DR. Pinkcheer S.Tamio

46

Article Top Ad

“HARUS OPEN MINDED”

Meskipun pindah ke luar negeri untuk belajar disertai dengan beberapa tantangan, ini adalah sebuah petualangan yang akan mengubah persepektif seseorang dan menghadirkan banyak peluang luar biasa dalam hidupnya. Namun, seseorang harus memulai perjalanan ini dengan banyak persiapan, seperti mengelola keuangan, kendala bahasa, dan beradaptasi di lingkungan baru. Berikut bincang singkat dengan DR. Pinkcheer S.Tamio,
pianis yang juga guru piano tentang bagaimana pengalaman belajar musik di luar negeri.

 

Article Inline Ad

Bagaimana masa kecil Anda dan bagaimana Anda terhubung dengan musik?
Masa kecil saya biasa-biasa saja. Saya ingat betul sewaktu duduk di taman kanak-kanak, saya dibelikan mainan piano -pianoan berbentuk mini yang ada rhythm dan beatnya, dan bisa gonta ganti jenis alat musik juga. Dari sana saya mulai tertarik dengan musik dan suara piano pada khususnya. Orangtua saya rupanya juga mengerti ketertarikan saya di musik, dan karena itu pada usia 6 tahun saya mulai belajar piano di Medan. Saya ingat sekali bagaimana mama saya dengan rajin mengantar dan menjemput saya ke tempat les. Kadang beliau juga nungguin saya selama saya les. Pada saat saya duduk di sekolah menengah atas, keluarga saya pindah ke Jakarta, dan di Jakarta saya melanjutkan belajar pianonya dengan dibimbing almarhum Bapak Soetarno Soetikno, seorang pianis hebat yang juga kritikus musik klasik Indonesia yang terkenal.

Bagaimana Anda kemudian belajar di luar negeri?
Pertama-tama, keinginan saya untuk memperdalam musik itu muncul sejak saya di SMP. Saat itu saya sudah tahu dengan jelas kemana akan melanjutkan sekolah saya. Orangtua saya juga mendukung keinginan saya untuk mengambil jurusan musik ketika kuliah nanti. Nah waktu lulus SMA, saat itu Indonesia mengalami krisis moneter. Karena keterbatasan biaya, rencana keberangkatan saya untuk kuliah ke Australia waktu itu harus dikubur, dan akhirnya beralih ke Sedaya College di Malaysia, yang sekarang sudah berganti nama menjadi University College Sedaya International atau UCSI. Selama di UCSI saya terpilih sebagai salah satu “Musisi Muda Paling Berbakat”, sebuah acara yang diselenggarakan oleh British Council di Kuala Lumpur. Setelah menjalani dua tahun studi di Malaysia, dan atas rekomendasi dari dosen-dosen disana, saya mendapatkan Performance Grant Award dari West Virginia University atau WVU di Amerika Serikat, yang memungkinkan saya melanjutkan kuliah musiknya sampai saya menyelesaikan program S3.

Bagaimana masa-masa kuliah di West Virginia University?
Sangat menyenangkan. Saya dibimbing orang-orang hebat di dunia musik, khususnya piano, seperti Dr. Christine Kefferstan, Dr. James Miltenberger, dan Dr. Amstutz, dan serta belajar pedagogi di bawah bimbingan Dr. Connie Sturm. Selama kuliah, saya terpilih sebagai salah satu pemenang Young Artist Concerto Competition di WVU. Setelah lulus S1 saya melanjutkan studi pascasarjana sambil menjadi asisten pascasarjana untuk departemen vokal sebagai pengiring opera disamping juga aktif sebagai pianis kolaboratif. Setelah menerima gelar Doktor Seni Musik, saya sempat menjabat sebagai Dosen Luar Biasa di Washington and Jefferson College di Washington, sebelum kembali ke tanah air.

Kapan Anda kembali dari studi di luar negeri, dan apa yang kemudian Anda lakukan?
Saya kembali tahun 2007 dan memulai meniti karir dengan membuka studio sendiri di rumah dan juga menjadi guru piano dan teori di beberapa sekolah musik di Jakarta. Saya pernah menjadi dosen di Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung di Jakarta dan Sekolah Alkitab Asia Tenggara di Malang. Di samping mengajar, saya juga aktif sebagai juri di berbagai kompetisi piano di Indonesia. Kini saya menjabat sebagai kepala departemen piano di Sekolah Musik Gloriamus, disamping menjalankan studio piano pribadi yang berfokus pada pelatihan dan pengembangan guru piano serta membina musisi muda.

