TRANSISI DARI SISWA MENJADI GURU

290

Article Top Ad

TRANSISI dari siswa (mahasiswa lulusan pergruan tinggi, misalnya) menjadi guru, bukan hal sederhana. Seringkali muncul kegamangan di awal transisi, yang jika tidak segera dicarikan jalan keluarnya, bisa mempersulit dan menghambat proses selanjutnya.

Melissa Slawsky, pianis dan pengajar piano meraih gelar doktor di University of South Florida dengan desertasinya yang mengangkat masalah-masalah yang muncul di masa transisi dari siswa menjadi guru. Melissa melakukan wawancara dengan banyak guru piano baru (fresh graduate teacher) dan menemukan sejumlah tantangan yang dihadapi siswa dalam masa transisinya menjadi guru.

Dia mewawancarai banyak guru baru, dan menyimpulkan bahwa ada banyak hal yang dihadapi para “guru pemula” itu, dan yang paling banyak adalah berkembangnya gaya mengajar khas yang mereka miliki. “Di masa transisi, sebagian besar guru-guru pemula merasa masih perlu dan wajar untuk meniru gaya mengajar guru-guru mereka sebelumnya, meskipun tidak semua guru pemula serta merta meniru gurunya,” kata Melissa.

Article Inline Ad

Namun, menurut dia, dari semua guru pemula yang diwawancarai membuat komentar spesifik tentang seberapa banyak mereka menginginkan peniruan ini. Beberapa guru mengakui “sangat banyak.” Yang lain mencoba menjadi kebalikan dari guru utama mereka, sementara yang lain hanya mengikuti aspek positif dari guru mereka atau mantan guru mereka.

Tantangan lain, lanjut Melissa, adalah memilih kurikulum, hal-hal yang berurusan dengan masalah disiplin, menegakkan kebijakan studio, kurangnya dukungan, dan bagaimana memperoleh siswa baru. “ Para guru pemula ini menemukan solusi melalui berbagai cara, seperti mendapatkan pengalaman melalui uji coba dan kesalahan, membaca artikel, risalah, dan buku, mengadakan forum diskusi dengan teman sebaya dan mentor, bergabung dengan organisasi profesional, dan meningkatkan keterampilan komunikasi umum dalam studio mereka,” kata Melissa.

Setelah awal masa transisi ini, para guru diminta untuk mengomentari tantangan saat ini. Jawabannya juga bervariasi, dan termasuk misalnya, bahwa mereka harus bersaing dengan kegiatan ekstrakurikuler lainnya, transisi siswa dari buku metode pemula ke buku-buku literatur, mengelola jam pelajaran, dan membantu siswa mengembangkan gaya penampilan mereka sendiri. “Yang menarik adalah, semua guru yang saya wawancarai sepakat mengakui kurangnya perhatian orangtua dan siswa yang menempatkan belajar piano sebagai usaha yang serius,” kata Melissa.

Tantangan mengajar lainnya adalah munculnya populasi siswa baru, seperti siswa pra-sekolah, siswa berkebutuhan khusus, atau siswa dewasa yang belajar musik karena hobi. Situasi saat ini bagi beberapa guru pemula juga dipandang sebagai tantangan. Solusi untuk tantangan ini termasuk penggunaan sumber musik online, penggunaan buku-buku bajakan, dan bentuk periklanan baru. Salah satu solusi yang tetap konstan dari sebelumnya adalah diskusi dengan rekan dan mentor. Juga, pada titik ini para guru telah belajar bagaimana menyesuaikan kurikulum mereka dengan kebutuhan individu siswa, yang dilihat oleh mereka sebagai solusi untuk beberapa tantangan sebelumnya.

Lebih Beruntung
Sementara itu Jessica Johnson, pengajar di Piano Faculty, University of Wisconsin-Madison, yang juga asisten Professor of Piano and Director of Graduate Piano Pedagogy Studies mengatakan, sebagaimana lulusan universitas atau perguruan tinggi umum, luluson konservatorium musik, universitas musik, sekolah tinggi musik pun seringkali dihadapkan pada kegamangan manakala mereka telah menyelesaikan studinya Kemana, mau apa, dan apa yang harus dilakukan ketika mereka memasuki “dunia nyata”?

Bagaimanapun, seuntung-untungnya lulusan sekolah umum, lulusan sekolah musik barangkali masih lebih untung. Paling tidak, mereka punya keterampilan, disamping pengetahuan akademis. Tetapi, kesuksesan mereka sangat tergantung pada bagaimana mereka mempersepsi “the real world” yang berada di depannya, yang mau tidak mau harus mereka masuki.

