertahan 2 bulan saja dengan lesnya. Berhubung orang tua sudah terlanjur membeli keyboard tersebut, maka terpaksalah saya dikorbankan untuk les hahaha… Orang tua saya mencari guru dengan tarif yang sangat bersahabat, dan saya sangat bersyukur dan merasa berhutang budi kepada guru tersebut, kalo gak ada dia, entah apa jadinya saya sekarang. Dan ternyata saya cukup menikmati pelajaran les tersebut.
Siapa yang berperan mengenalkan Anda ke musik dan yang menginspirasi Anda untuk menjadi guru piano?
Kelas 6 SD saya bergabung dengan paduan suara anak di gereja tempat saya beribadah. Alih – alih terinspirasi untuk bernyanyi dengan baik, saya terpesona dengan pianis pengiring paduan suara tersebut. Singkat cerita saya minta dibelikan piano ke orang tua. Dan betapa beruntungnya saya karena orang tua saya bergerak cepat dan membelikan sebuah piano bekas, tepat dua bulan sesudahnya Indonesia dinyatakan krisis moneter dan harga piano bekas melambung 3 kali lipat. Sejak itu saya les dengan seorang guru yang menjadi inspirasi saya hingga saat ini, seorang guru yang sangat fasih bermain dengan partitur dan berimprovisasi.
Sejak kapan Anda mengajar musik dan apa yang mendorong Anda menjadi guru piano?
Saya mulai mengajar sejak tahun 2007, pada saat saya tingkat III di perguruan tinggi. Tiga tahun di jurusan arsitektur akhirnya menyadarkan saya untuk kembali ke jalan yang sudah ditetapkanNya. Saya kembali mengambil les piano dan lagi – lagi saya beruntung bertemu seorang guru yang mendukung saya untuk mulai mengajar. Pada saat itu saya hanya memiliki ijazah ABRSM grade 5 dan terlambat. Berhenti les selama 5 tahun!
Bagaimana Anda membangun tempat kursus musik sendiri hingga menjadi seperti saat ini?
Tempat kursus yang saya bangun mendapat support penuh dari orang tua, sehingga boleh dibilang terwujud dengan mudah. Bermodalkan selembar kertas ijazah DipLCM, seorang istri, seorang partner mengajar yang juga eks murid sendiri, dan pengalaman baik dan buruk mengajar di tempat orang lain, saya mulai membangun sebuah tempat les dengan idealisme saya.
Apa tantangan sebagai guru piano sekaligus pengelola kursus musik ?
Kesulitan utama yang saya alami adalah konflik prioritas. Ketika saya harus membimbing murid – murid dan pada saat yang sama saya harus mengurus beberapa hal sehubungan dengan tempat les musik secara keseluruhan, misalnya konser tahunan dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Pada akhirnya yang terutama saya harus lakukan adalah membatasi jumlah murid saya. Sedih sih, tapi ini supaya saya bisa berperan dengan maksimal baik sebagai seorang guru dan juga seorang pengelola.
Problem apa saja yang Anda hadapi sebagai guru piano, baik yang berkaitan dengan siswa, maupun dalam hubungan Anda dengan orangtua siswa?
Nah ini pertanyaan menarik. Namun lebih menarik jawabannya: tidak ada, hehehe…. Tempat les kami sangat diberkati dengan murid – murid dan orang tua yang sangat koorperatif. Ini diakui oleh semua guru yang pernah mengajar di tempat les saya. Setiap murid dan orang tua dapat menjadi teman dengan gurunya dengan tetap menjaga rasa hormat satu dengan yang lainnya. Sehingga masalah – masalah kecil yang terjadi dapat dikomunikasikan dengan baik.
Tapi kadang orangtua siswa ikut campur dalam proses pengajaran musik anaknya. Bagaimana Anda menghadapi orangtua seperti itu?
Sama seperti pertanyaan sebelumnya, hal ini tidak terjadi di tempat les kami. Semua orang tua siswa kami menyerahkan sepenuhnya proses pembelajaran musik kepada gurunya. Apabila ada orang tua yang mungkin terlalu obsesi biasanya kami akan edukasi orang tua untuk boleh menurunkan standarnya dan membiarkan anak-anaknya bisa menikmati proses pembelajaran musik tanpa tekanan yang berlebih dari berbagai pihak. Most of the time: it works
Seperti apa seharusnya peran orangtua dalam proses belajar musik anak-anaknya?
