TIDAK seperti alat musik lainnya, piano memiliki kompleksitas tinggi. Bukan hanya dari segi fisik piano itu sendiri, melainkan juga pada cara memainkannya. Pada dasarnya, orang beranggapan memainkan piano itu mudah. Setiap orang bisa menghasilkan suara piano seketika, tak peduli bagaimana mereka menekan tuts-tutsnya. Benar. Yang sulit adalah bagaimana menghasilkan suara piano musikal dan menyentuh perasaan.
Haruko Kataoka, guru besar piano pada pengajaran piano Suzuki mengingatkan kembali agar mengembalikan pembelajaran piano pada dasar-dasar yang benar. Yakni dengan memperkuat basic-nya. Ketika seseorang bisa bermain piano dengan baik, maka hanya hal-hal yang baiklah yang terjadi. Bisa dikatakan bahwa pergerakan jari-jarinya memberikan efek ke otak dan karena itu pula meningkatkan intelejensia dan mencegah kemungkinan terjadinya “memory loss”.
Dengan kata lain, meningkatkan ketajaman daya ingat. “Anda menggunakan seluruh bagian tubuh pada saat bermain, dan karenanya, bermain piano tidak hanya bermanfaat bagi otak Anda tetapi juga kesehatan Anda secara umum,” kata Haruko.
Lebih dari kebanyakan aktivitas lain, pemain piano bisa tampil, mendengarkan, dan menikmati sendiri secara lengkap meskipun dalam realitasnya, musik klasik begitu sangat kompleks. Betapapun, musik adalah makanan bagi jiwa. Hati atau jiwa adalah sesuatu yang sangat penting yang harus diperlakukan dengan penuh perhatian. “Anda harus berbicara dengan hati dan jiwa Anda dengan sebuah suara. Hati dan jiwa akan dibimbing lebih jauh ketika Anda bisa memainkan piano,” katanya.
Seni sangat penting dalam kebudayaan dan peradaban manusia. Ada banyak orang mulai belajar piano. Tetapi sulit untuk bisa memainkannya dengan baik. “Sebagai guru, kita patut bertanya apa yang dapat kita lakukan mengenai hal ini?” kata Haruko.
Pertama, kata Haruko, pikirkan alat musiknya itu sendiri: piano. Sayang sekali, piano adalah jenis alat musik dimana setiap orang bisa membuat atau menghasilkan suaranya, tidak peduli bagaimana mereka menyentuhnya. Karena begitu mudahnya membuat suara, banyak orang salah berpikir bahwa piano mudah dimainkan. Akar kesalahpahaman ini adalah kelalaian untuk memperhatikan semua perbedaan-perbedaan suara yang dapat dihasilkan oleh piano.
Tergantung Bagaimana Dimainkan
Sebuah piano menghasilkan sebuah suara yang benar-benar unik tergantung pada bagaimana ia dimainkan setiap orang. Bagaimanapun, kebanyakan orang tidak selalu sependapat dengan pendapat ini. Tetapi faktanya adalah memang begitu mudahnya menghasilkan suara piano. Bahkan suara itu pun bisa dihasilkan ketika seekor kucing berjalan-jalan di atas tutsnya.
Kenyataannya, sangat mengherankan, beberapa jenis suara berbeda dapat dihasilkan. Karenanya, hal yang sangat penting adalah membuat sebuah teknik yang dapat menghasilkan suara yang musikal, yang menyentuh perasaan. “Cobalah pelajari hal ini sejak awal. Suara menyentak yang dihasilkan dari dua hal yang bertabrakan adalah bukan sebuah suara yang musikal. Anda harus benar-benar teliti, cermat dan hati-hati mengenai hal ini ketika belajar sejak permulaan, sebelum Anda mulai memainkan karya-karya yang sulit,” katanya.
Hal ini, lanjut Haruko, benar-benar sesuatu yang harus dipelajari bila seseorang ingin bermain piano dengan baik, dengan cara mudah. Musik adalah sesuatu yang kita dengar melalui telinga. Karena itu, seseorang harus mulai melatih pendengarannya. Bila melupakan aspek yang sangat nyata ini, ketidakmampuan memainkan karya-karya sulit akan menjadi hasil yang menyedihkan. Piano adalah sebuah alat musik yang terpandang dan menonjol. Secara umum, untuk kebanyakan alat musik yang lain, seseorang hanya bisa memainkannya dengan sebuah alur melodi tunggal. Untuk menampilkan lebih banyak komposisi, dia memerlukan sebuah pengiring.
