‘Sabar dan Konsisten’
TERBIASA duduk di dekat alat musik tiap kali ke gereja di masa kecilnya, menuntun ketertarikan Jonathan Wibowo di musik hingga dewasa, dan bahkan sampai belajar ke Rusia. Ketertarikannya dengan musik lebih kuat sehingga memaksanya menyimpan ijasah Sarjana Gizi yang ia dapatkan dari Universitas Indonesia. Berikut bincang singkat dengan sosok flamboyan ini.
Bagaimana masa kecil Anda, dan bagaimana Anda terhubung dengan musik?
Sejak kecil saya sudah senang musik. Saya Nasrani dan senang ke gereja untuk dengerin musik. Kata orangtua saya, tiap ke gereja saya selalu mencari tempat duduk yang dekat dengan instrumen musik, seperti piano atau organ pipa yang ada di gereja kami, di gereja Paulus Jakarta. Jadi dari kecil saya sudah senang sekali mendengarkan musik dan keterhubungan saya dengan musik sepertinya berawal dari gereja.
Sejak kapan mulai belajar piano?
Kira-kira usia 7 tahun saya diperkenalkan dengan piano dan dileskan piano oleh orang tua saya dengan guru privat selama kurang lebih setengah tahun. Kemudian saya masuk sekolah musik Yayasan Pendidikan Musik atau YPM. Belajar di YPM kurang lebih sebelas tahun. Guru terakhir saya adalah almarhumah ibu Iravati Sudiarso. Beliaulah yang berpengaruh besar dalam diri saya. Kalau saya nggak masuk kelas beliau, mungkin saya nggak akan jadi seperti sekarang.
Bagaimana Anda bisa belajar musik di Rusia?
Saya ke Rusia itu atas saran ibu Iravati. Jadi waktu saya belajar dengan beliau, saya sering dikasih karya-karya komponis Rusia seperti Rachmaninoff, Prokofiev, dan banyak lagi. Hampir setiap tahun saya pasti memainkannya karya-karya komposer Rusia. Kemudian waktu saya berdiskusi dengan beliau tentang rencana saya untuk melanjutkan belajar musik, beliau bertanya, “kamu mau pergi kemana Jonathan?”. Karena waktu itu saya tidak punya ide, saya tidak bisa jawab, cuma kepikiran lagu-lagu komposer Rusia yang beliau kasih kepada saya, dan saya bilang saja ke beliau, kalau ke Rusia bagaimana tante? Tante Ira tersenyum, dan berkata, ”kamu bisa baca pikiran saya”. Jadi, ternyata beliau memang memberikan karya-karya komposer Rusia karena beliau melihat ada kedekatan emosional saya dengan karya-karya komponis Rusia
Apa yang Anda lakukan setelah itu?
Saya mulai mencari-cari konservatori apa, program-program apa yang ada di Rusia, dan syukur kepada Tuhan pada waktu itu saya dapat beasiswa dari pemerintah Rusia untuk melanjutkan pendidikan musik saya, dan saya diterima di Gnesin Academy of Music mulai tahun 2017, dan saya belajar disana kurang lebih 5 tahun, mengambil program Specialist Degree atau kalau disetarakan, sama seperti Master Degree. Jadi memang setiap tahun pemerintah Rusia membuka kuota bagi orang-orang asing untuk belajar di perguruan tingginya, termasuk juga untuk jurusan musik. Untuk biaya pendidikan musiknya kita full gratis, dan untuk biaya sehari-hari dapat subsidi. Kita bisa tinggal di dormitory atau asrama, dan juga dapat uang saku bulanan, meski nggak bisa nutup kebutuhan sebulan sih. Jadi kita harus mencari tambahan dengan bekerja atau membongkar tabungan hahaha…
Kesulitan apa yang Anda rasakan saat belajar di Rusia?
Yang paling terasa adalah faktor bahasa, karena orang-orang Rusia dalam sehari-harinya menggunakan bahasa Rusia sebagai bahasa pengantar. Bahasa Inggris yang kita kenal sebagai bahasa internasional, terbatas sekali. Jadi tantangan pertama adalah bahasa, dan pada saat pembelajaran pun, semua kuliah, les-les piano, atau urusan administrasi di kampus, semuanya harus pakai bahasa Rusia. Karena itu untuk mahasiswa asing, ada yang namanya kelas persiapan selama satu tahun, dimana kita hanya diajarkan bahasa Rusia dan untuk jurusan seni, ada keharusan untuk belajar literature dan sejarah Rusia. Setelah satu tahun di kelas persiapan, barulah kita masuk ke konservatorinya, ke pendidikan musiknya.
