CHRISTINE NATALENE

21

Article Top Ad

“Dimana ada kemauan di situ ada jalan”

 

Article Inline Ad

“Dimana ada kemauan di situ ada jalan”. Kredo itulah yang jadi pegangan Christine Natalene, guru musik muda di Palembang yang menguasai beberapa alat musik. Kredo itu juga yang menguatkan tekad Natalene ketika memutuskan hijrah dari Jakarta ke Palembang. “Rencana ke depan saya, bisa membuka cabang sekolah musik saya di dalam maupun di luar kota,” kata Christine. Berikut bincang singkatnya dengan STACCATO.

 

Bagaimana masa kecil Anda dan bgm anda terhubung dengan musik?
Saya belajar musik dari kecil bersama choir Keluarga Kudus Nazaret di Jakarta, dikala itu aktif sebagai pemazmur gereja, dan juga ikut beberapa Wedding Singer di Jakarta, yang berperan mengenalkan saya musik adalah papa di vocal dan cici sepupu di piano saya serta teman saya di electone. Saya mengenal electone dan piano di Yamaha Music Jakarta, lalu lanjut piano di Yayasan Music Jakarta, gak lama saya Majoring Harpa dan Guzheng bersama guru di Jakarta, lalu gitar dan biola sebagai alat musik minor.

Dimana saja belajarnya, dan dengan siapa saja belajarnya?
Di Jakarta saya belajar piano dengan Miss Veronica Manalu secara private dan Electone dibawah bimbingan Miss Rohani Hasan di Yamaha Music Jakarta. Lalu saya menempuh program diploma bersama Yayasan Music Jakarta dibawah bimbingan Miss Grace Carla, dan Ibu Oie Lie Tuan, ibu Juke, Pak Antonio, Miss Amel sebagai guru piano, gitar dan theory music. Lalu saya ambil kelas pedagogik bersama Kak Ruth Wibisono, dan kelas theory dan seminar bersama Kak Phillip Sumargo. Dalam bermusik saya juga tertarik di alat musik Harpa saya dibimbing oleh Miss Heidy Awuy, Ce Felicia, Miss Grace Carla Suherman, mastercalss dengan Miss Gulnara Mashurova, Miss Katryna Tan. Disamping itu saya mulai tertarik di alat musik traditional china, Guzheng bersama Ibu Eni Agustien dan Ko Charles Darwin. Setelah saya pindah ke Palembang saya belajar piano denga Ibu Kumala, Miss Dina, dibidang vocal saya dibimbing oleh Kak Richardes Prasetyoko, biola bersama Kak Aji Syahputra, gitar bersama Ko Hadi Pranata Wijaya.

Sejak kapan Anda mengajar musik dan apa yg memotivasi Anda menjadi guru musik?
Saya mengajar musik waktu kuliah sekitar tahun 2005 dan dari dulu sudah menjadi passion saya untuk bermain musik, bernyanyi, sekaligus menjadi hobby yang menghasilkan hehehe… dari private hingga mengajar di institute musik. Motivasinya sebenarnya sih simple aja gimana cara bermain musik secara fun, walaupun ya di masa progress menjadi baik kan butuh rutinitas setiap hari untuk berlatih alat musik, sama aja sih kaya atlit yang harus berlatih berjam-jam, kita sebagai musisi juga butuh berlatih jari-jari kita, mengajar dengan melihat pendekatan murid yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, tantangan aja gimana bisa menjadi guru yang baik dengan cara yang lebih fun, makanya saya sampai sekarang pun masih meng upgrade diri dengan course, seminar, webinar dan lainnya.

Anda dulu mengajar di sekolah musik lain, mengapa Anda resign, dan bagaimana Anda membangun sekolah musik sendiri saat ini?
Resign dari Jakarta karena menikah dan pindah ke Palembang, lokasi rumah saya kebetulan jauh dari institusi music school dulu saya bekerja, dimana saya harus mengajar 75 murid berpindah-pindah dari music school satu dan lainnya, saat itulah saya memutuskan untuk rehat sebentar, tidak lama setelah itu saya dibukakan jalan dengan pindah rumah dan ruko di dekat kota, saya memutuskan untuk buka sendiri dengan perjuangan dari awal. Tentunya dana sangat penting dan dibutuhkan dimasa saya buka D’Ancilla Music Course, Puji Tuhan dilancarkan walaupun sempat tahun 2020-2021 dilanda pandemi covid dimana saya harus mengajar secara online. Sampai sekarang Tuhan masih sangat baik dengan saya berkembang ke arah yang lebih baik tentunya dibantu dengan beberapa guru D’Ancilla dan juga staff.

