Euodia Betty Tjokroseputra – Musik Memberi Saya Kekuatan

271

Article Top Ad

Ditinggal seseorang yang selama ini dekat, selalu bersama dan mencintai, adalah sebuah kehilangan besar yang meninggalkan duka mendalam dan mengguncang. Kenyataan itulah yang diterima dan harus dihadapi Euodia Betty Tjokroseputra, pianis dan violinis muda asal kota Semarang, yang harus kehilangan sang mama akibat Covid 19, Maya Maria Rozali, guru piano senior di Semarang. Sebuah kehilangan yang mengguncang Betty setelah dia juga kehilangan sang papa, beberapa tahun yang lalu, tepat sehari setelah Betty menggelar resital pertama bersama Semarang Chamber Orchestra yang dipimpinnya.

Betty hampir tak percaya bahwa dia kehilangan kedua orangtuanya di saat dia masih membutuhkan kehadiran mereka di sampingnya. “Dunia terasa kejam. Saya marah dengan Tuhan, kenapa saya diberi cobaan yang begini berat. Saya hampir tiba pada puncak keputusasaan. Saya tak punya gairah hidup lagi. Seolah apa yang saya lakukan dan pelajari selama ini tak ada gunanya. Benar-benar saya kehilangan semangat dan harapan,”.

Sempat mengurung diri hampir satu bulan lamanya untuk menata hati dan perasaan, Betty pelan-pelan menemukan setitik cahaya di balik kelamnya duka. “Saya menyadari, bahwa kita semua pasti akan mati. Siapapun dia. Ini takdir yang tidak bisa dihalangi. Bahwa kapan waktunya, itulah rahasia Tuhan. Kalau saya sekarang kehilangan mama dan papa, nanti di surga saya akan ketemu beliau. Bagaimanapun, saya harus menerima ketentuan Tuhan ini, betapapun besarnya penolakan saya atas kenyataan ini. Pada akhirnya saya menyerah di hadapan Tuhan. Terserah. Saya pasrah. Apapun yang Dia tentukan, saya tidak bisa menolak. Tuhan itu baik. Dia lebih tahu apa yang terbaik bagi saya, lebih dari yang saya inginkan. Yang bisa saya lakukan sekarang ini adalah, selagi saya masih diberi hidup, saya harus mengisi kehidupan ini sebaik-baiknya. Kehidupan ini harus tetap berjalan. Saya tidak ingin kecewakan mama dan papa di surga.  Saya juga tidak mau mama dan papa sedih melihat saya dalam kesedihan terus menerus. Saya harus bangkit dan meneruskan kehidupan ini apapun yang terjadi,”

Article Inline Ad

 

Saya ikut berduka dengan wafatnya Ibu Maya. Beliau orang yang baik

Terimakasih. Pak Eddy dan STACCATO selama ini juga sangat baik, dan banyak membantu dan mendukung saya dan mama dalam proses belajar musk saya.

 

Bagaimana hari-hari terakhir ibu  Maya? Adakah sesuatu yang dirasakan Betty sebagai sesuatu petunjuk atau firasat bahwa ibu Maya akan meninggalkan Betty?

Sama sekali tidak ada petunjuk maupun firasat apapun bahwa mama akan meninggalkan saya. Semua berjalan normal seperti biasanya. Sebagaimana banyak orang di masa pandemi ini, kami sekeluarga sudah jarang keluar rumah kira-kira mulai awal Maret 2020. Bisa dibilang sepanjang  tahun 2020 itu keluarga kami 99% di rumah. Hanya keluar rumah kalau memang sangat penting. Misalnya ke bank. Itupun satu minggu sekali dan dengan protokol kesehatan yang ketat.

 

Lalu bagaiman semua itu terjadi?

