MERAIH gelar doktor dalam bidang piano performing, tidak menjadikannya puas. Martin Kesuma menggali lebih dalam lagi kekayaan musik klasik dengan mengikuti program-program enrichemnt bersama musisi-musisi dunia. Ketika banyak lulusan S 3 kembali dan mengajar di Indonesia, Martin tetap melanglang buana dengan terus belajar. Apa yang dicari? Berikut bincang singkatnya di Steinway Family Story
Bagaimana masa kecil Anda dan bagaimana bisa terhubung dengan musik?
Saya belajar musik pada usia yang sangat muda, karena papa saya sempat jadi guru piano, dan saya ikut kelas Kursus Musik Anak-anak pada saat umur empat tahun. Mulai benar-benar belajar piano pada usia 6 tahun. Sebagaimana anak-anak kecil pada saat itu, saya memang disuruh orangtua untuk belajar musik. Jadi agak dipaksa sih pada awalnya. Lama-lama sekitar usia 12 tahun dan mulai ikut bergabung di komunitas piano, mulai ada perasaan berkompetisi dengan yang lainnya, dan mungkin karena lingkungan yang kompetitif itu ada perasaan nggak mau kalah dengan yang lainnya, sehingga saya makin rajin belajar dan berlatih, dan akhirnya jadi suka deh dengan piano
Apa yang memotivasi Anda belajar piano
Sebetulnya karena saya merasa lebih berbakat di piano. Sebenarnya saya juga belajar biola dan cello, dan saya sangat suka bunyinya dan sering juga memainkannya dalam berbagai kesempatan, bahkan sempat main di orchestra juga. Tapi setiap instrumen memiliki tantangan yang berbeda. Jujur saja biola itu tantangannya juga sulit. Kalau di piano, saya misalnya, main lagu cukup belajar satu jam, di biola bisa enam jam untuk lagu yang sama. Jadi menurut saya, belajar alat musik apapun mesti ada unsur talent-nya juga sih. Dan saya merasa bahwa saya lebih berbakat di piano, makanya saya memilih lebih fokus untuk memperdalamnya
Apa sih yang menarik dari piano dibanding alat musik lain?
Piano itu menyediakan banyak fasilitas. Berbeda dari kebanyakan instrumen, piano bisa digunakan memainkan harmoni atau akord di tangan kiri, dan melodi di tangan kanan. Karena memiliki dua bagian untuk dimainkan, ini membuatnya lebih sulit untuk belajar dan membaca musik daripada alat musik yang biasanya hanya memainkan harmoni atau akord saja atau melodi saja. Rentang nada yang lebih besardaripada kebanyakan instrumen lainnya dan dapat membuat semua nadanya dimainkan bersama pada saat yang sama melalui penggunaan pedal kaki, ini memungkinkan piano melakukan banyak tugas sebagai instrumen yang membuatnya sangat fleksibel dan mudah beradaptasi. Saya kira ini juga salah satu alasan mengapa piano memiliki begitu banyak literature, dan merupakan instrumen pilihan yang digunakan para komposer untuk mewujudkan kreasi mereka. Sederhananya, piano itu alat musik yang serbaguna, yang membuatnya berbeda dari kebanyakan instrumen musik lainnya.
Apa yang menantang dalam mempelajari piano?
Sebenarnya piano relatif mudah dipelajari. Kita tidak perlu mencari suara sendiri. Sudah disediakan dan tinggal ketuk saja. Ini berbeda dengan alat musik lain dimana kita harus menemukan sendiri suara atau nada yang diinginkan. Meski demikian bukan berarti mudah juga memainkan piano, karena setiap keterampilan memiliki tantangan tersendiri.
Misalnya?