Tetapi dalam kasus piano, satu tangan bisa memainkan melodi sementara satu tangan yang lain memainkan pengiring. Satu orang bisa melakukan dua pekerjaan sekaligus, bahkan hal-hal yang sulit sekalipun bisa dimainkan. Ini memaksa seorang pemain piano menggunakan otak dan tubuhnya. Konsekuensinya, metode untuk melakukan hal tersebut harus dipelajari sejak awal. “Saya sering mendengar komentar seperti misalnya, ‘jari-jariku tidak bisa bergerak leluasa’, atau ‘Jari-jariku tidak bisa bergerak lincah dan cepat’. Kita harus berpikir hati-hati dengan komentar seperti itu,” kata Haruko.
Sepanjang kita hidup, lanjut dia, secara alamiah sungguh menakjubkan merasakan kenyataan bahwa jari-jari kita memiliki kemampuan sangat mengagumkan dan bisa bergerak secara bebas, baik cepat maupun lambat. Pikirkanlah bagaimana jari-jari bergerak ketika menggaruk karena kita gatal.
Begitu ringan dan dengan kecepatan gerakan yang sedemikian rupa. Sejauh tubuh masih alami, seharusnya tidak ada jari-jari yang tidak bisa bergerak atau digerakkan. Sama halnya dengan sepanjang seseorang sehat, tidak ada alasan untuk tidak bisa berjalan.
“Bila Anda tidak bisa bergerak, hal itu karena Anda telah membuat sebuah alasan untuk tidak bisa bergerak. Bila pemahaman seperti ini telah dipahami dalam benak Anda sejak awal, jari-jari Anda bisa bergerak secara alamiah dengan mudah tanpa menimbulkan masalah,” katanya.
Jari dan Otak
Ada satu hal penting yang harus diperhatikan. Seseorang tidak dapat memainkan piano hanya dengan jari-jari dan otak. Tetapi harus menggunakan seluruh tubuh. Ketika seorang manusia melakukan gerakan berulang-ulang dengan hanya menggunakan satu bagian dari tubuh, dia akan cepat merasa letih dan secara bertahap tubuh akan mengeras dan kaku, dan pada saat itu gerakan-gerakan menjadi begitu sulit, dan pada akhirnya dia tidak bisa bergerak dalam waktu yang mereka harapkan.
Sebaliknya, bila tubuh benar-benar 100% rileks, dengan memperhatikan secara benar pada pusat gravitasi, menjaga keseimbangan tubuh dengan baik, seseorang akan mampu melakukan apa saja dengan mudah dan lancar. Ini sama halnya dengan kemampuan seseorang untuk berjalan dengan mudah.
Banyak orang, ketika mencoba pertama kali, hanya merasa cemas bagaimana penjarian dan penghapalan lagu. Mereka lupa betapa pentingnya tubuh ketika bergerak di atas tanah dan ketika melakukan pekerjaan atau tugas-tugas fisik. “Anda harus menggunakan seluruh tubuh untuk memainkan piano. Postur atau posisi tubuh menentukan segalanya. Semuanya berawal dari postur. Satu hal lagi: bila Anda ingin bermain piano dengan baik, Anda tidak harus memenghabiskan banyak waktu untuk latihan,” kata Haruko.
Ia menyarankan agar mulailah setiap lagu yang akan dimainkan, dengan mendengarkannya lebih dulu setiap hari. Kapan saja Anda sempat. Adalah penting untuk mengetahui bagaimana mendengar yang baik. Sebaiknya volume jangan terlalu keras. Dengarkan sebanyak mungkin. Anda tidak perlu harus duduk dalam mendengarkan. Yang penting pusatkan konsentrasi pada apa yang Anda dengar. “Apabila Anda mendengar dengan benar, Anda akan mampu menggunakan jari-jari dengan mudah dan tanpa ketegangan yang tidak diperlukan ketika Anda duduk di depan piano dan mulai berlatih. Disamping itu, Anda akan mampu menghapal lagu dengan cepat,” katanya.
Mendengar
Menurut dia, banyak orang terpaku pada kepercayaan bahwa mereka harus latihan agar bisa bermain. Memang hal itu tidak salah. Akan tetapi ada hal yang jauh lebih penting dari itu, yakni mendengar. Bayi membuktikan hal itu. Setahun setelah lahir, bayi hanya mendengar dalam berkomunikasi dengan sekelilingnya sepanjang hari. Setelah dua atau tiga tahun, 100% semua bayi bisa berbicara dengan lancar. Apa sebenarnya dasar-dasar teknik bermain piano? Jawabnya sederhana, yakni bagaimana kita menggunakan semua bagian tubuh.