Pada awal 2021 di tengah meningkatnya wabah Covid 19 di Semarang, terjadi banjir besar di seluruh wilayah Semarang. Hampir bisa dikatakan Semarang tenggelam, termasuk di Tanah Mas di mana saya tinggal. Rumah mama saya bisa dibilang tenggelam sih….Beruntung pianonya aman karena diletakan di atas panggung kecil di rumah, dan biola serta peralatan musik dan buku-buku musik aman tidak kena banjir. Nah ketika kami ketika bersih-bersih rumah setelah banjir itu, mama sadar ada beberapap dokumen penting yang hilang, lalu mama memutuskan untuk menata ulang rumah.  Mama juga akhirnya pergi ke notaris untuk mengurus dokumen-dokumen yang hilang itu, lalu pergi ke mall untuk beli kaca mata karena kaca matanya sudah habis yang di rumah. Itulah saat-saat mama keluar rumah di tengah meningkatnya kasus covid 19 di Semarang, setelah hamper satu tahun jarang keluar rumah.

 

Betty tidak bisa mencegahnya? Mengingat situasi dan kondisi yang masih rawan?

Tidak bisa, karena mama memang mengurus dokumen-dokumen penting dan juga ganti kacamata itu. Sepertinya mama juga lama-lama bosan di rumah sih…dan sepertinya banyak lansia yang bosan di rumah ya? Sebelum pandemi menyerang, setelah saya bekerja, biasanaya seminggu 2 -3 kali masih sempat ke mall untuk jalan-jalan malam hari,  makan di Tong Tji dengan mama dan mbak saya…Bahkan sesekali bertemu dengan almarhum Om Khoen Tjiang sekeluarga di Paragon Mall. Namun rutinitas itu tak bisa dilakukan lagi sejak ada wabah korona…

 

Apakah setelah kejadian banjir  besar itu ibu Maya jadi lebih sering keluar rumah?

Setelah banjir besar itu, mama kan beres-beres rumah dan urus ini itu sehingga beberapa kali memang harus keluar rumah ke notaris, lalu pulang, dan akhirnya pergi ke mall untuk pertama kalinya setelah 1 tahun. Entah kenapa ke mall-nya sampai 3 hari berturut – turut, siang-siang begitu. Pertama ke Ciputra Mall untuk beli kaca mata, besoknya ke notaris lalu ke DP mall setelah sekian lama nggak kesana, hanya melihat-lihat 1 lantai saja lho padahal… dan prokes juga saya jaga dengan ketat sekali. Saya bersyukur karena tidak ada kejadian apa-apa. Mama dan saya selalu jaga prokes dengan ketat, dan tidak apa-apa, sampai kejadian mengejutkan itu terjadi

 

Bagaimana?

Sebelum mama meninggal, terakhir beliau keluar rumah adalah ketika mengunjungi hotel Tentrem setelah dari notaris. Mama ingin lihat-lihat sebentar. Katanya bagus hotelnya. Sepertinya itu kunjungan terakhir mama deh. Lalu mama sempat ke Jogja dengan saya dan saudara saya untuk urusan keluarga. Nah setelah itu, kira-kira dua hari kemudian mama demam dengan suhu badan sempat 38 C . Saya sempat panik dan bingung. Banyak nasehat dari teman-teman, mulai dari yang menyarankan untuk masuk RS atau stay home saja. Akhirnya mama masuk RS. Itu tanggal 19 April. Saya inget tanggalnya.  Sebagai anak tunggal, praktis saya yang meng-handle semuanya. Dari hasil rontgen, paru-paru mama masih bagus. Saya tidak berpikir mama kena Covid. Hanya kelelahan saja sehabis perjalanan dari Yogya. Tapi satu  minggu kemudian suhu badan mama masih panas dan mulai sesak nafas. Saya mulai panik dan cemas. Akhirnya mama opname di ruang isolasi. Saya tidak bisa mendampingi mama. Itu yang membuat saya sedih. Hanya terima laporan dari dokter saja. Kondisi mama up and down. Tapi menjelang akhir hidup Mama, saturasi oksigen sempat membaik menjadi 100%. Saya merasa lega. Saya merasa itu mujizat Tuhan dan optimis mama akan sehat lagi.Tapi  beberapa jam kemudian saturasi oksigen semakin menurun, dan pada akhirnya tanggal 23 April pukul  00.57 telah berpulang ke Sorga Mama saya…Tanpa bisa melihat wajah mama dan mendengar kata-kata beliau untuk yang terakhir kalinya

 

Apa yang Betty lakukan saat itu?