Kenyataan bahwa kedua tangan digunakan saat bermain, dimana tangan kiri menangani nada bas dan akord, tangan kanan menangani melodi dan nada tinggi, kedua tangan dituntut memainkan tidak hanya not yang berbeda tetapi juga ritme yang berbeda dan pada waktu yang berbeda. Sangat mungkin kita bisa bermain piano tanpa membaca musik, tetapi sebagian besar keterampilan bermain piano justru berkembang dari membaca musik karena setiap lagu memerlukan teknik. Ini juga hal yang sulit dan menantang. Dimungkinkan juga untuk memainkan piano dengan telinga, tetapi jauh lebih sulit daripada melakukan hal yang sama pada instrumen lain. Ada banyak pengetahuan yang diperlukan untuk mengetahui cara mengubah satu nada pada piano menjadi akord. Untuk bermain dengan telinga, seseorang harus dapat mendengar akord dalam sebuah lagu, lalu menemukan setiap nada dalam akord itu dan mereplikasinya pada tuts piano. Ini tidak mudah saya kira, karena meskipun sepenuhnya mungkin, tetapi sangat sulit, dan tidak banyak orang mampu menghasilkan nada yang sempurna. Banyak hal lain yang saya kira nggak akan habis dipelajari
Karena itu pulakah yang membuat Anda tetap belajar sampai saat ini meski telah meraih gelar doktor?
Hahaha….benar sih. Rasanya memang masih ada saja yang kurang. Makanya saya sering ditanya, kan kamu sudah lulus S1, S2, S3, kok masih saja sekolah sih. Kapan selesainya? Saya bilang, ya kalau sudah puas dengan yang dicapai sekarang, nggak masalah sih. Tapi saya merasa bahwa rasanya masih kurang deh. Masih banyak lagu-lagu yang mesti dipelajari
Sejak kapan Anda belajar di luar negeri, dan mengapa memilih Texas?
Sejak tahun 2012 pada usia 17 tahun setelah diterima di Texas State University. Mengapa memilih Texas, ya karena tertarik saja sih untuk belajar di sana. Sebelumnya banyak cari informasi universitas-universitas di luar negeri juga sih, tapi saya merasa sepertinya cocok di Texas. Akhirnya saya putuskan untuk ambil di Texas. Saya lulus Bachelor of Music in Piano Performance di Texas State University tahun 2016, kemudian melanjutkan di University of Texas di Austin mengambil gelar Master of Music in Piano Performance dan lulus tahun 2018, sekaligus mengambil gelar Doctor of Musical Arts in Piano Performance dan lulus tahun 2022, dan sekarang ambil Artist Diploma Program di Glenn Gould School dibimbing James Anagnoson.
Anda sudah meraih gelar doktor, dan sekarang melanjutkan lagi 2 tahun di program Diploma Artis. Merasa masih kurang?
Saya mengutip apa yang dikatakan Pablo Casals saat ditanya kenapa sampai usia 90 tahun dia masih saja belajar. Dia menjawab karena dia selalu improve, dan selalu eksplorasi. Jadi kalau kita berpikir kita sudah tahu, sudah cukup, dan stop saja, nah itu artinya kita menutup pintu. Nggak kemana-mana lagi. Menurutku itu nggak boleh. Kita harus tetap open minded, terus improve, dan eksplorasi, karena pada kenyataannya kita mau improve sampai bagaimanapun juga menurut saya nggak akan bisa sampai mengerti semuanya kan? Karena itu, buat saya belajar itu memang nggak ada stop-nya. Dan nggak boleh stop
Orang lain begitu lulus master atau doktor, lalu mengajar dan performing. Pada titik mana dan bagaimana Anda akan selesai secara akademik?
Begini, sekarang usia saya 27 tahun. Di Eropa maupun Amerika, usia seperti saya masih bisa ikut kompetisi-kompetisi dunia yang age limit pesertanya sekitar 30 sampai 35 tahun. Artinya peluang saya untuk ikut kompetisi masih terbuka lebar. Jadi kalau saya benar-benar mau ikut kompetisi dunia, saya harus punya guru, atau paling tidak mentor yang bisa mendengarkan saya dan kasih feedback kapanpun. Nggak usah setiap minggu juga nggak apa-apa. Dan karena itu maka saya tetap sekolah meski sudah dapat gelar doktor, biar dapat mentor. Kalau sekolah di luar negeri itu kan biasanya gratis, apalagi kalau dapat beasiswa. Pada titik mana saya akan berhenti, saya juga nggak tahu hahaha…
Karena itukah Anda tidak kembali ke Indonesia setelah meraih doktor?