MenurutAnda apa perbedaan saat menjadi pengajar di institusi lain, dengan saat Anda mengelola sekolah musik sendiri. Apa saja tantangannya?
Ketika saya mengajar di institusi lain saya fokus pada pelajaran murid dan perkembangan mereka , tentu saja berbeda ketika saya mengelola sekolah musik saya sendiri. Tanggung jawab saya lebih luas, bagaimana mengelola bisnisnya, karena D’Ancilla disamping kursus juga menjual beberapa barang, management dengan Principal dan Staff, hubungan dengan supplier, exam centre bersama Trinity London College dan juga Kawai Music School, how to dealing with parents, students, acara recital, festival, competition, juga promotion sekolah musik saya. Serta bagaimana menjadikan guru D’Ancilla sebagai keluarga. Karena guru merupakan partner dan juga keluarga.

Apa suka dan duka Anda sebagai guru musik?
Sukanya menjadi guru itu saya bisa menyalurkan passion saya, dan mengajar dengan pendekatan yang berbeda-beda dengan setiap murid, berharap dengan menjadi guru juga bisa menjadi teman mereka. Dengan menjadi guru saya juga suka belajar hehe saya suka ikut seminar, webinar, masterclass, mencari banyak referensi buku musik, dan lain-lain, dengan seiringnya waktu, saya pribadi juga bisa mengupgrade diri dengan sesuatu yang memang saya sukai. Dukanya mungkin karena D’Ancilla Music dibangun dari awal, keringat dan air mata sudah pasti hehehe… sebagai guru yang harus menyiapkan bahan murid dan memikirkan cara mereka berkembang, practice piano, harpa, guzheng every night karena saya mengajar bukan 1 instrument itu yang sangat menyita waktu untuk berlatih, untung tetangga baik gak komplain ketika saya berlatih tengah malam hahaha… How to communicate with parents dimana murid harus berbagi waktu antara jadwal sekolah dan latihan musik, dimana yang kita tau sekarang jadwal sekolah itu sangat padat, jaman sekarang dan dulu sudah berubah. Kadang merasa iba dengan murid yang letih dengan kegiatan sekolah dan harus setiap hari practice music disamping ada tugas sekolah juga yang menumpuk, makanya saya senang banget kalau bisa dapat orang tua murid yang support dan push latihan anaknya. Sebagai owner D’Ancilla itu waktu berasa 24 jam kerjanya, tetapi yang penting adalah proses nya. Moto saya dimana ada usaha disitu ada jalan, jangan pernah menyerah dan work smart.

Problem apa saja yang banyak anda hadapi sebagai guru piano, khususnya dalam kaitan kerjasama antara guru, siswa, dan orangtua siswa?
Problem yang utama adalah alat musik hehehe… karena kebutuhan selain musik kan banyak, beberapa parents cenderung menomor duakan musik, dimana seharusnya ketika anak belajar musik, dirumahpun mereka harus berlatih, agar progress music pun berkembang. Lalu murid yang susah membagi waktu antara berlatih musik dan mengerjakan tugas sekolah yang menumpuk. Tetapi sejauh ini orang tua murid mudah diajak kerjasama untuk mengingatkan anaknya latihan di rumah, dan orang tua kebanyakan sangat mendukung anak-anaknya belajar maupun untuk ikut kompetisi-kjompetisi.

Dalam beberapa kasus, kadang orangtua siswa terlalu ikut campur dalam proses pengajaran musik anak-anaknya. Bagaimana Anda menghadapi orangtua yang seperti itu?
Kalo di D’ancilla Music orang tua tidak ikut masuk ke kelas saat pelajaran, hanya bisa memantau dari pintu kaca saja. Tentunya guru harus memberikan kualitas pengajaran yang terbaik ya, supaya orang tua juga percaya kalau anaknya belajar dengan baik dan guru yang tepat. Ikut campur orang tua terhadap anaknya sebenaernya bisa menjadi hal yang positif karena di rumah parents bisa mengajarkan murid ketika berlatih. Job desk guru di music school, communicate with parents perkembangan anaknya, lalu job desk parents di rumah untuk push anak practice.

Menurut Anda, seperti apa seharusnya peran orangtua siswa dalam proses belajar musik anak-anaknya?
Orang tua berperan untuk mendorong dan menasehati anaknya mengikuti pelajaran dgn baik saat kursus, dan berlatih di rumah. Support anak ketika ada kegiatan recital, festival atau competition.