Komitmen! Ini adalah kata yang sangat penting untuk orang tua. Hal tersebut meliputi, janji memberikan sarana dan prasarana pembelajaran musik, seperti biaya les, buku, dan alat musik yang memadai, pengantaran ke tempat les secara rutin, dan juga pendampingan latihan di rumah. Ketiga hal tersebut akan berubah menjadi tanggung jawab peserta didik sendiri seiring berjalannya waktu. Tapi ketika seorang murid baru mencoba, di usia yang muda, apalagi idenya berasal dari orang tua. Maka, komitmen itu akan sepenuhnya ada di pundak orang tua.
Apa yang menjengkelkan dalam menjalani profesi Anda? Dan apa saja yang menyenangkan?
Hmm.. mungkin hal kecil, seperti siswa yang membatalkan janji les kadang – kadang bisa merusak mood saya hari itu. Hal menyenangkan tentu saja saat saya dan siswa dapat belajar mengajar dengan suasana santai dan penuh tawa.
Menurut Anda, guru yang ideal itu seperti apa?
Seorang guru yang dapat memenuhi kebutuhan muridnya. Mungkin tidak semua butuh atau tertarik dengan not balok, selayaknya tentu saja banyak murid yang suka dengan lagu – lagu klasik. Tidak semua murid, bahkan kebanyakan murid di tempat kami berniat menjadi seorang musisi professional, banyak yang tujuannya buat having fun, buat main band dengan teman – temannya, main musik di tempat ibadah, atau sekedar mungkin meningkatkan kepercayaan diri. Belum lagi seorang guru juga harus dapat melihat kekuatan dan kelemahan siswanya seperti hearing, reading, coordination, dan sebagainya, kekuatannya dapat menjadi gerbang yang baik untuk mulai, kelemahannya harus menjadi PR jangka panjang yang diselesaikan dengan penuh kesabaran. Tentunya semua ini akan membuahkan kurikulum yang unik untuk setiap siswa.
Bagaimana Anda memberi semangat dan dorongan kepada siswa yang kurang bersemangat dalam belajar?
Saya memposisikan diri sebagai kakak kelas mereka. Idealnya siswa lebih merasa dimentori atau ditolong dengan kehadiran saya daripada digurui. Mereka bisa terbuka untuk hal apa saja yang mereka nyaman untuk bercerita: hal – hal di luar musik seperti kesibukan belajar di sekolah kadang menjadi hambatan utama dalam pembelajaran musik. Dan biasanya saya di sini akan menanamkan nilai kerja keras kepada mereka, biasanya saya akan berkata: percaya deh, hidup makin lama makin sibuk kok, ga akan jadi lebih santai. Naik kelas makin sibuk. Beres sekolah, masuk dunia kerja lebih sibuk. Kalo Tuhan berkedendak kamu naik jabatan ato bisa jadi pimpinan, ya lebih sibuk lagi. Yuk dari sekarang biasakan atur waktu dengan baik . Saya juga percaya waktu adalah jawaban dari berbagai masalah yang ada. Kalo saat ini muridnya ga semangat akan datang waktunya murid tersebut tiba – tiba berubah atau ya… ehm, kadang, muridnya berhenti les karena yakin musik bukanlah bagian dari dunianya. And That’s completely fine with me. Tentu tidak semua orang akan berkiprah di dunia musik kan?
Bagaimana gaya mengajar Anda?
Biasanya saya akan membagi 2 berdasarkan usia: SD dan sesudah SD. Untuk Usia SD, 12 tahun ke bawah, saya cenderung memilih gaya mengajar yang otoriter, old school. Saya guru kamu murid. Kamu dengerin saya! Namun untuk usia yang lebih dewasa, saya lebih menghargai setiap keputusan yang dia ambil: Mau belajar lagu apa, mau belajar buat apa? Ujian atau have fun? Dan lain-lainl. Saya akan mencoba menjadi seorang teman seperjuangan untuk seorang siswa menemukan ‘musik di dalam jiwanya’.
Apakah menjadi guru piano adalah panggilan jiwa? Bagaiman Anda mengaplikasikannya?
Tentu saja. Sampai saat ini saya yakin ini panggilan hidup saya. Bukti? Saya menikmati kehidupan saya, dimakan bekerja masih memiliki porsi yang banyak di dalam hidup saya. Saya menikmati setiap hari dan setiap kesempatan yang Tuhan berikan di dalam pekerjaan saya. Ketika saya tahu ini panggilan hidup yang akan saya geluti untuk jangka waktu yang lama, maka saya akan sangat menjaga kredibilitas saya dengan selalu memberikan yang terbaik di dalam setiap kesempatan.