Saya tidak bisa berbuat apa-apa selain sedih dan menangis. Semua proses selanjutnya dilakukan pihak rumah sakit. Perasaan saya hancur. Ingat papa yang lebih dulu meninggalkan saya, lalu sekarang mama, membuat saya merasa benar-benar sendirian di dunia ini. Saya sedih, sempat marah sama Tuhan walau  akhirnya saya menyadari bahwa kita cuma manusia yang tak punya kuasa apa-apa, kecuali bergantung dan berserah percaya kepada Tuhan. Terguncang juga sih karena merasa saya sudah seaman itu menjaga mama saya. Saya kira saya sudah protektif sekali. Hand sanitizer selalu ready, face shield, masker, kacamata, jaga jarak dan lain-lain, tapi takdir berkata lain.

Selepas ibu Maya meninggal, bagaimana Betty menata hari-hari berikutnya?

Yang jelas saya sekarang sendirian tinggal di rumah. Hanya bersama mbak yang sudah lama ikut keluarga kami. Sepi sekali.  Kalau ingat memang sedih sih…tapi ya bagaimana lagi life goes.  Kini saya pasrah saja. Hidup dan mati, Tuhan yang punya kuasa dan rencana. Mulailah hari-hari saya tanpa mama saya. Sebuah kehilangan yang besar sekali bagi saya setelah papa juga meninggalkan kami sebelumnya. Sedih sih rasanya ditinggal kedua orangtua saya. Tidak ada lagi sosok-sosok yang selama ini dekat dengan saya. Tapi saya tetap harus menjalani hidup ini, up and down, happy and sad-nya. Perasaan hati sedih, tetapi logika harus tetap jalan, saya harus kerja, juga untuk murid-murid  saya. Maka hari-hari saya tanpa Mama ya terus terang, mungkin saya masih dalam tahap pelarian … belum seperti dulu. Pelariannya sih  mengajar. Saya suka mengajar, saya harus bertanggung jawab untuk murid-murid  saya. Syukurlah murid-murid saya walau sedikit tapi mereka keep me busy . Dari jarang latihan, mereka kini  rajin latihan, minta dibuatin lagu free songs for my students, dan lain-lain. Murid-murid yang baik dan lucu-lucu juga bikin senang. Saya bersyukur, walaupun kadang saya sempat jadi tertutup kalau ingat trauma sama masa lalu . Tapi nanti pelan-pelan ndak trauma lagi. Lalu escapement yang lain ya saya suka bikin-bikin aransemen, cover. Saudara-saudara saya juga memberi semangat ke saya untuk tetap berkarya dan kreatif. Mereka mendorong saya main lagu non klasik sesekali. Yah.. pas sih.. saya nggak gampang suka lagu-lagu selain klasik, tapi ya pelan-pelan coba genre lain, mengaransemen lagu lewat garageband, self learn and experimenting hal-hal baru, itu sebuah pelarian yang bagus biar gak sedih juga sih bagi saya. Lalu pelarian terakhir ya, hiburan satu-satunya nya paling main game action Japan style yang quality nya bagus dari segi music, graphic, dan alur cerita

 

Bagaimana sekarang? Ketika Betty mulai menerima kenyataan bahwa ibu Maya telah tiada dan Betty sekarang sendirian?

Awalnya saya merasa benar-benar sendirian. Tapi akhirnya saya menyadari bahwa saya tidak sendirian. Masih ada saudara-saudara saya, teman-teman saya, murid-murid saya. Di rumah sekarang ada saya, mbak saya namanya Mbak Sum yang ikut saja sejak saya umur 6 bulan, maka sudah ikut 30 tahun ini dan 1 anjing peliharaan saya, dan yang lebih menguatkan saya adalah bahwa ada Tuhan yang selalu bersama saya, tempat saya bersandar dan berharap. Saya juga tidak mau membuat mama saya, guru-guru saya kecewa melihat saya sedih terus di dunia ini. Maka pelan-pelan saya juga akan balik lagi ke diri saya yang dulu, yang tetap optimis, tidak melulu sekedar pelarian

 

Tapi tentu tidak mudah kan untuk sampai pada kesadaran seperti itu?