Sebagai guru piano, hal apa saja yg paling menjengkelkan dalam menjalani profesi Anda?
Balik lagi ke moto saya mau membuat music is fun, saya harus cari celah bagaimana cara bermain musik dengan fun, walaupun seperti yang kita ketahui, bermain alat musik harus didasari dengan rutinitas yang berulang-ulang di bagian-bagian tertentu. Itu menjadi hal yang kadang membosankan, saya mensiasatinya dengan membagi beberapa waktu, instead of lakukan berjam-jam, dan berlatih secara rileks. Lama kelamaan itu menjadi bagian dari motorik kita untuk bermain berbagai macam teknik dengan tidak membuatnya stress. Hal itu juga saya terapkan ke murid-murid saya cara berlatih.

Menurut Anda, guru musik yang ideal itu seperti apa?
Hmmm…. kalau bicara idealnya, menurut saya guru musik itu cocok-cocokan, kalau murid bisa bertahan dengan guru tersebut artinya guru tersebut bisa membuat nyaman murid berlatih musik dengan pendekatannya yang berbeda ke tiap-tiap anak. Tentunya si anak juga harus ada progress nya dalam berlatih musik. Musik itu tidak instant, selama anak punya progress, berarti guru tersebut bisa menjalankan perannya dengan baik. Ini yang harus terus menerus di komunikasikan ke parents mengenai progress anaknya. Disamping itu seorang guru harus caring dan sabar terhadap anak-anak, anak satu dan lainnya berbeda, ada yang bisa di push karena anak itu mampu, terkadang ada anak yang membutuhkan waktu sedikit lebih lama daripada anak lainnya. Jadi jangan pernah membandingkan anak anda dengan anak orang lain. Selama ada progress that’s a good thing

Bagaimana anda memberi semangat dan dorongan kepada siswa yg kurang bersemangat dalam belajar?
Anak kurang bersemangat itu mungkin karena dia merasa terlalu sulit, saya akan mencoba bagi part nya menjadi bagian yang lebih kecil, atau kalau murid merasa jenuh jadi kalau saya akan memakai pendekatan belajar sambil bermain dan bernyanyi dan aktivitas-aktifitas fisik lainnya misalnya berjalan sesuai tempo untuk membangun konsentrasi anak kembali, lakukan komunikasi dua arah kepada murid. Atau bertanya mau belajar lagu apa hari ini, hari diberikan kesempatan kepada murid untuk bermain lagu yang dia mau, dengan catatan di minggu depan tetap kita berikan asupan metode musik yang seharusnya mereka dapatkan. Sering komunikasikan ke anak sehingga kita tau jenis music apa yang mereka sukai dan lain-lain

Apakah anda merasa bahwa menjadi guru piano adalah panggilan jiwa? Bagaimana anda mengaplikasikannya dalam prakteknya?
Menurut saya iya, karena dari kecil pendidikan musik saya yang mendapatkan nilai paling baik di antara mata pelajaran lainnya hahaha…. dan sempat test bakat memang dianjurkan menjadi guru, sejatinya saya juga suka mengajar. Learning by doing. Menurut saya performace dan pedagog adalah kesatuan yang tidak bisa di pisahkan. Seorang guru juga harus mampu perform, dan seorang performance juga harus bisa meluangkan waktunya untuk mengajar. Dari mengajar pun kita juga belajar. Maka dari situ sampai sekarang pun saya masih terus belajar dan mengikuti seminar dan masterclass lainnya. Dengan mempunyai skill dan pengetahuan dalam bermusik tentu saja membuat kita lebi percaya diri dan mengajar dengan hati.

Apa yang Anda lakukan jika orangtua tidak puas dengan progres anaknya dalam belajar piano?
Komunikasi ke parents kenapa alasan progressnya kurang, bisa dari banyak faktor, salah satunya adalah kurang latihan karena tugas sekolah yang menumpuk, solusinya boleh minta schedule anak, dan susun jadwal belajar bersama parents, kapan waktu yang tepat untuk berlatih piano, misal dalam 1 hari sisihkan 1 jam dibagi 4x @15menit, dan sebagainya. Bisa jadi kondisi anak letih dengan kegiatan school sehingga kurang fokus di kelas mungkin solusinya bisa coba dengan hari lain yang jadwalnya tidak begitu padat. Dan yang terpenting, minta parents untuk ikut andil dalam mengingatkan anak latian dirumah.

Apa filosofi hidup Ada, dan rencana apa saja yang Anda rancang untuk masa depan Anda sebagai guru piano?
Filosofi saya, never stop learning dan dimana ada kemauan di situ ada jalan. Rencana ke depan saya, bisa membuka cabang sekolah musik saya di dalam maupun di luar kota, dan bisa menghasilkan murid-murid yang juga passionnya di musik, sehingga kedepannya mereka juga bisa menjadi pengajar yang baik ataupun melanjutkan studinya untuk kuliah musik. (eds)

Article Bottom Ad