Seseorang tidak bisa memainkan piano hanya dengan otak, tetapi perlu menggunakan tubuh. Mengapa hal ini begitu penting? Ada sebuah dasar-dasar teknik untuk semua hal, tidak hanya untuk bermain piano saja. Yaitu, pondasi. “Bila Anda membangun sebuah gedung dengan pondasi yang tidak baik, itu sama halnya dengan membangun gedung tinggi di udara. Anda mungkin bisa menyaksikan gedung tinggi itu sebentar, tetapi akan membahayakan,” kata Haruko.
Menurut dia, adalah tidak mungkin untuk bermain piano tanpa teknik yang baik, bahkan bila Anda banyak berlatih sekalipun. Tanpa teknik yang baik, Anda akan cepat merasa lelah dan tidak akan pernah mencapai hasil yang baik. “Tetapi bila Anda menggunakan seluruh bagian tubuh dengan alami, Anda tidak perlu latihan begitu banyak agar bisa bermain piano dan menikmati permainan piano,” katanya.
Ironisnya, banyak orang melupakan aspek penting ini, dengan mengabaikan begitu saja masalah pondasi. “Saya tidak mengerti mengapa, tetapi setiap orang tidak menyukai hal-hal mendasar, padahal itu mudah. Saya menduga bahwa orang-orang meremehkan hal-hal yang dianggap mudah, atau mungkin terlalu bosan berurusan dengan hal-hal yang mendasar. Beberapa orang merasa bahwa mereka bermain piano hanya sebagai hobi, jadi mereka tidak memerlukan basic,” kata Haruko.
Orang-orang dewasa membenci pengulangan-pengulangan yang sederhana sekalipun. Anak-anak tidak memikirkan tentang pengulangan bila guru mengatakan kepada mereka untuk melakukan hal itu. Bagi mereka, sangat mudah belajar hal-hal yang mendasar, dan mereka belajar lebih cepat dibanding orang dewasa. Inilah mengapa orang-orang belajar musik atau olah raga sejak mereka masih kecil. Betapapun, setiap orang perlu menggunakan seluruh tubuhnya untuk bisa bermain piano dengan baik.
“Pikirkan dasar-dasar tubuh. Kita perlu belajar basic atau hal-hal yang mendasar, mulai permulaan, dan kita perlu latihan setiap hari menggunakan basic. Otak manusia dapat mengerti hal-hal dengan sangat cepat, dan bagi orang-orang yang cerdas, sangat mudah begi mereka untuk belajar hal-hal baru. Bagaimanapun, tubuh bukan seperti otak.
Tubuh tidak akan belajar apabila seseorang tidak menggunakannya dengan sungguh-sungguh. Otak itu cerdas, tetapi tubuh sedikit bodoh dan membutuhkan pengulangan-pengulangan,” katanya.
Sisi positif dari ini, menurut Haruko, adalah bahwa tubuh tidak pernah melupakan sesuatu yang telah dipelajari. Sesuatu yang telah dipelajari otak, bisa saja lenyap. Kita meerlukan keduanya, otak dan tubuh untuk bermain piano. “Saya selalu berpikir tentang atlet. Bahkan seorang atlet kelas dunia pun selalu memulainya dengan peregangan dan lari. Mereka tidak memulainya dengan sepesialisasi mereka. Basic atau hal yang mendasar, datang lebih dulu. Pemain piano pun seharusnya begitu. Kita bermain piano dengan duduk. Pernahkah Anda berpikir tentang bagaimana duduk yang baik agar bisa bermain piano dengan baik?” kata Haruko.
Postur yang Baik
Dari banyak aspek penting dalam bermain piano, ada dua aspek yang sering kurang diperhatikan, baik oleh guru maupun siswa. Yakni, keseimbangan tubuh dan postur (posisi duduk). Tanpa memperhatikan dua hal ini, sulit bagi pemain untuk mendapatkan kemampuan maksimal dalam bermain.
Dengan kata lain, dua aspek ini turut mendukung permainan piano seseorang. Membuat kondisi serileks mungkin pada saat bermain piano, adalah hal yang fundamental untuk bisa menampilkan permainan dengan efektif dan efisien. Tahukah Anda bahwa rileks ternyata dimulai dari bagaimana posisi duduk tatkala bermain piano?