Bagaimana setelah Anda masuk konservatori?
Saya ditangani tiga guru, masing-masing untuk piano solo dengan Tatiana Levitina, lulusan Moscow Tchaikovsky State Conservatory yang juga murid dari pianis terkenal Rusia, Tatiana Nikolaeva. Untuk musik kamar, saya berguru dengan Irina Silivanova, dan untuk piano iringan ada dua guru, yang pertama Sergei Margaritov dan Vickor Vlasov
Kapan dan mengapa kembali ke Indonesia?
Saya kembali ke Indonesia bulan Agustus tahun 2022 karena didorong keinginan dan tekad untuk memajukan dunia musik klasik di Indonesia. Dari pengalaman belajar di Rusia, saya dapat melihat bahwa semangat dan antusiasme anak-anak Rusia dalam belajar musik luar biasa. Anak-anak Indonesia, sebaliknya, sebenarnya memiliki bakat musik yang sama dengan anak-anak Rusia, tapi karena keterbatasan sarana dan prasarana, dan juga infrastruktur, mereka tidak merasakan dan mengalami apa yang dirasakan anak-anak Rusia dalam belajar musik. Terdapat gap yang dalam antara pengajaran musik di negeri kita dibanding Rusia. Misalnya, solfeggio, harmoni, sudah diajarkan sejak usia dini di Rusia, sementara di Indonesia hal itu tidak terjadi. Saya membayangkan, wah sayang sekali, seandainya anak-anak Indonesia belajar hal itu sejak dini, tentu akan memudahkan dalam proses belajar musik selanjutnya. Saya berpikir kenapa hal itu nggak dikembangkan di Indonesia. Jadi itulah yang membuat saya kembali ke tanah air dan bertekad untuk mengembangkan dunia pengajaran musik klasik.
Selain sebagai pianis, Anda juga sebagai ahli gizi. Gimana ceritanya? Dan bagaimana sikap keluarga Anda?
Ya…jadi sebelum saya ke Rusia saya kuliah di Universitas Indonesia hingga meraih sarjana Gizi, setelah itu baru saya berangkat ke Rusia. Saya bersyukur karena keluarga mendukung pilihan-pilihan yang saya ambil. Waktu saya belajar di Universitas Indonesia, mereka mendukung saya. Dan ketika saya memutuskan untuk memperdalam musik di Rusia, mereka juga mendukung penuh keputusan saya. Lalu saya berpikir bahwa, dukungan orangtua sangat penting dalam kita mengambil keputusan
Apa yang menjadi keyakinan Anda berkarier di musik?
Wah…ini pertanyaan sulit hahaha…Tapi saya mungkin bilangnya begini, bukan saya yang memilih musik, tapi musik yang memanggil saya. Jadi sebenarnya saya juga nggak tahu kenapa akhirnya saya memilih musik, tapi di dalam musik itu saya melihat diri saya, saya melihat kehidupan saya, dan itu tentu melalui pertimbangan panjang karena saya ingat guru saya pernah bilang, untuk menjadi pianis tidak cukup hanya main bagus pianonya. Untuk jadi pianis kamu harus disiplin, punya keteguhan hati, kamu harus punya motivasi yang lebih dari orang lain. Yang main piano bagus itu banyak, tapi yang punya hal-hal seperti itu nggak banyak.
Bagaimana Anda menempatkan diri di tengah banyaknya pianis hebat, dan bagaimana Anda memandang mereka?
Ketika saya melihat orang lain bagus, yang saya pikirkan itu bukan wah…kok dia lebih bagus dari saya ya. Yang saya pikirkan adalah apa yang bisa saya dapat dari orang itu, dari permainannya dia, untuk mengembangkan diri saya. Kalau kita terus berpikir untuk bersaing, ya itu baik juga sih untuk mengembangkan keterampilan kita, tapi mesti diingat bahwa musik itu adalah seni, dan seni itu subyektif, sifatnya personal sekali, setiap orang punya kelebihan masing-masing, yang tidak perlu untuk dibanding-bandingkan. Jadi saya selalu melihat apa yang bagus dari orang lain, untuk mengembangkan keterampilan saya.
Keberhasilan dalam bermusik itu seperti apa sih?