Jessica mengatakan, dirinya selalu ditanya para lulusannya apa yang sebaiknya mereka lakukan untuk menyiapkan diri memasuki “dunia nyata”, yakni dunia setelah mereka menyelesaikan pendidikannya. “Pada mulanya pertanyaan mereka mengguncang saya luar biasa. Ini sesuatu yang tak pernah dipikirkan oleh kami, dan mungkin sebagian besar pengajar, bahwa kita tidak benar-benar memikirkan akan jadi apa murid-murid kita kelak. Sesungguhnya, itu memang bukan semata-mata tanggung jawab pengajar, tetapi mendengar pertanyaan mereka, saya berpikir mengapa kita tidak mencoba memberi jalan,” katanya.

Repotnya, kata Jessica, kebanyakan pengajar memang tidak siap untuk menerima pertanyaan seperti di atas, apalagi memberi solusi dan jalan keluarnya. “Satu-satunya jawaban yang saya berikan, sebagaimana yang menjadi kebiasaan, adalah sekadar memberi motivasi untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, atau mencari sekolah musik dan mengajar disana, atau menjadi pengajar independen,” kata Jessica.

Menjadi pengajar musik memang menjadi pilihan yang paling mudah, disamping menjadi pemusik. Masalahnya, kata Jessica, tidak semua lulusan benar-benar siap untuk menjadi pengajar. Tidak sekadar siap mengajar. “Jika Anda memilih menjadi pengajar, maka harus dibangun sebuah mentalitas pengajar, yang celakanya, hal ini tidak datang begitu saja, layaknya belajar teknik, teori musik, performance, dan sebagainya. Mau tidak mau, Anda harus membangun mentalitas itu dengan diri Anda sendiri, melalui pemahaman, pengetahuan dan pengalaman,” kata Jessica.

1. Tetaplah Menjadi Siswa
Mentalitas pertama yang harus dimiliki pengajar adalah, tetaplah merasa sebagai siswa. “Ketika seseorang menjadi siswa, tak masalah baginya untuk mengetahui segala hal, mencari sumber-sumber pengetahuan di luar, dan menghabiskan waktunya mencari gagasan dan ide-ide baru, dan selalu bersemangat untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahui. Sebagai siswa, Anda memiliki waktu untuk latihan, membaca, dan belajar,” kata Jessica.
Beberapa cara agar Anda tetap menjadi siswa” antara lain:

-) Jangan anggap Anda mengetahui segalanya.
Ketika membuat transisi dari seorang siswa menjadi seorang professional, ingatlah bahwa Anda masih memiliki banyak hal yang harus dipelajari. Belajar sesuatu hal, yang mungkin kelihatannya sepele, tidak berarti menunjukan kebodohan seseorang, tetapi justru menunjukkan bahwa dia tidak takut untuk menyadari keterbatasannya, dan oleh karena itu ia harus belajar.

-) Jangan bosan riset musik.
Riset musik, termasuk analisa menantang. Internet menyediakan fasilitas luar biasa dimana seseorang memungkinkan untuk mengakses berbagai sumber yang diperlukan. Sisakan waktu Anda untuk selalu melakukan riset musikal. Ini bukan saja mempertajam pemahaman Anda, tetapi menjadi tempat bagi Anda untuk menuangkan ide dan gagasan-gagasan baru.

-) Datangi workshop, konferensi, dan konser musik.
Mengikuti workshop, seminar, konferensi, maupun konser-konser musik, adalah sebuah bentuk “studi berkelanjutan”. Siswa-siswa musik di universitas maupun konservatorium, memiliki jadwal tetap untuk menghadiri kegiatan-kegiatan tersebut, dan kemudian membuat semacam resume dari apa yang mereka ikuti dan saksikan. Jika hal ini tetap Anda lakukan di tengah kegiatan Anda mengajar, maka pemahaman dan pengetahuan musik Anda akan selalu tersegarkan.