Haruko Kataoka, guru besar piano pada sistem pendidikan piano Suzuki, beberapa bulan sebelum meninggal pada Januari 2004, sempat meninggalkan makalah yang belum selesai dibahas pada sebuah workshop guru-guru Suzuki se-Amerika. Sebagian makalahnya adalah pentingnya membuat tubuh rileks agar bisa bermain piano dengan efektif dan efisien.
la memulainya dengan posisi duduk. Menurut dia, posisi duduk yang salah, bukan hanya menghalangi pemain piano untuk bisa menggerakan semua bagian tubuh yang menopang permainan seseorang, tetapi juga membuat tubuh tegang, kaku, dan sakit sehingga pemain tidak bisa rileks.
Dengan posisi duduk yang benar, bahu akan rileks 100%. Kedua lengan akan terasa ringan ketika digerakan. Demikian juga dengan gerakan-gerakan jari. Keseimbangan tubuh dan postur sangat diperlukan untuk mendapatkan aspek rileks dalam bermain piano. Katanya, kita tidak bisa rileks tanpa keseimbangan dan postur tubuh yang baik. Begitu juga kita tidak mungkin menghasilkan tone yang baik, irama yang tetap dan mengembangkan sebuah teknik yang natural dan tangkas, kalau keseimbangan dan posisi duduk tidak baik.
“Adalah sia-sia untuk mencoba apapun, tanpa keseimbangan tubuh dan posisi duduk yang baik. Hasilnya bukan hanya kemungkinan terjadinya cedera fisik, tapi juga suara yang tidak alami,” katanya.
Haruko menjelaskan, tempat duduk yang baik adalah prasyarat untuk belajar keseimbangan dan postur yang baik, baik bagi siswa maupun guru. Meski demikian, sebuah tempat duduk yang paling baik pun belum menjamin keseimbangan dan postur dapat dipelajari dengan lengkap. “Bagi guru-guru yang professional, selalu ada sesuatu yang halus yang bisa dirasakan melalui sebuah pengalaman panjangnya dalam mengajar, yang membuat mereka terus menerus memahami dua aspek ini lebih baik lagi,” katanya.
Dengan kata lain, kata Haruko, tempat duduk yang baik pun tidak akan secara otomatis begitu saja membuat keseimbangan dan postur kita menjadi lebih baik. Tetapi tanpa tempat duduk yang baik kita juga tidak bisa masuk ke dalam dunia keseimbangan tubuh dan postur, bahkan untuk mulai belajar tentangnya sekalipun. “Sebenarnya ini bukan hal yang baru. Tetapi dari workshop dan seminar yang saya berikan kepada guru-guru di Amerika, saya masih melihat banyak guru tetap tidak menyadari bahwa siswa mereka memiliki cara duduk yang salah sebelum belajar atau latihan,” katanya.
Yang menyedihkan, kata Haruko, tidak jarang guru kurang menyadari bahwa keseimbangan tubuh dan posisi duduk yang kurang baik, adalah sebuah kesalahan. Bila siswa memperoleh sesuatu yang salah di kelas sejak awal, bukan tidak mungkin ia melakukan kesalahan itu pada saat latihan. Semakin tinggi tingkat permainan siswa, semakin lama dia telah berlatih dengan postur yang salah. Semakin berat masalah, akan semakin sulit dan lama untuk memecahkannya.
“Karena itu saya selalu menganjurkan kepada guru dan siswa agar memperhatikan dua hal ini sejak awal, karena akan mempengaruhi kebiasaan pemain. Sesuatu yang telah menjadi kebiasaan, akan sulit dibetulkan, sekalipun itu kebiasaan yang kurang baik,” katanya.
Pertanyaannya adalah, mengapa kebanyakan guru tidak terlalu care dengan masalah keseimbangan tubuh dan posisi duduk?” Jawabannya jelas, karena mereka tidak pernah diajar atau mendapatkan pengajaran tentang bagaimana pentingnya keseimbangan dan posisi duduk. Karena itu mereka juga tidak tahu bagaimana mengajarkan keseimbangan dan postur yang baik kepada siswanya. Seringkali saya harus bekerja keras untuk mencoba
mengajar mereka,” kata Haruko.
Dalam masalah posisi duduk, guru harus memperhitungkan kondisi lingkungan Haruko mengatakan, antara siswa apalagi bila dia anak-anak di bawah usia 8 tahun misalnya dengan guru jelas berbeda ketika mereka duduk di kursi yang sama di depan piano.