Iya hehehe…Perlu waktu…Yang paling susah sih, saya sempet lost interest sih sama beberapa hal yang dulu saya suka, sekarang saya agak tidak peduli heheh…tetapi ya tidak bisa begitu terus, suatu saat pasti akan kembali ‘seperti biasa’… seperti biasa ketika masih ada Mama.. dan Papa..entah kapan. Saya juga mau main musik yang bagus demi orangtua, juga supaya guru-guru saya senang kalau saya main bagus, honoring my previous teachers, baik di Bumi maupun di Sorga

 

Sepeninggal ibu Maya, apa yang dilakukan Betty? Apakah sampai saat ini masih terbayang terus?

Ya jelas. Tidak bisa melupakan sosok mama begitu saja. Yang saya lakukan… well, sebenernya gampang sekali mengingat kalau mama sudah pergi karena kamar mama di depan saya, jadi kalau pas melihat kamar kosong itu, saya merasa, “oh.. kamar ini sudah kosong…”. Maka yang saya lakukan ya…ok I need to work and do something. Misal, bikin video untuk membantu murid, atau bikin lagu untuk murid, atau ya login sebentar deh main satu open world game, jalan-jalan,  explorasi di dunia virtual yang berkualitas bagus musik dan graphic-nya, sekalian cari inspirasi, and slowly practice again…

 

Apakah Betty merasa sendirian?

Sendirian sih iya, dalam arti sudah tidak ada orangtua,  saya sendirian, dalam arti, semua keputusan hidup saya, saya yang memutuskan, saya yang mandiri. I decide my own life, dengan doa, tetapi saya selalu ingat, saya bersyukur saya masih punya teman-teman dan saudara-saudara yang care dengan saya, teman-teman yang care, termasuk Pak Eddy hahaha…murid-murid juga peduli, orangtua murid juga kebanyakan pengertian. Menjalani hari-hari tanpa Mama.. hmmmm…ya beda sih ya rasanya…Dulu, ada mama, saya senang melakukan ini itu untuk mama, saya senang bekerja untuk mama, berlatih untuk mama, dan lain-lain….sekarang tidak ada mama, saya harus punya tujuan hidup selain untuk mama. Pelan-pelan, sepertinya saya akan menemukannya. Masih banyak hal-hal yang belum saya alami, memperdalam musik, mempelajari hal hal baru, dan banyaklah…

 

Bagaimana jika tiba-tiba ingat mama saat Betty sendirian?

Ya sedih sih. Tapi kalau sedih, tinggal tidur saja. Kadang saya begitu supaya tidak sedih terus, harus ada aktifitas yang bikin fokus. Mengajar, bikin lagu,  arrangements, main game and stay safe at home,  so far saya belom pergi-pergi sih. Paling 1 bulan sekali ke ATM. Belom ada keinginan ke mall juga..

 

Apa yang menguatkan Betty menghadapi masa-masa sulit sepeninggal mama?

Tuhan dan musik. Tuhan memberi harapan bahwa selalu ada kemudahan di balik kesulitan. Dan yang pasti, kehidupan harus tetap berjalan apapun yang terjadi. Saya tidak mungkin berdiam diri, dan harus berani menerima kenyataan, ikhlas, dan bergerak maju untuk tetap hidup, karena esensi hidup adalah bergerak.  Saya bersyukur bahwa Tuhan memberi talenta di bidang musik. Saya percaya dengan talenta yang Tuhan berikan, saya akan bisa bergerak terus. Musik membantu menguatkan saya. Musik bagi saya, bisa mengekspresikan apa yang tidak bisa diekspresikan dengan kata-kata. Perasaan manusia, sedih, senang, terharu, galau, excited, dan lain-lain, bagi saya tersalurkan melalui musik. Jadi syukurlah ada musik di hidup saya.

 

Apa rencana Betty ke depan?

Mengajar musik, bermusik dan terus belajar. Jika Tuhan perkenankan, saya ingin membangun institusi pengajaran musik, entah berbentuk studio musik, atau sekolah musik sendiri, dengan piano dan violin sebagai pengajaran yang utama sesuai dengan kemampuan saya. Saya ingin ikut memberi kontribusi bagi dunia musik di Semarang khususnya, dan Indonesia umumnya. Doakan terwujud ya?

 

Semoga terwujud. Terimakasih, dan tetap sehat selalu untuk Betty

Terimakasih. Sehat selalu juga untuk Pak Eddy dan STACCATO. (eds)

Article Bottom Ad