-) Belajar dari Siswa Anda.
Ketika seseorang menjadi siswa, adalah wajar dan alamiah untuk mengajak rekan-rekannya berinteraksi dan belajar bersama. Hubungan serupa dapat dilakukan dalam relasi model guru-murid. Miliklah kepedulian yang tinggi terhadap keingintahuan siswa, dan miliki kebesaran hati untuk mengakui dan menghargai ketika siswa Anda mencari atau menemukan pendekatan dan cara unik dalam menyelesaikan problem-problem musikal. “Perkawinan silang” seperti ini merupakan salah satu aspek yang berharga dalam mengajar. Dalam hal ini, penting dipegang oleh saya bagaimana mengajar”. guru, sebuah motto bahwa “siswa-siswa saya mengajarkan

-) Datangi Universitas, Konservatorium, Guru Senior.
Institusi-institusi akademi musik biasanya menyelenggarakan konser, masterclass atau kuliah terbuka untuk umum. Carilah infonya dan bergabunglah. Berkenalanlah dengan guru-guru senior, dan jangan ragu untuk selalu belajar dengan mereka. Di arena akademis, mahasiswa didampingi seorang mentor yang memberi petunjuk selama dalam proses belajar. Berbaurlah dengan orang-orang yang memiliki kompetensi dalam musik, dan belajarlah dari mereka. Jadikan mereka sebagai bagian dari keluarga Anda. Ajaklah mereka makan siang. Mintalah saran dan kritiknya. Setiap orang memiliki sesuatu yang bisa dipelajari dari guru-guru

-) Baca Buku dan Hadiri Presentasi.
Jika Anda lulusan perguruan tinggi, bawalah nuansa perguruan tinggi itu ke dalam proses mengajar Anda. Lingkungan perguruan tinggi biasanya memiliki kemudahan untuk mengakses disiplin ilmu lain. Mengetahui bidang-bidang di luar bidang musik, sangat mengasyikan. Membaca buku-buku psikologi, pemasaran, ekonomi, dan sebagainya, memang tidak ada hubungannya dengan musik, tetapi itu akan memperkaya perspektif atau cara pandang Anda, dan pada akhirnya memperkaya pula kehidupan musikal Anda. Pengetahuan di luar bidang Anda, bisa memberi petunjuk bagaimana Anda menghadapi aspek-aspek lain di luar musik, yang mungkin saja terjadi dalam profesi Anda.

2. Jagalah Perkembangan Musikal Anda
Mentalitas kedua bagi seorang pengajar musik adalah, adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk terus menerus menjaga dan merawat perkembangan musikalnya. Sebagian besar professor-profesor musik di universitas belajar repertori-repertori
penting setiap tahun, baik untuk solo maupun resital musik kamar, dan menjadikan kegiatan itu sebagai “bagian dari pekerjaannya”.

Mengapa Anda tidak mengikuti jejak mereka? Beberapa hal dapat Anda lakukan:

-) Konser terbuka.
Buatlah jadwal tetap konser terbuka untuk umum. Pelajari repertori-repertori baru, sekalipun pendek. Jadikan ini sebagai sebuah kebiasaan, ada atau tidak ada permintaan. Hal itu akan mendorong Anda untuk membangun pengetahuan Anda terhadap repertori, mengembangkan tata bahasa musikal dan teknik Anda, dan tentu saja hal itu akan menuntun perkembangan musikal Anda. Beberapa guru menghindari diri untuk melakukan kebiasaan ini semata-mata karena dianggap menghabiskan enerji dan merepotkan saja.

-) Konser bersama Kolega.
Buatlah konser bersama kolega Anda. Salah satu manfaat penting dalam mengajar di universitas adalah, adanya interaksi setiap hari dengan para kolega atau rekan sejawat. Ini bisa diterapkan ketika Anda memasuki “dunia nyata”. Bergabunglah dengan asosiasi guru, atau ajaklah rekan Anda untuk menyaksikan konser Anda, dan rekan seprofesi mengobservasi penampilan Anda, mulai dari mintalah mereka cara berpakaian, hingga permainan musik Anda. Pandangan, penilaian, kritik dan saran dari orang lain, sangat penting bagi mereka diskusi dan sharing pendapat. Banyak hal yang bisa Anda dapatkan, jika Anda memiliki hati dan jiwa yang terbuka. Ada baiknya jika Anda juga bermain bersama mereka, misalnya dalam musik kamar. Interaksi dengan kolega maupun musisi lain akan mengaktifkan bagian-bagian lain dalam otak. Bermain dalam chamber juga melatih kebersamaan, dan itu bisa Anda terapkan kepada siswa-siswa Anda.

