Perlunya Pendekatan Berbeda dalam Mengajar

317

Article Top Ad

DALAM mengajar musik, seringkali terjadi kesenjangan antara apa yang disampaikan guru dengan apa yang dipahami siswa. Dalam banyak kasus, antara guru dan siswa kerap “tidak nyambung”. Kebanyakan guru mengajar dengan cara yang sama untuk setiap siswa yang berbeda. Kurang disadari bahwa tidak semua siswa memiliki daya serap dan daya cerna yang sama antara satu siswa dengan lainnya. Disinilah perlunya perlunya personal approach yang berbeda untuk setiap siswa. Seperti apa?

Ada kalanya siswa tidak mampu memahami apa yang disampaikan guru dalam sebuah sesi pelajaran. Ini adalah sebuah fenomena umum yang terjadi dalam pengajaran apa saja. Termasuk diantaranya dalam mengajarkan musik. Ada banyak penyebabnya. Tetapi menurut Christopher Berg, pengajar musik pada sebuah universitas di Amerika, fenomena itu terjadi karena biasanya guru meminta siswa mengerjakan sesuatu yang mereka sendiri belum mempersiapkannya.

Jalan pemecahannya mungkin dengan bersandar pada pertanyaan, “Apa yang dibutuhkan mereka untuk mengetahui, untuk memahami ini dan alternatifnya?”. Ini bisa berupa apa saja, mulai dari mengusahakan dengan kebiasaan yang lebih baik untuk menghasilakan suara-suara musikal, misalnya, untuk mempelajari harmoni, atau untuk mengerjakan beberapa materi yang lebih mudah.

Article Inline Ad

Siswa mungkin tidak langsung seketika memperoleh hasil seperti yang diharapkan guru, meskipun ia telah mengerjakan apa yang diminta guru. Apakah guru menyadari bila penjelasannya malah menghalangi tujuan yang ingin dia sampaikan? “Ini bisa saja terjadi ketika seorang guru menjelaskan tentang bagaimana cara mengerjakan seperti yang diinginkannya, pada kenyataanya, apa yang dipaparkannya tidak semulus seperti yang di harapkannya,” kata Berg.

Kasus ini terjadi apabila guru tidak mempunyai gagasan yang jelas tentang bagaimana cara mengajarkan sebuah materi. Ini adalah bentuk persoalan nyata yang sebenarnya sering terjadi tetapi selalu tidak pernah tampak atau disadari oleh para guru karena merekalah yang menciptakannya.

Sebagai contoh, seorang anak yang melakukan kesalahan teknik mungkin tidak secara fisik peka terhadap pergerakan halus. Sehingga memerlukan perbaikan teknikal tertentu agar dapat tercipta suara chord yang halus. Pada kasus ini, kata Berg, apabila guru hanya menghubungkan ketidak mampuan anak dengan tingkat pemahaman musiknya, maka ia akan membutuhkan banyak waktu untuk keluar dari permasalahan tersebut.

Atau, mencoba menuntaskan masalah tersebut dari sudut pandang yang salah. Sehingga apa yang ia lakukan bukan hanya untuk mengatasi masalah, tetapi justru membuatnya semakin parah. Bagaimana bila siswa tidak memberikan perhatian pada apa yang guru sampaikan, bingung, ataukah tidak dapat mengerjakan latihan?

Menurut Berg, ada sejumlah penyebab dalam kasus ini, misalnya karena ada sesuatau yang menarik perhatian yang tidak ada hubungan dengan pelajaran, perhatian yang tidak ada hubungan dengan pelajaran, perhatiannya terpecah pada kelas lain, dan lain sebagainya. Akibatnya mereka tidak terfokus pada apa yang sedang disampaikan guru.

Ini menyebabkan kebingungan, kekacauan , frustasi, dan masih banyak lagi. “Jika begitu, hindari menghakimi hasil kerja siswa secara global. Karena penilain secara umum biasanya lebih cenderung menyalahkan siswa. Penilaian ini tidak secara khusus menunjukan pada mereka apa yang dapat mereka kerjakan untuk membenahi kesalahannya” kata Berg.

Apabila guru membuat peryataan seperti ini, “Ini benar-benar kacau,” begitu mendengarnya, mereka langsung membuat sikap antipati, perasaan tidak suka, mencela dalam hati dan menyimpan banyak pertanyaan “Apanya yang kacau? Apanya yang salah? Teknikku ataukah gagasan musikku? Apakah ini saya terlalu tegang? Seandinya saja aku tahu apa yang harus aku kerjakan, tetapi bagaimana caranya, bisakah aku  melakukanya? Apa sebenarnya kreteria kacau itu? Apa dan bagaimana aku harus mengubahnya?”.