Apa filosofi hidup anda, baik sebagai pengajar piano, maupun sebagai pribadi?
Do your best and Let God do the rest. Senantiasa bekerja dengan maksimal. Berikan yang terbaik untuk hal besar dan kecil yang Tuhan percayakan. Sambil memegang teguh bahwa semuanya ada di dalam kendali Sang Maha Kuasa.
Apa rencana Anda untuk masa depan?
Rencana saya pribadi meliputi beberapa hal: ujian praktek tingkat Licentiate, ujian teori tingkat diploma, dan juga harus memiliki aset untuk masa depan. Sedangkan untuk sekolah music saat ini sedang dalam tahap awal kerjasama dengan instansi pendidikan, dan saya akan fokus mengerjakan hal tersebut untuk saat ini.
Bagaimana pianis yang baik menurut Anda?
Seorang pianis yang dapat mengerti dan memenuhi kebutuhan partner ataupun pendengar. Ketika dia duet dengan pemain instrument lain, dia harus mampu menyesuaikan dan memposisikan diri sebagai accompanist, bukan sebagai soloist, atau bintang utama. Ketika dia sebagai solo pianis, maka dia juga harus mempertimbangkan siapa pendengarnya sehingga bisa membawakan lagu yang tepat.
Nasehat apa yang bisa Anda berikan kepada mereka yang ingin berkarier sebagai pianis?
Beridisiplin membangun kebiasaan yang baik. Tentu saja latihan yang teratur menjadi hal utama, namun dilanjutkan dengan menjaga pola hidup yang sehat juga menjadi poin yang tidak kalah pentingnya. Selanjutnya berdisiplin dengan jadwal juga harus dipupuk sedini mungkin, selalu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan hadir tepat waktu. Dalam banyak kesempatan seorang pemusik akan berhubungan dengan orang awam yang mungkin tidak terlalu mengerti untuk menilai kefasihan kita di dalam bermusik, tapi akan sangat mementingkan profesionalisme kita.
Bagaimana Anda menginspirasi dan memotivasi siswa?
Ada dua hal penting untuk ini. Tentu saya harus menginspirasi dengan musik itu sendiri. Ikut tampil di acara konser tahunan atau sekedar dapat memberi contoh dengan baik lagu yang sedang dipelajari oleh siswa. Selain itu saya juga merasa perlu untuk menginspirasi mereka dengan nilai-nilai kehidupan yang saya pegang, misalnya saja selalu bersyukur, selalu mengajar dengan tersenyum.
Apa yang Anda lakukan jika orangtua tidak puas dengan progres anaknya dalam belajar piano?
Ketika ini terjadi maka yang paling penting adalah berkomunikasi dengan sehat dengan orang tua tersebut. Setelah orang tua menyampaikan keinginannya, maka guru juga akan menyampaikan tantangan yang dihadapinya, lalu bersama – sama mencari solusi yang terbaik untuk murid tersebut. Bagaimanapun guru dan orang tua berada pada sisi yang sama, menginginkan yang terbaik untuk murid atau anak tersebut.
Apa filosofi Anda dalam mengajar?
Student is the centre of education itself. Saya akan mencoba sebisa mungkin untuk mengembangkan ‘musik’ di dalam diri mereka. Tidak memaksakan ‘musik’ saya kepada mereka.
Nilai-nilai apa yang ingin ditanamkan pada murid Anda?
Disiplin dan pantang menyerah. Saya pikir ini dua hal penting untuk dimiliki oleh semua orang apapun bidang yang digelutinya.
Sebagai guru piano, apa tujuan profesional Anda?
Menghasilkan para pemusik yang dapat bermusik, di manapun mereka akan bermusik. Apakah mungkin hanya di sekolah, di tempat ibadah, atau menjadi seorang guru musik, atau mungkin mau menekuni musik lebih serius hingga masuk ke perguruan tinggi. Dimanapun mereka perlu bermusik, mereka harus siap.
Anda lebih suka mengajar siswa anak-anak atau dewasa?
Dewasa, hahaha… Pembawaan saya akan jauh lebih santai. Orang dewasa saya rasa sudah tau dengan jelas tujuan belajar music itu dan biasanya mereka juga akan punya kesadaran juga untuk berlatih.
Baiklah. Terimakasih atas kebersamaannya.
Terimakasih juga atas kesempatannya untuk saya. Salam buat guru-guru musik dimanapun Anda berada. Tetap semangat mewarnai dunia pengajaran musik di tanah air. (eds)