-) Perluas Repertori yang Diajarkan.
Perluas secara terus menerus repertori-repertori yang Anda ajarkan. Ini sesuatu yang harus dilakukan untuk mengembangkan kemampuan Anda sebagai seorang pengajar. Mempelajari repertori-repertori yang akan diajarkan tidak hanya memberi kepastian bahwa Anda akan memiliki kelengkapan yang lebih baik untuk menemukan repertori-repertori yang tepat untuk siswa Anda, tetapi juga meningkatkan pengetahuan dan skill Anda sebagai seorang guru. Jangan lupa juga untuk melengkapi diri dengan repertori-repertori kontemporer atau yang terkenal.

3. Jadilah ‘Pengacara’ Musik
Mengajar musik, sesungguhnya bukan perkara mengajarkan keterampilan bermain musik kepada orang lain saja. Menjadi pengajar musik, berarti siap terjun di bidang yang menuntut kreativitas dan kemauan yang sungguh-sungguh. Mereka harus mengurus
kantornya, melayani komite penilai atau penguji, juri (bila ada kompetisi), mengorganisir kompetisi, konser, konferensi, menyiapkan peralatan dan bahan-bahan mengajar, mengorganisir karyawan, meninventarisir perlengkapan studio, dan sebagainya, yang semua itu menyita banyak waktu, tenaga, dan juga biaya. Dalam kondisi seperti itu, mentalitas ketiga yang harus dimiliki pengajar adalah, jadilah diri Anda sebagai “pengacara” bagi diri Anda sendiri, yang senantiasa mendampingi, memberi dorongan, pembelaan, dan motivator.
Untuk itu, Anda bisa menerapkan hal sebagai berikut:

-) Belajar adalah Proses Jangka Panjang.
Selalu ingat bahwa proses belajar adalah sebuah proses jangka panjang. Tekankan itu pada diri Anda dan juga siswa Anda. Buatlah evaluasi secara regular dan buatlah prioritas prioritas apa yang bisa Anda lakukan dengan baik. Sebuah proses belajar (dan mengajar) menuntut kesabaran. Berusahalah meyakinkan diri (dan juga kepada siswa), bahwa tidak ada sesuatu yang sia-sia dalam proses belajar. Sebagai “pengacara” Anda harus tetap menanamkan spirit untuk “menang”.

-) Promosikan Keberhasilan Siswa.
Mungkin terkesan sombong tatkala guru mempromosikan keberhasilan siswanya,tetapi bukan hal yang tabu bagi guru untuk mempromosikan keberhasilan siswa-siswanya, baik melalui media massa, iklan, internet, radio, maupun televisi, dan sebagainya. Belajar musik memerlukan pengorbanan, dan setiap prestasi harus dihargai. Promosi keberhasilan, lebih merupakan penghargaan terhadap prestasi dari sekadar bentuk kesombongan. Hanya mereka yang berpandangan sempit yang melihat hal itu sebagai bentuk kesombongan.

-) Didiklah Orangtua Siswa.
Para guru seringkali terlalu fokus pada bagaimana mengajar siswa. Mereka lupa bahwa orangtua siswa juga perlu mendapat pengajaran. Pemahaman yang benar dari orangtua siswa terhadap proses belajar siswanya, sangat diperlukan. Guru-siswa-orangtua siswa adalah “triangle connection” yang tidak bisa dipisahkan untuk keberhasilan proses belajar musik. Ajaklah orangtua siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran, dan pastikan mereka mengetahui dimana porsi mereka.

-) Terbukalah dengan Musik Lain.
Mengajar musik klasik bukanlah menjadikan siswa sebagai pemusik klasik. Belajar musik lebih pada mengoptimalkan potensi musik setiap siswa dan mengarahkannya dengan benar. Seorang guru harus terbuka dengan jenis-jenis musik lain. Ia harus dapat meyakinkan diri dan kepada siswanya, bahwa musik itu begitu sangat indah. Dan keindahan musik bukan hanya pada musik klasik, tetapi juga ada pada musik-musik lainnya. Tugas guru adalah mengenalkan dan mengantar siswa untuk memahami arti keindahan musik, dengan berbagai jenisnya.

Jessica Johnson mengatakan, mentalitas seorang guru hanya bisa dibangun melalui tiga jalan, yakni kesediaan untuk belajar, kesediaan untuk bekerja, dan kesediaan untuk mencintai. “Apa yang saya sebut di atas hanya merupakan guidance. Selebihnya, tergantung pada Anda. Yang jelas, dalam musik, kita diistimewakan untuk memperoleh sebuah kehidupan, sebuah pekerjaan,sesuai dengan apa yang kita cintai,” kata Jessica. (Abshar)

Article Bottom Ad