VALUE

9

Article Top Ad

YANG dimaksud Value dalam artikel ini adalah nilai. Ya tentu nilai dalam hubungan mesranya dengan entitas seni, dalam ranah seni bunyi atau musik. Lalu kenapa tak dipergunakan istilah nilai saja. Karena penulis khawatir akan terjadi kerancuan pemaknaan dengan nilai sebagaimana halnya nilai mata uang, nilai rapor pendidikan dan semacamnya.
Nilai pada musik tak sekedar bicara angka. Namun cita rasa. Daya apresiasi. Gengsi dan aneka rupa variabel dan parameter yang terkadang bisa membuat kita tercengang dan bahkan ternganga nyaris tak percaya.

Kita akan mulai dari Art Value atau nilai seni pada umumnya. Ada satu pertanyaan klasik. Bagaimana sih cara memberi nilai pada sebuah karya seni? Value-nya tentu berupa price. Dan price tentu bicara soal banyak entitas ekonomi. Satu lukisan misalnya. Berapa harga lukisan itu? Ada yang hanya ratusan ribu saja jika Anda ingin mendapatkan lukisan dari pekerja lukisan. Namun tentu Anda harus merogoh kocek sampai milyaran dan bahkan puluhan milyar jika Anda punya minat terhadap karya seorang Maestro.

Yang bagi orang awam membingungkan itu begini: “Pak…pak…. ya kalo Monalisa lukisan puluhan milyar sih aku mengerti. Karena bukan liat Da Vinci-nya. Melainkan ada nilai sejarahnya. Sejarah yang membuat dunia seni lukis menjadi terevolusi.
“Tapi pak… lha kalo karya pelukis jaman sekarang sampai milyaran itu apanya yang bagus sih pak? Saya sungguh gak ngerti”.

Article Inline Ad

Pertanyaan itu wajar diajukan. Orang yang awam seni tentu bingung dan layak bingung. Apakah canvas lukisannya dari kulit sapi purba sehingga mahal? Apakah catnya berselaputkan emas ataupun parfum yang wanginya gak hilang- hilang, atau apa?
Disinilah kita bicara tentang Art Value. Kita berdasar pada hukum penawaran dan permintaan. Yang bunyinya, semakin langka keberadaan satu barang, manakala banyak yang membutuhkan, maka akan terjadi penawaran yang tinggi.

Sebuah lukisan karya seorang Maestro jelas langka dari keberadaannya. Sangat tidak mungkin, dan tidak pernah ada seorang Maestro membuat satu macam lukisan kemudian digandakan sebagaimana seniman pekerja di pasar seni atau industri kerajinan lukisan.
Dari sini saja, kita bisa mengasumsikan bahwa memang karya lukis yang dibuat seorang Maestro jumlahnya tidak kodian. Sesuai hukum ekonomi, menjadi wajar jika harganya mahal.

““Ya… mahal sih iya pak…jelas mahal. Tapi kok ya mosok sampai milyaran dan puluhan milyar sih pak? Duit milyar tuh banyak dan gede lho pak”.

Nah. Disinilah art itu sendiri. Sang pelukis harus mampu menjual “Derajat Maestro-nya”. Dan peran marketing sangat penting untuk membuat orang merasa butuh dan tertarik untuk membeli lukisan tersebut. Disinilah kita berurusan dengan satu mata rantai kesenian yang disebut Kurator.

Kurator ini adalah orang yang mengkurasi. Memutuskan apakah satu karya seni terutama dalam seni lukis dan seni rupa, memiliki Art Value yang sangat mahal. Pernyataan Kurator bagai Sabda Sang Dewata. Kalo dia bilang ini lukisan luar biasa. Teksturnya halus mulus bak kulit bayi. Lihat cara dia menyiratkan mata manusia. Begitu liar. Begitu nanar, tajam, memangdang sampai menembus jantung kalbu. Nah, saat itulah orang mukai tertarik.

Pertanyaannya, apakah kurator itu obyektif? Ya dan Tidak. Sebagai seorang expert memang kurator harus obyektif untuk mempertahankan citra keahliannya. Namun jangan pernah lupa. Kurator adalah mata rantai value. Urusan akhirnya adalah CUAN !

Alat Musik
Beralihlah kita pada alat musik. Kita mulai dulu dari rajanya alat musik. Yakni Piano. Berapa harga sebuah Grand Piano? Ratusan juta. Yang Steinway, Fazioli, Shigeru Kawai bisa milyaran. Ini Grand Piano pada umumnya ya. Belum dan tidak termasuk misalnya Steinway yang diproduksi khusus untuk pasar Dubai, Uni Emirat Arab, bersaputkan emas dan bertahtakan berlian.