Siswa akan lebih terbuka pada pendapat dan masukan jika guru menyampaikanya dalam sebuah pernyataan yang berbentuk. Misalnya, respon dan kriteria yang guru inginkan. Secara langsung dan mendekati langsung pada sasaran yang akan lebih berpengaruh positif dalam proses pembelajaran: “Sampai pada bagian ini suara musikmu terdengar kacau. Barangkali ini yang menyebabkan melodimu kadang terdengar jelas kadang-kadang hilang. Kadangkala kamu memperdengarkan suara bass pada saya tetapi kemudian tidak terdengar. Coba kamu pelajari permasalahan tadi”.

Menambah Jarak

Bila guru mempunyai kebiasaan yang tetap merespon hasil kerja siswa melalui penilaian prilakunya saja, maka ia akan menambah jarak hubungan internal antar mereka, menimbulkan pengaruh negatif dari dalam siswa terhadap guru, serta penilaian yang buruk tentangnya.

Karena, apa yang dibutuhkan adalah cara untuk mengekspresikan secara jelas dan berwawasan pada apa yang telah dikerjakan siswa secara jujur, menghibur, perhatian dan tanpa ancaman. “Jika siswa mem percayai gurunya, maka kejujuran dalam merespon tugas-tugas mereka jauh lebih diterima dan bermanfaat,” kata Berg.

Menurut dia, pengajaran yang baik juga berarti merefleksi kembali hal-hal yang baik pada siswa, misalnya, “Saya suka cara kamu membangun frasa itu. Itu membuat saya seolah-olah berada di tempat lain,” atau “Permainanmu hari ini bagus sekali!”. Ketika membuat sebuah komentar positif, usahakan tetap mempertahankan tone dan jangan menjatuhkan dengan tambahan kalimat lainnya. Misalnya, “Itu bagus sekali tapi…” Perhatian Anda yang semula baik akan lenyap hanya karena kata “tapi…”

Banyak guru yang beranggapan pengajaran yang baik selalu membiarkan siswanya mengetahui apa yang salah atau dimana penampilan mereka terjatuh. Tidak selalu. Bantulah siswa melihat hal-hal yang baik pula dari hasil kerja mereka. Ketika melatih teknik atau musik, gunakanlah berbagai variasi pendekatan dan pahami masing-masing kelebihan dan kekurangannya sehingga dapat mengambil nilai-nilai positifnya dari tiap-tiap pendekatan. Kadang kala perlu menjelaskan mengapa guru perlu bertanya pada para siswa untuk menger-

jakan sesuatu.

Berlajarlah untuk menjelaskan alasan dibalik sebuah saran. Mungkin itu tentang analisa harmoni, penjelasan tenteng fungsi otot, atau sebuah diskusi tentang musik dance Baroque. Atau tidak ada salahnya membuat pertanyaan dengan sebuah penggalan lagu sederhana, atau meminta anak-anak menyayikan bersama. Bisa jadi semua kegiatan yang bervariasi itu ternyata lebih berhasil dalam menggambarkan secara verbal apa yang ingin Anda sampaikan.

Misalnya mendemonstrasikan sebuah frasa melalui alat instrument. Ini sangat bermanfaat untuk memberikan demo secaralangsung tanpa penjelasan secara verbal dan kemudian kembali pada pendemostrasian secara non verbal.

Cobalah agar tidak terjebak dalam satu pendekatan saja ketika menyampiakan materi, hal ini akan membantu Anda lebih cepat menemukan apa yang direspon oleh anak-anak.

Sebagai contoh, jika seorang guru hanya menggunakan satu pendekatan cara mengajar dalam menginterprestasikan lagu atau memainkan sebuah frasa, kemudian meminta mereka menirukannya. Maka ia mungkin hanya akan membantu seorang anak yang belum mengenal musik atau membentu menciptakan sebuah model atau contoh permainan musik padanya.Tapi pendekatan ini mungkin tidak terlalu mengena jika siswa yang dihadapinya adalah tipe anak yang memiliki jalan pikiran divergen. Ada seorang anak yang justru merasa nyaman dan menyenangkan dengan berbagi kemungkinan dan ia membutuhkan sesuatu untuk mengeksploitasi kemampuannya.