Iya sih, karena jujur saja, di Indonesia nggak banyak yang bisa kasih saya komen. Bukannya saya sombong atau gimana sih, cuma waktu saya sebelum mulai S1 pun saya sudah belajar dengan yang terbaik di Indonesia. Dan memang di Indonesia masih sedikit dibandingkan dengan Amerika dan Kanada, yang hebat-hebatnya masih belum banyak, dan itu memang tugas kita sebagai generasi muda untuk mengembangkan Indonesia dari segi musik klasik. Memang negara kita berbeda dengan Amerika dan Kanada bahkan Eropa yang sudah ratusan tahun memiliki budaya musik klasik. Jadi memang ada hal-hal yang nggak bisa kita dapat di Indonesia, sementara kalau di sini, mau apapun lebih gampang
Berapa lama Anda menempuh program diploma artis ini. Apa yang akan dilakukan setelah selesai programnya?
Saya mengambil diploma artis ini 2 tahun dan rencananya saya akan mengambil diploma lagi setelah lulus ini. Cuma belum tahu nanti mau ambil diploma apa. Tujuan saya tetap belajar meski sudah lulus S3 karena saya merasa ada yang kurang, jadi saya ambil program-program shortcourse untuk menambah hal-hal apa saja yang merasa saya masih kurang, karena sewaktu S3 itu sangat akademis banget, saya juga dapat kesempatan mengajar, jadi saya sering tidak ada waktu lagi untuk memperhatikan permainan saya, maka saya perlu mendapat komen, masukan, saran, yang bisa melengkapi kekurangan saya. Jadi di program ini puas-puasinlah latihannya dan belajar lagu baru, dan juga bisa apply ke kompetisi-kompetisi dunia
Kebanyakan yang sudah lulus S3 kembali ke Indonesia. Anda bagaimana?
Mungkin target aku beda sih dengan banyak pianis lain di Indonesia. Ada yang kembali ke Indonesia setelah lulus dan mengajar. Kalau aku memang masih ingin belajar lagi, jadi belum mau pulang ke Indonesia, dan belum mau jadi full time teacher. Masih mau jadi performer
Menjadi performer di luar negeri, Anda akan bersaing dengan performer lain yang mungkin lebih bagus dong?
Memang benar sih, di luar negeri banyak performer yang lebih baik dari saya. Pertanyaannya mungkin begini, apakah kita akan menjadi ikan besar di tengah ikan-ikan kecil? Atau kita akan menjadi ikan-ikan kecil di tengah ikan besar? Kalau saya pulang ke Indonesia mungkin saya akan menjadi ikan besar di tengah-tengah ikan kecil. Itu artinya saya berhenti dan selesai. Kalau di luar negeri saya menjadi ikan kecil di tengah ikan-ikan besar, saya selalu mendapat inspirasi dan kesempatan belajar yang luas. Kalau kita mau improve, memang harus berada di lingkungan yang bagus-bagus juga
Anda tidak tertarik kembali ke Indonesia dan mengajar?
Sekarang sih belum. Kalau memberi masterclass sih oke saja. Mungkin setahun dua kali saya pulang ke Indonesia. Tapi kalau full time teacher belum kepikiran. Sekarang ini saya sedang menikmati saat dimana bisa improve lebih luas dan dalam. Kedepannya seperti apa belum terpikirkan. Apakah kembali ke Indonesia, atau stay dan berkarir di Amerika, semua masih menjadi kemungkinan. Cuma jika nanti saya di Amerika atau Kanada, tiap tahun mesti balik sih
Apa saran Anda untuk mereka yang belajar musik?
Yang paling penting, cari dulu panggilannya apa. Yang bener-benar dimaui itu apa? Jangan sampai sudah lulus S3, tiba-tiba bilang rasanya aku nggak cocok deh jadi performer. Musik, apalagi piano, banyak sekali jurusanya. Open minded, jangan menjadi pribadi yang tertutup dan miliki semangat untuk eksplorasi diri dengan belajar banyak hal, siapa tahu apa yang Anda maui justru disitu.
Sebagai performer, bagaimana pandangan Anda terhadap piano Steinway?
It’s the best piano. Piano Steinway itu piano yang paling gampang saya mainkan. Bermain dengan piano Steinway, saya rasanya menjadi sangat natural. Saya selalu menggunakan Steinway setiapkali perform. Piano Steinway itu balance-nya bagus sekali, warna suaranya sangat kaya, dan menyediakan banyak fasilitas melebihi ekspektasi saya sebagai pianis, sehingga membantu saya tampil lebih baik. Kreativitasku bisa ikut. (*)