Apa yang mendorong Anda kembali ke Indonesia?
Panggilan hidup untuk mengabdi dan membagikan ilmu yang sudah saya dapatkan di Amerika, itu yang membuat saya kembali ke Indonesia. Menurut saya, prospek berkarier di bidang musik sangat baik saat ini di Indonesia. Ini terbukti dengan bertambahnya murid-murid yang mau mengambil jurusan musik setelah lulus SMA, baik di dalam maupun di luar negeri. Saat ini juga banyak murid-murid yang sudah lulus dari luar negeri dan kembali untuk berkarya di Indonesia. Saya juga menemukan banyak guru piano di Indonesia yang membutuhkan mentoring dan pelajaran lanjutan untuk bisa mengajar dengan lebih baik lagi. Itulah yang jadi fokus saya selama ini. Dan menurut saya, Indonesia masih banyak membutuhkan guru musik.

Bagaimana prospek berkarier di negeri sendiri?
Saya merasakan adanya kemajuan, setidaknya dibanding saat sebelum saya belajar di luar negeri dulu. Sekarang saya merasakan dunia pembelajaran musik di Indonesia semakin semarak, ditambah dengan banyaknya anak-anak muda yang kembali ke Indonesia setelah mereka menempuh pendidikan musik di luar negeri, dan ini tentu sangat baik. Mengembangkan musik, khususnya musik klasik di Indonesia, adalah hal yang menantang. Kita majukan musik klasik melalui keahlian yang kita miliki. Namun jangan utamakan gelar atau jabatan kita. Melainkan utamakan apa yang sudah kita hasilkan untuk orang di sekitar kita dan juga negara ini.

Apakah hal itu menurut Anda penting?
Ya. Saya sangat percaya bahwa musik, terutama musik klasik dapat membantu anak-anak mempelajari bentuk pengalaman hidup dan kreativitas yang akan mengembangkan otak mereka, dan juga melatih mereka menjadi peka. Melalui musik kita belajar tentang dunia, dan membangun dunia mereka sendiri. Musik seperti ini menurut saya akan mengubah gaya hidup banyak anak muda dan juga membangun sikap dan perilaku positif, seperti disiplin, konsentrasi dan perkembangan imajinasi mereka.

Menurut Anda, apa kendala pengajaran musik, khususnya musik klasik, di Indonesia?
Pertama, harus diakui bahwa resource untuk partitur lagu dan literature misalnya, masih sangat minim sekali. Untungnya di era digital sekarang ini sudah jauh lebih baik, setidaknya dibanding 20 tahun yang lalu, dimana saat ini kita dengan sangat mudah bisa mendapatkan informasi dan bahan pelajaran yang bisa didapatkan secara online, meskipun masih terbatas. Kedua, budaya membaca yang masih rendah di negara kita, dan sebaliknya budaya instan yang masih kuat dalam belajar apa saja hahaha…..

Selama belajar di luar negeri, hal-hal apa saja yang menjadi tantangan bagi Anda?
Dari pengalaman saya setidaknya ada beberapa hal, misalnya tekanan finansial. Ini mengharuskan kita benar-benar berhemat, dan mencari peluang untuk mendapatkan beasiswa. Lalu kendala bahasa, rasa rindu kampung halaman, adaptasi dengan negara, lingkungan, bahasa dan budaya baru. Yang lebih penting juga bagaimana membangun jaringan pendukung. Kalau kita punya pendukung, atau penggemar, terbuka peluang untuk bisa tampil di berbagai acara, dan itu tentu merupakan nilai plus bagi pengembangan karier.

Bagaimana Anda menyesuaikan diri dengan lingkungan dan budaya yang berbeda dengan negara asal?
Harus bersikap terbuka dan harus mau bergaul dengan semua orang. Saya sendiri sangat enjoy berteman dengan teman-teman dari berbagai negara. Awalnya memang terasa kaku, karena memang kita sebagai orang Asia tipikal lebih pemalu, tidak suka bertanya dan menyatakan pendapat di dalam kelas. Tapi setelah beberapa waktu di sana, saya menjadi terbiasa dengan budaya baru ini. Saya menjadi berani menyampaikan pendapat dan menyampaikan pertanyaan kritis selama pembelajaran. Seru sekali melihat, belajar, dan berteman dengan sesama pemusik.