“Ketinggian tubuh dan jangkauan tangan mereka jelas berbeda. Tetapi mengapa para guru kebanyakan memperlakukan siswa-siswanya seperti dirinya? Guru tidak akan bisa mengajarkan bagaimana cara duduk dan postur yang baik kepada siswanya, kalau ia tidak memahami hal yang sangat sederhana ini ” kata Haruko
Menurut dia, dalam hal ini guru harus mengetahui apa yang dibutuhkan siswanya. Mereka memerlukan alat bantu. “Saya paling suka menggunakan bangku atau tempat duduk yang bisa disetel ketinggiannya, karena dengan demikian kita bisa membiasakan anak-anak duduk dengan benar” kata dia.
Peralatan lain adalah pijakan kaki (footrests), untuk membantu anak-anak memperoleh pijakan yang kuat. Dalam hal ini, kata Haruko, hindari kebiasaan anak-anak bermain piano dengan kaki menggantung di bangku. “Itu benar-benar sebuah kesalahan yang besar,” kata Haruko.
Saat Latihan
Kebiasaan duduk yang benar dan membentuk postur yang baik, juga harus dilakukan pada saat latihan, di rumah. Semakin lama anak-anak belajar dan berlatih piano tanpa posisi duduk yang baik, akan semakin sulit untuk memperbaikinya. Karenanya, peran orangtua juga sangat diperlukan ketika anak-anak berlatih di rumah, untuk membantu anak-anaknya duduk dengan benar.
Haruko menyarankan, bagi siswa anak-anak di bawah usia 8 tahun, sebaiknya menggunakan bangku yang bisa disetel ketinggiannya. Pada saatnya nanti, ketika tubuh mereka berkembang, mereka tidak memerlukan lagi bangku tersebut, karena secara otomatis mereka akan menemukan sendiri posisi-posisi seperti apa yang mereka rasakan tepat.
Penggunaan footrests, kata Haruko, sangat membantu anak-anak.Tetapi bila tidak tahu bagaimana footrests yang baik dan cara penggunaanya, penyangga kaki itu hanya akan menjadi penjara bagi anak-anak. Ia menyarankan agar menggunakan footrest yang permukaannya lebar dan ada batas di pinggirnya, yang memungkinkan anak-anak tidak merasa terpenjara kakinya. Dalam hal ini, Haruko mengingatkan agar guru hati-hati
mengenalkan penggunaan pedal, sebelum siswa benar-benar bisa menjangkau pedal dengan baik. Jangan memaksakan anak-anak memainkanpedal bila dari aspek postur belum memungkinkan untuk melakukannya,” kata Haruko.
Pemaksaan penggunaan pedal tanpa mempertimbangkan aspek lainnya seperti ketinggian tubuh dan jangkauan tangan, hanya akan menyiksa siswa. “Penggunaan pedal bisa diperkenalkan, sebaiknya secara bertahap, step by step, dengan sungguh-sungguh memperhatikan kondisi tubuh siswa. Mungkin ada siswa dengan usia yang sama, tetapi memiliki bentuk tubuh yang berbeda, maka hal ini memerlukan pendekatan yang berbeda pula,” kata Haruko.
Sebuah kesalahan yang bannak dilakukan guru piano, terutama ketika mengajak siswa anak-anak adalah, cenderung mendahulukan teknik, dari-
pada memperhatikan basic. Banyak yang mengira bahwa basic akan berkembang dengan sendirinya bersama teknik.
Padahal, kata Haruko, yang terjadi justru sebaliknya. “Teknik akan bisa berkembang dengan baik, bila seseorang mengetahui dasar-dasar tekniknya dengan baik. Dasar-dasar teknik yang baik dimulai dari posisi yang baik untuk melakukannya. Anda tidak mungkin mengembangkan teknik dengan baik, kalau duduk tidak benar, dan postur tubuhnya tidak baik,” katanya.
Jadi, kata dia, mengajar piano itu sebenarnya tidak sesederhana yang dibayangkan. Bahkan tidak mudah. “Pada kenyataaanya, saya selalu mengatakan kepada guru-guru bahwa mengajar piano itu sebuah pekerjaan berat. Sekali kita mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan siswa, itu menjadi sebuah tanggungjawab kita yang harus dilakanakan atau diberikan,” kata Haruko.
Ketika seorang guru tidak memberikan sesuatu yang dia tahu itu menjadi kebutuhan siswanya, menurut Haruko, maka mereka telah memberikan sesuatu yang kurang pada siswanya. “Jika ini berlangsung dalam waktu lama, maka hal itu akan menjadi sebuah kesulitan yang besar manakala mereka masuk ke tingkat yang lebih tinggi,” kata Haruko. (D.Wahyuni)