Kebanyakan pemain piano amatir, jarang sekali melakukan performance (pertunjukan atau pementasan). Bahkan yang lebih mengejutkan lagi, banyak guru piano yang juga jarang pentas di hadapan murid-muridnya. Mengapa hal ini seringkali terjadi, justru ketika piano adalah sebuah seni yang mestinya dipertunjukkan?
MENURUT DR. Hao Huang, pengajar piano di Amerika ada yang salah dalam prosedur dan cara belajar maupun mengajar ketika tujuan utama sebuah seni justru tidak tercapai. Menurut dia, alasan yang jelas untuk “tidak melakukan pementasan atau pertunjukan” adalah bahwa pementasan atau performance itu sendiri dianggap sebuah “bencana”. Sesuatu yang merepotkan dan menakutkan.
Sebaliknya, bila seseorang merasa bahwa permainannya bagus, dia akan tampil di hadapan penonton kapan saja dan pada setiap ada kesempatan. Tidak ada alasan mengapa performance menjadi sesuatu yang menakutkan, bagaimanapun tingkat permainannya, karena dia yakin selalu ada karya-karya yang mudah baginya untuk dimainkan dan ditampilkan di hadapan publik.
“Banyak siswa tidak menyadari bahwa sesuatu yang menakutkan itu tidak begitu saja terjadi, tanpa ada penyebabnya. Dan, penyebabnya justru mereka sendiri. Anda harus melakukan sesuatu yang salah untuk bisa menyebabkan sebuah ketakutan. Apapun yang terjadi, selalu ada sebuah alasan,” kata Dr. Hao Huang
Memang, menurut Huang, sebuah performance menuntut persiapan yang sangat berat. Latihan adalah syarat yang harus dipenuhi ketika seseorang berniat pentas. Masalahnya, kata Dr. Hao Huang, terdapat salah pengertian dalam hal ini, yakni membedakan antara “latihan untuk memainkan lagu” dan “latihan untuk pentas atauperformance”. “Bahkan banyak guru tidak menyadari perbedaan ini,”katanya.
Banyak siswa melakukan kesalahan berpikir bahwa dengan bisa memainkan lagu, secara otomatis mereka pun mampu untuk tampil dihadapan umum. Di sisi lain, banyak guru hanya memahami bagaimana mengajar siswa memainkan lagu, tetapi tidak mengajarkan bagaimana siswa untuk perform.
Guru-guru yang mengajar dengan pendekatan metode intuisi, biasanya cenderung mengajar dengan metode yang sama yang pernah diberikan gurunya. Demikian juga dalam metod latihannya dan juga dalam cara-cara mereka mempersiapkan performance. “Salah satu alasan mengapa performance dianggap sesuatu hal yang menakutkan adalah, karena hilangnya hakikat musik sebagai sesuatu yang harus ditampilkan, bukan sekadar dimainkan. Ada perbedaan yang sangat jelas dalam hal ini,” kata Huang.
Tentu saja, lanjut Huang, ada cukup banyak alasan untuk tidak melakukan pementasan. Mengetahui alasan-alasan ini, adalah salah satu prasyarat untuk belajar bagaimana melakukan performance. Barangkali, alasan yang sangat penting adalah, karena Anda menganggap performance berarti harus selalu mempelajari lagu baru, dan kerena itu lalu muncul alasan lain, misalnya waktu yang tidak cukup untuk mempelajarinya, atau kurangnya waktu untuk menyempurnakan permainan lagu yang Anda pelajari sampai layak untuk dipertunjukkan.
“Kita melihat bahwa mempelajari sebuah lagu baru adalah cara paling baik untuk melupakan lagu-lagu lama. Bagi orang-orang yang tidak pernah pentas, alasan kedua yang sangat penting adalah, mereka benar-benar tidak pernah bisa menyelesaikan apapun. Contoh, selalu ada bagian-bagian pada sebuah lagu yang tidak menyenangkan Anda atau yang tidak bisa diatasi, sekalipun Anda telah mencobanya. Apabila Anda tidak mencobanya untuk menerima hal itu, Anda tidak akan punya gagasan apakah bagian itu sebaiknya diselesaikan atau tidak. Alasan lain adalah, lagu-lagu yang mudah bagi Anda kadang-kadang selalu tidak menarik,” kata Huang.
Manfaat dan Kesulitan Performance
Pengetahuan mengenai manfaat dan kesulitan sebuah performance arau resital, sangat penting karena pengetahuan ini tergantung bagaimana guru membuat desain program belajar dan pengajarannya. Untuk pianis-pianis amatir, bahkan mereka yang tidak biasa pun, keuntungan performance sangat tidak terbatas. Manfaat yang sangat penting adalah, bahwa teknik permainan tidak pernah benar-benar didemontrasikan sampai Anda mendemontrasikannya dalam sebuah pertunjukan!
“Musik dan teknik, adalah dua hal yang tidak bias dipisahkan. Jadi, bila Anda menampilkannya dengan sukses, itu berarti bahwa Anda telah berlatih dengan benar. Ini bisa terjadi bila Anda berlatih dengan benar, maka pementasan bukanlah sebuah masalah. Tetapi sebaliknya, bila Anda berlatih dengan salah, bisa dipastikan performance merupakan sesuatu yang menakutkan Anda,” kata Huang.
