‘Cooperative Learning’ dalam Pengajaran Musik

425

Article Top Ad

Belajar bekerjasama adalah salah satu pendekatan dalam dunia pendidikan. Melalui pendekatan ini siswa diharapkan dapat memanfaatkan potensinya seoptimal mungkin dalam proses belajar. Pendekatan ini mengajak siswa bekerja sama sebagai sebuah kelompok untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Seberapa jauh guru memanfaatkan pendekatan ini untuk mencapai tujuan yang diharapkan?

Cooperative Learning bertentangan dengan pendekatan tradisional yang lebih menitikberatkan pada persaingan individu, dimana siswa melihat orang lain seolah-olah berkata: “Kegagalanmu adalah keberhasilanku dan keberhasilanmu adalah kegagalanku”.  Dan memang, pendekatan kerjasama, lebih menekankan pada kerangka berpikir “Keberhasilanku adalah keberhasilanmu, kegagalanku adalah kegagalanmu juga.”

Dalam pendekatan kerjasama, siswa dilibatkan dalam berbagai aktivitas, berbagi peran, sekaligus menghilangkan persaingan antar individu – sebagai sifat yang merusak—dalam sebuah kelompok, demi mencapai tujuan bersama.

Article Inline Ad

Sebenarnya, pendekatan ini, yang bemberikan penekanan pada siswa agar mau bekerja sama dengan orang lain, bukanlah sebuah gagasan baru untuk diterapkan dalam pengajaran musik. Para guru musik sudah sejak bertahun-tahun lalu menggunakan pendekatan ini secara bebas, bedasarkan intuisi atau dengan memanfaatkannya dalam berbagai macam situasi lainnnya.

Pendekatan kerjasama, berkembang cepat dalam waktu 25 atau 30 tahun terakhir, dan banyak mendapat perhatian khusus dari sejumlah pakar pendidikan musik. Antara lain David dan Roger Johnson dari Universitas Minnesota, Robert Slavin dari Universitas John Hopkins, dan Spencer Kagan dari Universitas California.

Ciri khas dari pendekatan ini adalah melibatkan siswa dalam proses bersosialisasi. Dan kerja kelompoklah wahananya.  Aktivitas ini memberi kesempatan seluas-luasnya bagi anak untuk berbicara, mengemukakan pendapat, mendengar pendapat orang lain, menyampaikan gagasan, berbagi rasa, saling membantu maupun bicara positif untuk menemukan suatu kesepakatan atau memecahkan sebuah persoalan dengan sesama teman lainnya.

Kegiatan ini bermanfaat mengembangkan proses berpikir anak pada level yang lebih tinggi, dibandingkan anak diberikan penjelasan materi secara langsung oleh guru, face to face. Karena siswa dirangsang untuk terlibat dalam aktivitas tersebut, ia ditantang harus mempersiapkan diri lebih dahulu melalui belajar. Sehingga, apa yang akan dikemukakan di hadapan teman-temannya dapat dipahami dan diterima.

Secara tidak langsung, kegiatan ini juga mengajak siswa berpikir aktif. Misalnya, bila sebelum bertemu teman-temannya mungkin ia merasa pendapatnya sudah benar, bisa jadi saat bertemu dengan kelompoknya, ternyata dari berbagai pendapat rekan-rekannya, masih ada yang lebih baik lagi.

Atau, jika dia semula tidak begitu mudah mengemukakan pendapatnya tanpa didukung dengan pemahaman kuat atau asal-asalan, dengan kegiatan ini mungkin akan membuat siswa berpikir terlebih dahulu sebelum mengeluarkan opininya. Paling tidak ia akan mempersiapkan lebih dahulu agar dapat memberikan argumen dan fakta pendukung apabila pendapatnya disanggah teman-temannya. Proses berpikir aktif ini jelas lebih baik daripada membiarkan siswa menerima secara pasif sebuah informasi atau materi pelajaran, melalui penjelasan-penjelasan yang disampaikan oleh guru.

Agar proses “belajar bekerjasama” ini dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh guru maupun siswa dalam belajar musik, setidaknya terdapat lima elemen yang harus diperhatikan. (eds)

Article Bottom Ad