Manfaat apa yang diperoleh dengan belajar di luar negeri?
Karena problem bahasa, dimana saya tidak terbiasa menulis makalah dalam bahasa Inggris yang resmi, ini membuat saya tertantang untuk kerja lebih keras agar memenuhi syarat dan tuntutan yang sudah ditetapkan oleh dosen di setiap mata kuliah. Buat saya, belajar di luar negeri benar-benar membangun kemandirian dan rasa ingin tahu yang tinggi. Berada di tempat baru sendirian, jauh dari orang tua, terkadang bisa sangat membebani, dan menguji kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai situasi sambil belajar memecahkan masalah, seorang diri. Jika kita bisa menerima dan menyadari hal ini, kita akan mendapatkan pengalaman hidup yang luar biasa.

Apa yang berkesan selama Anda belajar di luar negeri?
Pengalaman hidup di negara dengan budaya tepat waktu dan berbicara straight to the point, lugas dan tegas, membuat saya sangat berkesan, dan mendewasakan. Menurut saya, lingkaran pertemanan yang baik dan sehat menjadi kunci utama ketika kita jauh dari orang tua. Pengalaman travelling di Amerika juga sangat berkesan. Kesempatan untuk nonton Broadway Musicals di NYC dan nonton pertunjukan orchestra dengan pianis ternama juga menjadi pengalaman yang tak terlupakan.

Bagi mereka yang akan belajar musik di luar negeri, menurut Anda apa yang perlu dipersiapkan?
Pertama dan yang sangat penting, explore semua opsi yang ada di berbagai negara dan kampus. Cari tahu tentang beasiswa yang tersedia baik dari kampus, dari organisasi atau yayasan, karena jika kita bisa memperoleh beasiswa, akan sangat membantu sekali dan bisa mengurangi cost yang kita keluarkan. Ada banyak beasiswa yang selain membantu biaya kuliah, juga membantu biaya hidup selama kita kuliah. Selain itu kenali kampus yang menjadi incaran dan pelajari apa saja yang menjadi mata kuliahnya. Berteman dan bertanyalah kepada alumni yang sudah lulus dari kampus yang akan dituju, untuk mendapatkan perspektif yang lebih lengkap mengenai kampus dan jurusan yang akan diambil. Persiapkan diri dengan baik, buat video audisi terbaik, ikuti ujian SAT, TOEFL, IELTS, dan sebagainya. Kedua, siapkan mental. Jangan cengeng. Jauh dari keluarga dan orangtua memaksa seseorang lebih mandiri mengurus segala sesuatunya.

Apa saran Anda bagi anak-anak muda kita yang saat ini sedang belajar maupun berkarier musik di luar negeri?
Pertama, jangan introvert. Jangan tertutup dan menutup diri. Sebaliknya, harus bersikap terbuka dengan siapa saja. Bergaulah dengan banyak orang dan buatlah pertemanan dengan sebanyak mungkin orang. Kedua, kuasai bahasa yang menjadi alat komunikasi dimana kita tinggal, dan menyesuaikan diri serta kenali dengan baik budayanya. Kita harus belajar untuk lebih open-minded, lebih pengertian, mengenali tradisi mereka dan akhirnya menikmati keindahan dari perbedaan budaya itu sendiri. Intinya, meski kita berada di negara asing, buatlah seakan kita bagian dari warga negara tersebut. Benamkan diri kalian dalam budaya, seni, dan sejarah mereka sebanyak mungkin saat berada di sana. Bukan hanya musiknya saja.

Sebagai pianis dan juga guru piano, bagaimana Anda melihat Steinway Piano?
Menurut saya piano Steinway adalah yang terbaik. Saya selalu punya pengalaman yang mengesankan ketika memainkan piano Steinway: sangat sensitif terhadap sentuhan dan tone yang kita kehendaki across the keyboard. Dari low register yang deep, sampai high register yang brilliant. Mekanismenya sungguh luar biasa canggih dan benar-benar suatu kemewahan ketika piano bisa meresponi setiap sentuhan kita. (eds)

Article Bottom Ad