Dalam hal ini menyapiakan secara verbal tetang pemahaman sebuah frasa atau membicarakan apa yang penting, sebaiknya tidak membatasi siswa hanya pada satu keputusan, jika mereka belum menemukan sebuah pemahaman. Anak-anak biasanya akan mengerjakan lebih baik ketika mereka di berikan kebebasan pilihan, keinginan, dan dorongan membuat keputusan sendiri. Untuk menerapkanya, susunlah rancangan tugas mereka dalam sebuah bingkai kerja yang memandu mereka membuat keputusan.

Bila ternyata mereka membuat sebuah keputusan yang melenceng jauh dari arti sebuah materi yang disuguhkan, berarti berikutnya adalah kesempatan untuk mendiskusikan dan mendemonstrasikannya lebih dalam. Pendekatan tersebut, bagaimanapun juga, mungkin kurang berhasil apabila diterapkan untuk siswa yang tipe pemilkir convergen atau siswa yang  memilki jalan pikiran yang pararel, yang justru bingung ketika ketika dihadapkan banyak pilihan.

 

Maksud Latihan

Dalam hal ini, menurut Berg, jelaskan tentang maksud dari latihan-latihan tersebut. Beberapa musisi mencapai sebuah level keahlian teknik membutuhkan latiahan tertentu yang terus menerus, mungkin boleh dihapus. Banyak guru yang berfikir untuk mengungkapkan hal-hal yang universal daripada kebenaran personal. Sehingga gagal memperoleh nilai dan kegunaan dari latihan itu bagi siswa-siswanya.

Yang biasanya terjadi adalah: “Pola ini tidak ada dalam musik!” Titik tekanya bukan pada hal itu. Tapi pada arti sebuah latihan nilai sebenarnya dari latiahan didasarkan pada kesempatan mereka menyelesaikan tugasnya, melalui menerapan konsep dan dasar-dasar yang diterimanya dalam sebuah pekerjan yang mem-

butuhkan konsentrasi. Pada saat itu kerjakan beberapa latihan mingki secara alami kehilangan relevansinya.Tanpa pengertian apa gagasan dan dasar yang diperlukan untuk belajar, latiahan tidak akan bernilai atau bermanfaat bagi anak-anak.

Biarkan siswa mengetahui apa yang Anda harapakan dan apa tangung jawab mereka. Anak-anak perlu mendengar dari Anda apa yang sebenarnya Anda harapkan darinya. Jelaskan dengan gambling tentang hal ini. Ini adalah langkah yang tepat bagi Anda untuk meletakakan dasar tangung jawab anak-anak pada meraka sendiri. Bagian tugas Anda adalah bagaimana bekerja sama-sama agar dapat mencapainya dengan memikul tanggung jawabnya masing-masing sehingga akan terasa lebih ringan dan lebih mudah tercapai.

Meski terdengar sangat mudah, namun semuanya bergantung pada kemampuan guru untuk mengetahui sebenar-benarnya keberadaan muridnya. Jika Anda tidak membiarkannya mengetahui tanggung jawabnya,berarti usaha Anda dalam memberikan tugas-tugaspun tidak dilandasi keterusterangan untuk apa materi itu diberikan dan apa kegunaanya bagi mereka.

Buatlah konsekuensi yang jelas jika mereka gagal memenuhi tangung jawabnya. Kurang adil bila Anda menetapkan hukuman apa yang akan diterima mereka tanpa memberitahukannya terlebih dahulu. Konsekuensi ini harus di artikan bukan sebagi hukuman, tetapi sebagai tidak lanjut apabila terjadi ketidak sesuaian: “Kalau begini lebih baik kamu ikut resital semester berikut saja. Program kamu sekarang memperbaiki ini dulu.”

Apa yang akan terjadi jika siswa tidak mengerjakan tugasnya? Buatlah kesepakatan tentang hal ini. Anda harus membiarkan mereka mengetahui apa akibatnya bila menyalahi kesepakatan tersebut. Ada sejumlah alasan untuk ini, tapi jika Anda membuat persetujuan yang jelas dan dikonfirmasikan dengan saling pengertian, maka kemungkinan besar tugas yang Anda berikan akan dikerjakan dengan tepat oleh mereka, sesuai dengan harapan Anda.

Kegagalan anak dalam mengerjakan tugasnya itu menunjukan beberapa indikasi. Kemungkinan sendiri tidak mengerjakan tugasnya sebaik yang ia harapkan, atau mereka yang tidak jujur pada gurunya, atau ada factor pskis yang dipendam, atau kemampuan teknikal, atau problem pribadi. (T. Indrawati)

Article Bottom Ad