Menurut saya, ketika kita bisa menyalurkan ide, menyalurkan kisah dan cerita melalui musik kepada orang lain, dan orang lain itu menikmati permainan kita, menerima ide-ide kita, mendapatkan inspirasi dan pencerahan dari permainan kita, itu berarti kita berhasil berkomunikasi dengan orang lain atau publik melalui musik yang kita mainkan. Dasar pedagogi saya adalah bahwa musik adalah komunikasi. Kalau tidak bisa berkomunikasi dalam musik, berarti Anda belum bermusik. Tapi kalau Anda sudah bisa berbagi melalui musik, Anda bisa bercerita melalui musik, maka Anda telah berhasil memainkan musik.
Bagaimana Anda memotivasi diri saat menghadapi situasi yang tidak nyaman dalam perjalanan karier Anda?
Sebagai manusia memang tidak terlepas dari perasaan tidak nyaman, karena kita tidak bisa mengharapkan segala sesuatu berjalan sesuai dengan keinginan kita. Ada saat kita merasa kecewa, down, dan tidak bisa berkembang lagi, lalu frustasi. Salah satu yang sering menjebak seseorang dalam rasa frustasi adalah karena terlalu tinggi dalam berekspektasi. Sebagai musisi kadang juga menemui situasi yang up and down, dan agak sulit kalau dicari alasan konkritnya, kenapa hari ini misalnya, mainnya jelek, lain waktu bisa main bagus. Tapi ya seperti itulah kehidupan. Yang dapat kita lakukan ya terus latihan dan mencari yang ideal meskipun kata orang yang ideal itu nggak akan bisa tercapai, tapi minimal kita mendekatkan diri ke yang ideal itu.
Anda optimis dengan karier Anda saat ini? Bagaimana Anda melihat prospek pendidikan musik di Indonesia?
Harus optimis dong hahaha….saya melihat prospek permusikan di Indonesia lumayan bagus, setidaknya kalau dibanding lima tahun saja sewaktu saya belum ke Rusia dan setelah saya balik dari Rusia, itu situasinya 180 derajat. Dulu saya susah mau nonton konser, tapi sekarang hampir setiap bulan ada konser, di Jakarta misalnya. Dan itu bisa lebih dari satu kali. Saya optimis dunia pengajaran musik ke depannya juga akan berkembang
Saat ini banyak anak Indonesia yang belajar di luar negeri dan kembali ke Indonesia menjadi pengajar dan musisi. Bagaimana Anda melihatnya?
Bagus, dan menurut saya itu positif. Dan memang seperti itulah yang saya harapkan agar dunia musik, khususnya musik klasik, lebih berkembang di Indonesia. Hal yang bisa kita kembangkan adalah kalau kita bisa saling bekerjasama. Tidak harus membentuk sekolah musik bersama sih, tetapi minimal membentuk kurikulum yang sama, sistim penilaian dan standar sehingga orang Indonesia, kelak ketika dia akan melanjutkan pendidikan musik ke luar negeri, atau mau serius berkarier di musik, standarnya sama. Yang saya lihat sekarang, standarnya bagus, tapi masih beda-beda. Pengalaman yang saya dapatkan di Rusia, ada banyak sekolah musik disana, tetapi kurikulumnya sama. Tahun pertama belajar ini, tahun kedua belajar ini, itu semua sama di tiap sekolah musik. Standarnya sama.
Apa saran Anda untuk anak-anak muda kita yang saat ini masih belajar ataupun memulai berkarier di musik?
Pertama, teruslah bermusik karena musik itu bukan sekedar not-not yang kita mainkan. Musik itu jauh lebih dalam, dimana kita bisa belajar tentang kehidupan. Kedua, jangan berhenti berkreasi. Ketika kita berhasil memainkan sebuah lagu, jangan berpuas diri karena musik itu tak berbatas. Di atas langit ada langit. Hidupkan kreativitas dan tetaplah bersabar dalam proses. Para musisi hebat telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengasah keterampilan mereka. Jangan mudah kecewa atau frustrasi. Belajar musik itu membutuhkan waktu dan pengulangan. Jadi bersabarlah. Ketiga, milikilah konsistensi. Terus berlatih secara konsisten. Bahkan musisi-musisi hebatpun, tetap berlatih setiap hari. Terakhir, milikilah sifat rendah hati, pikiran terbuka, dan jadilah pribadi yang menyenangkan bagi semua orang.
Baiklah. Apa pendapat Anda tentang piano Steinway?
Steinway itu piano yang paling nyaman dimainkan dan menginspirasi. Dengan kualitas dan kapabilitasnya yang mengagumkan, Steinway piano selalu memberi inspirasi bagi saya sebagai pianis untuk mengembangkan permainan ke kemungkinan yang tak terbatas. Steinway adalah satu-satunya piano di mana pianis dapat melakukan apapun yang diinginkannya, dan semua yang dia impikan. (*)