Dengan demikian, lanjut Huang, performance atau resital bisa menjadi daya dorong bagi siswa untuk belajar dan berlatih dengan benar, demikian juga guru. Bagi siswa-siswa pemula, memperbanyak kesempatan mereka untuk tampil, merupakan cara paling baik untuk memotivasi mereka agar berlatih dengan benar.Dalam hal ini, keuntungan performance merupakan hal yang fundamental. Mereka akan belajar bagaimana menyelesaikan tugas dengan lengkap, dan mereka juga belajar serta memahami apa arti “membuat musik”.
Siswa-siswa yang berada dalam lingkungan yang terproteksi, tidak pernah belajar keterampilan-keterampilan seperti ini sampai mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Betapapun, siswa piano harus diajarkan keterampilan-keterampilan seperti itu pada resital pertama mereka, berapapun usia mereka.
Siswa-siswa tidak akan pernah merasa memiliki motivasi yang begitu besar, sebesar ketika mereka menyiapkan diri untuk sebuah resital. Guru-guru yang sering pentas, mengetahui betapa besarnya keuntungan performance. Siswa-siswa mereka menjadi lebih fokus, memiliki motivasi diri yang kuat, dan berorientasi ke hasil akhir. Selain itu mereka mendengarkan dengan tekun apa yang disampaikan gurunya dan benar-benar mencoba untuk mengetahui serta memahami apa arti dan maksud dari instruksi-instruksi gurunya.
Manfaat lain adalah, siswa terdorong untuk berlatih serius dan berusaha keras untuk memperkecil dan menghilangkan kesalahan- kesalahan sekecil apapun, dan pada saat yang sama mereka melatih untuk mengerjakan semuanya dengan benar. Ini modal yang sangat baik karena ini adalah resital mereka sendiri.
Sebaliknya, guru-guru tanpa resital seringkali mengakhirinya dengan siswa-siswa yang berlatih mungkin hanya beberapa menit sebelum tiba saatnya belajar. Sebuah perbedaan yang sangat kontras, bagaikan siang dan malam. Karena psikologi dan sosiologi permainan piano belum berkembang dengan baik, ada beberapa kesulitan yang harus diperhatikan dengan serius dalam hal performance.
Salah satu yang penting diperhatikan adalah kegelisahan atau kegugupan (nervous) dan akibatnya kepada ingatan atau pikiran, terutama terhadap siswa-siswa pemula. Perasaan gugup dan gelisah bisa membuat resital menjadi sebuah pengalaman yang menakutkan. Ini membutuhkan perhatian dan penanganan hati-hati agar tidak hanya menghindarkan siswa dari pengalaman tidak menyenangkan saja, tetapi juga menghilangkan akibat buruk secara psikologikal.
Pada akhirnya, mengurangi rasa gugup dan gelisah akan mem perkecil stress dan ketakutan. Tidak ada alasan untuk tidak memperhatikan masalah ini, khususnya bila siswa menghadapi sebuah kompetisi. “Dalam hal ini saya ingin mengatakan bahwa apapun langkah yang dilakukan dalam mempersiapkan sebuah performance, harus termasuk di dalamnya sebuah diskusi tentang demam panggung. Bahkan untuk seorang artis yang cukup lama tidak tampil sekalipun,” kata Hao Huang.
Karena itu, lanjutnya, sekalipun seorang guru piano yang baik selalu menyelenggarakan resital bagi siswanya, dan juga menampilkan mereka dalam kompetisi-kompetisi. Dalam hal ini, tetap ada tugas bagi orangtua siswa untuk selalu mengamati aspek-aspek sosial dan psikologikal anaknya. Ini karena guru-guru piano belum tentu juga seorang ahli sosial dan ahli psikologi yang baik.“Sangat penting bagi siapa saja yang memberi pengalaman kepada anak-anak, baik melalui resital maupun kompetisi, untuk selalu mempelajari dasar-dasar apa yang menyebabkan bagaimana mengatasinya, bagaimana konsekuensi psikologis-
nya,” kata Hao Huang.
Ada sejumlah implikasi sosial dan psikologikal dari resital dan kompetisi-kompetisi. “Sistem penjurian dalam kompetisi musik misalnya, sangat terkenal tidak fair. Menjadi juri dalam kompetisi musik sendiri, sesungguhnya sangat sulit dan merupakan pekerjaan yang sedikit mendapat penghormatan maupun rasa terimakasih. Jadi, siswa yang ikut kompetisi harus diberitahu lebih dulu tentang sistem penjurian dan kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi, agar mereka tidak menderita secara mental akibat penilaian yang tidak fair dan kekecewaan yang ditimbulkannya,” kata Hao Huang.
Meski demikian, lanjut Huang, cukup sulit bagi siswa untuk memahami bahwa elemen yang sangat penting dari kompetisi adalah keikutsertaan atau partisipasinya, bukan kemenangannya. Terlalu banyak penekanan pada kesulitan-kesulitan teknik, dan tidak cukup dalam musikalitas. Sistem kompetisi kebanyakan tidak menumbuhkan semacam komunikasi diantara guru untuk saling berbagi metoda. Maka tidak diragukan jika banyak sekolah yang merasa tidak memerlukan kompetisi, karena mereka lebih melihat aspek negatif daripada positifnya.(eds)