Pertanyaan pertama tentunya adalah,”Hah?! Piano lebih mahal dari mobil?! Lebih mahal dari rumah malahan?! Itu apa laku sih pak?”
Laku. Jelas laku. Sebagai gambaran saja. Steinway itu hampir dua bulan sekali meluncurkan produk baru. Entah itu dari desainnya maupun konstruksinya.
“Ya…tapi kan produksinya dikit pak…”.

Eit! Jangan salah! Meski produksinya sedikit tapi biaya dan untuk penelitian pengembangannya sangat besar. Dan jika tidak laku, mana bisa membiayai reserch and development untuk secara rutin mengeluarkan produk baru. Pertanyaan berikutnya adalah, “Yaaaa.. tapi ya kok milyaran sih pak…Kan itu kayu sama senar doang pak…Trus juga Piano kan bukan pesawat tempur yang teknologinya super canggih dan waktu pembuatannya bisa sampai 3 tahun,”.

Begini. Pertama, ya memang Piano itu utamanya kayu dan senar. Ada besinya dikit untuk pedal-pedalnya. Tapi jangan lupa. Piano memiliki Sound Board yang dilapisi rangka baja. Baja ini harus mampu menahan total tegangan senar piano sampai 20.000 ton! Jelas ini value. Sangat value. Kemudian juga rancangan akustiknya. Perusahaan seperti Steinway dan Kawai, memiliki tradisi turun temurun dan “rahasia” tentang konstruksi akustik. Apalagi Steinway, diidentikkan dengan pride atau rasa bangga sebuah bangsa. Jelas ini merupakan value tersendiri.

Apakah semua itu setara dengan milyaran rupiah? Berapa sebetulnya total ongkos produksi sebuah Piano? Pertanyaan tersebut mengarah pada suspicious. Kecurigaan. Jangan-jangan ada unsur “goreng menggoreng harga” dalam pasar piano. Ya whatever lah.
Yang jelas dari segi konstruksi dan rancangan desain, sebuah Grand Piano adalah karya besar. Satu lagi. Piano itu lakunya lama. Satu produk bisa memakan waktu tahunan untuk dibeli orang. Tentu ini sudah diperhitungkan oleh pabrikannya.

Dari piano, kita beralih ke Gitar Klasik. “Ahhhh… itu sih murah pak. Palingan 2 juta dapet. Yaaaa …mahal-mahalnya di bawah 10 juta deh pak,”.
Pret!! Anda akan tercengang. Handmade Classical Guitar, yang dibuat Luthier (Pengrajin Gitar yang Skilled), bukan pabrikan, harganya Fantastis. Untuk bikinan Joshia De Jonge, Anda mesti siap-siap merogoh kocek sampai ratusan juta rupiah. Untuk bikinan Daniel Friedrich bahkan bisa mencapai hampir 1 Milyar.

“Hah??!! Itu Gitar Klasik kan? Gitar Bolong itu kan?! Gitar gembrung itu kan? Gak masuk akal lah pak. Itu gitar pak. Kayu doang sama besi dikit. Yaaa…kalo piano tuh besar ya pak. Trus ada bajanya. Lha kalo Gitar pak… Gitar kecil gitu. Ya ampun tobat bunda deh pak….”
Jujur, memang sulit dimengerti. Bagaimana bisa, satu buah Gitar Klasik hampir 1 Milyar. Lalu, yang beli adakah? Ya jelas ada lha. Luthier-nya masih hidup dan bernafkah dari situ.

Memang sungguh ajaib dan sulit dipahami. Tapi itulah Value. Bagaimana mungkin sebuah benda dari kayu dengan besi sedikit bisa nyaris menyamai harga rumah luxury di kota di Jawa. Banyak yang berpikir, Ah.. jangan- jangan harganya ‘sudah digoreng nih’. Pendapat ini tidak salah. Dan reasonable. Karena memang sangat tidak masuk akal. Sesulit apa sih pembuatannya. Sesulit apa sih teknik craftmanship-nya. Sungguh ajaib. Dan, harga jualnya …. Ya pedagangnya.

Okelah berdalih dan berkilah ini itu anu inu. Yang jelas, banyak orang orang yang memiliki anggapan begini: Gitar Klasik itu, biar kata 1 Milyar, 1 Trilyun sekalipun, dipajang dengan perhiasan Svarovsky Genuine juga orang tetap akan memandangnya setara dengan yang 2 jutaan. Lhooooo… bunyinya dong pak….Bunyinya…. Ah. Sok tahu. Bisa sebagus apa sih bunyinya? Ya terserahlah. Faktanya sudah terlalu banyak anggapan bahwa Gitar Boutique Concert adalah “Gitar Harga Gorengan”.

