JAKARTA Sinfonietta menggelar konser pertamanya di tahun 2022 di tengah pandemi Covid 19 yang mulai melandai, pada Minggu (23/1) di Aula Simfonia Jakarta. Mengusung tema “Between Two Poles”, Jakarta Sinfonietta seolah menuntaskan kerinduan penikmat musik klasik untuk dapat kembali menikmati pertunjukan musik secara offline.
Sekitar 300 penonton menikmati dua mahakarya komponis Rusia dari akhir abad XIX dan awal abad XX, dimana pada masa itu, penderitaan, peperangan, kehidupan yang keras, dan politik di Rusia sangat mempengaruhi kehidupan rakyatnya, termasuk hasil kreasi kreatif para seniman dan musisi.
Karya Tchaikovsky and Prokofiev yang ditampilkan pada konsser itu menggambarkan manifestasi musikal yang sangat kontras, seperti dari dua kutub estetika yang sangat berbeda. Padahal, keduanya sama-sama komponis Rusia, dan kedua karya ini pun diselesaikan hanya dalam jarak tiga dekade.
Di babak pertama Jakarta Sinfonietta berkolaborasi dengan Young Steinway Artist Indonesia yang penuh semangat, Jonathan Kuo, membawakan karya Prokofiev Konserto Piano No. 3 (1921). Konserto yang sangat dinamis dan virtuosik ini kaya akan unsur disonansi dan ritmis yang kuat, ditampilkan dengan sangat impresif oleh Jonathan dengan teknik pianistik yang tinggi serta akurasi permainan menakjubkan dan kontrol touching yang sangat bagus.
Pianis berusia 17 tahun yang juga murid konduktor Jakarta Sinfonietta, Iswargia R. Sudarno itu, mengeksekusi dengan baik tiga bagian lengkap Piano Concerto No. 3 in C Major, Op. 26 (Andante – Allegro, Tema con variazioni, Allegro, ma non tropo), dan memaksa penonton memberikan aplaus meriah atas interprestasinya yang sangat baik dalam menggambarkan suasana batin Prokoviev.
Konserto Piano Ketiga karya Prokiev dapat dikatakan sebagai konserto piano Prokofiev yang paling populer, dan karya ini telah menjadi bagian dari repertoar standar di gedung-gedung konser dunia. Konserto ini menggabungkan kualitas keterusterangan dan keberanian serta kualitas liris, yang merupakan fitur musik abad XX dan XIX.
Di babak kedua, Jakarta Sinfonietta di bawah konduktor Iswargia R. Sudarno membawa penonton ke ranah romantisisme Rusia abad XIX melalui karya karya terakhir Tchaikovsky yang dibuat tahun 1893, Symphony No. 6 in B minor op. 74. Simfoni yang besar dan tragis ini mendeskripsikan kehidupan Tchaikovsky melalui empat bagian, dimana esensi dari karya ini adalah kehidupan, hasrat impulsif, kepercayaan diri, kehausan akan aktivitas, cinta, kekecewaan, dan kematian.
Tentang symphony ini, Nicholas Slonimsky mengatakan, nasionalisme Tchaikovsky yang sangat kental diwujudkan melalui “keterampilannya yang luar biasa dalam menciptakan suasana khas Rusia yang biasanya suram, gelap, dan menyedihkan, dengan cara mengekspresikan sentimen batinnya sendiri.”.
Tchaikovsky menorehkan kesedihan melalui instrumen-instrumen bernada rendah, yaitu bassoon dan kontrabas yang membuka gerakan pertama dengan intro lambat. Instrumentasi tersebut bukanlah instrumentasi yang biasa digunakan dalam suatu pembuka simfoni. Kemudian, dengan motif yang dipakai diawal tersebut, Tchaikovsky membawa penonton ke bagian cepat Allegro yang diwarnai dengan kegundahan. Bagian ini mengalir terus menerus hingga mencapai klimaks. Setelah itu, keindahan dan kehangatan tema subyek kedua diikuti dengan dialog alat musik tiup kayu.
“Ledakan” keras menandai awal dari bagian pengembangan yang penuh dengan gairah. Disini, terompet dan alat musik logam lainnya memperkuat intensitasnya, sebelum Tchaikovsky membawa penonton kembali ke nuansa surgawi yang lebih megah melalui tema subyek kedua di bagian rekapitulasi, sebelum mengakhiri gerakan ini dengan coda yang sangat tenang dan halus.
Simfoni no 6 “Pathetique” itu tidak seperti lazimnya karya simfonik yang di masa itu. Tchaikovsky memilih untuk menutup simfoni ini dengan tempo lambat, suara instrumen bersuara rendah mendominasi di bagian akhir dan ditutup dengan kesunyian. Nothingness. Seolah menggambarkan suasana batin Thcaikovsky yang suram, gelap, dan sedih.
Penampilan perdana Jakarta Sinfonietta di tahun 2022 ini seolah mengkonfirmasi dibukanya kembali panggung musik secara offline di tanah air meski dalam prosedur kesehatan yang masih ketat. Betapapun, kondisi ini cukup menggembirakan setelah dua tahun panggung konser musik sunyi sepi akibat pandemi Covid 19.
Jakarta Sinfonietta adalah sebuah orkes kamar yang berdomisili di Jakarta. Didirikan di bulan Januari 2015, orkestra ini beranggotakan para musisi klasik profesional Indonesia dari segala lapisan usia dan generasi yang memiliki dedikasi dan integritas yang tinggi. Orkestra ini tidak membatasi repertoarnya pada mahzab ataupun zaman tertentu, namun lebih menekankan kepada genre atau bentuk ensambel orkes kamar saja. Oleh karena itu, program yang inovatif akan selalu dirancang untuk menghasilkan pertunjukan yang variatif dan inspiratif. (Eds, Metta F. Ariono)
Foto: PT.Citra Intirama