Pembuatan Lagu
Dari Gitar Klasik yang kontroversial, kita beralih ke jasa pembuatan lagu. Kalau saya mau buat lagu, berapa harganya? Banyak yang asal main sebut saja. 60 Juta! Hah?! Itu lagu apaan?

“Lhooooo… kan pembuatnya terkenal. Musisi beken, top, laris, untung saja dia mau buatin loe lagu. Ini bukan lagu untuk iklan lho. Lagu untuk ultah saja.
“Iyaaaaa…60 juta harga perkenalan itu”. “What??!! Trus patokan nya apa tuh main sebut 60 juta?”.
“Gini ya…. Art is Priceless! Good Song also Priceless!”
“ Ehm….hmmm…ya gini deh. Makan aja tuh Priceless”. Ya memang rancu.

Ada lagi tentang value pada GIG. Misal Band untuk hajatan nikahan. Ada yang pasang tarif 8 juta. Ada pula yang 80 juta bahkan banyak yang 800 juta. Alasannya…Ya kan artis top. Tak ternilai. Untung saja tuh band sama penyanyinya mau di hire untuk event loe. Hah?! Ya repot ya. Asli repot. Gini deh, sebagai gambaran, saya sampaikan penghasilan pemusik rata rata di USA tahun 2024.
Ini adalah pendapatan setahun ya. Bukan sebulan lho. Nih..,

New York, New York: $54,381 per year
Washington, D.C.: $53,705 per year
Los Angeles, California: $51,555 per year
Chicago, Illinois: $50,929 per year
San Diego, California: $50,329 per year
Baltimore, Maryland: $49,253 per year
Charlotte, North Carolina: $47,932 per year
Houston, Texas: $47,932 per year
Miami, Florida: $46,519 per year

Yang paling tinggi itu di New York. Setahun bisa mencapai 850 jutaan. Setahun! Jadi bulanannya kurang dari 80 Juta. Ya ginilah. Jangan salah. GNP USA 2021 itu 23.39 trillion PPP dollars. Sementara Indonesia 3.471 trillion PPP dollars hampir 1/10 nya. Hmmmm…

Diperdebatkan
Definisi Value dalam seni merupakan topik yang selalu diperdebatkan dalam dunia seni itu sendiri, tentu termasuk musik. Hal tersebut karena unsur-unsur value seni sangat banyak dan seringkali sangat subyektif dibandingkan empiris. Memahami konsep inti pasar seni ini sangat penting bagi semua orang yang ingin mengambil langkah pertama ke dunia seni. Baik itu pekerja seni maupun penikmat seni dan konsumen seni.

Misalnya, apa yang membuat seni punya value? Apakah konsep ini hanya ada hubungannya dengan harga? Apakah itu mencerminkan sifat simbolis seni atau lebih tepatnya kehalusan materialnya? Dalam alat musik bisa berarti bahan, konstruksi, dan tentu saja bagaimana bunyi yang dihasilkan meski seringkali, sekali lagi, sangat subyektif sifatnya.

Parameter dan unsur penentu value seni, musik juga tentunya, sudah berubah dari masa lalu. Hingga munculnya era modern, pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan value seni dapat dijawab dengan lebih mudah, dengan mempertimbangkan bahan yang digunakan, tujuan yang ingin dicapai, ukuran, ketenaran seniman yang memproduksinya dan kurator.

Pelaku-pelaku tersebut sudah menjadi sebuah hal yang sangat umum pada jaman dulu. Meski tidak semua unsur tersebut hilang, namun kini art value atau value seni, pasti dilengkapi dengan unsur lain. Bayangkan saja saat ini sebuah karya seni seperti Comedian karya Cattelan bisa dijual seharga 150.000 USD, harga yang tentunya melebihi biaya bahan yang digunakan: pisang dan selotip !

Unsur-unsur penentu nilai seni, meskipun sederhana, sama seperti semua klasifikasi. Kategorisasi yang berguna dari berbagai aspek yang terlibat dalam definisi nilai seni meliputi: nilai intrinsik atau inheren seni, berkaitan dengan kualitas simbolisnya; nilai sosial seni; nilai komersial (atau pasar). Penjelasannya?
Tunggu edisi mendatang. Salam. (*)

Article Bottom Ad