Kategorisasi Guru Piano

409

Article Top Ad

MENJADI guru piano sejatinya sebuah profesi yang sulit karena apapun yang telah Anda latih dan coba untuk dikerjakan, senantiasa kontradiksi dengan sesuatu yang lain yang seharusnya dikerjakan.

Misalnya, jika Anda mengajarkan siswa untuk membaca, siswa mungkin mengakhirinya dengan ketidakmampuannya untuk menghapal atau mengingat. Bila Anda mengajar siswa dengan pelan, permainan yang akurat, siswa mungkin tidak mendapatkan teknik yang cukup dalam waktu yang masuk akal. Jika Anda menekan mereka untuk bermain cepat, mereka mungkin melupakan semua hal tentang relaksasi. Bila Anda mengkonsentrasikan pada teknik, siswa mungkin kehilangan cara bagaimana bermain musikal.

“Tak pelak lagi, sebagai guru piano, Anda perlu terus menerus memikirkan dan menemukan sebuah sistem yang bisa membantu Anda menghadapi berbagai kontradiksi, yang bukan saja dapat menjawab kebutuhan Anda sebagai seorang guru, tetapi juga apa yang dibutuhkan siswa-siswa Anda. Profesi guru piano adalah sebuah pekerjaan Hercules yang tidak diperuntukan bagi hati yang redup,” kata Vivian Williams, guru piano di Amerika.

Article Inline Ad

Menurut Vivian, guru piano secara umum setidaknya dibagi ke dalam tiga katagori, tergantung kepada siapa mereka mengajar. Ada guru piano khusus untuk siswa pemula, siswa intermediate, dan siswa advance. Pengkatagorian itu, kata Vivian, adalah ideal, jika guru mengetahui dengan sesungguhnya, pada katagori siswa seperti apa dia akan mengajar. “Masalahnya adalah, kebanyakan guru piano mengajar semua katagori itu, khususnya mereka yang mengajar secara independen. Sejujurnya, ini jelas tidak efektif dan membuat sulit untuk berhasil,” kata Vivian.

Ia mengatakan, sejarah pengajaran piano ratusan tahun lalu lebih bersifat privat. Namun perkembangan jaman saat ini menuntut pembagian yang jelas mengenai peran guru, oleh karena tuntutan yang makin lama makin jauh berbeda dengan era ratusan tahun lalu.
“Juga munculnya kesadaran bahwa tidak mungkin seorang guru mampu mengkover semua hal yang dibutuhkan siswa. Maka sebagaimana di bidang lain, muncul spesialisasi-spesialisasi tertentu yang secara area mungkin lebih sempit, tetapi secara output ia menghasilkan kedalaman. Ada sebuah kesadaran bahwa pada akhirnya seorang guru piano harus berani bertanya pada dirinya sendiri, pada titik mana dia mampu memberikan pengajaran terbaik,” kata Vivian.

Pengkategorian guru, kata Vivian, sangat diperlukan untuk memperjelas batas kompetensi dan keilmuannya, serta memastikan hasil yang ingin dicapai sesuai yang diharapkan. “Sebagai guru, kita selalu mengharapkan siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman yang kuat pada setiap level. Pertanyaannya, bisakah kita memberikannya pada semua level? Saya percaya, tidak. Mengapa? Karena kualitas kelimuan dan kompetensi setiap guru berbeda,” kata Vivian.

Menyadari hal itu, lanjut dia, guru yang baik tidak punya pilihan lain kecuali menyadari bahwa pada batas-batas tertentu ia harus berani mengakui bahwa kompetensi dan keilmuannya tidak akan mampu memenuhi semua kebutuhan siswa-siswanya. Dengan kata lain, diperlukan peran guru lain untuk melengkapi dan melanjutkan apa yang telah diberikan kepada siswa-siswanya, tak peduli apakah dia guru independen yang mengajar secara privat, atau guru-guru yang tergabung dalam sekolah musik.

Sebuah pendekatan yang baik, kata Vivian, adalah dengan membuat sebuah kelompok guru untuk menangani tiga katagori di atas, dimana para guru berkoordinasi dalam sebuah cara yang menjadikan pengajaran mereka, satu dengan lainnya lebih cocok, dan memastikan bahwa setiap siswa ditangani guru yang tepat.

Bagi guru privat independen yang tidak bergabung dengan sekolah musik, bisa membuat jaringan atau network dengan guru-guru lain, sesuai dengan katagori masing-masing. Sementara pada sekolah musik, keharusan untuk membuat spesialisasi guru tidak bisa dihindari untuk menjamin lancarnya proses belajar siswa-siswanya.

Secara umum, perkumpulan guru-guru yang berbeda dalam sebuah grup ini sangat diperlukan saat ini oleh karena tidak adanya standar metoda pengajaran. Jadi, banyak guru dari siswa advance misalnya, menolak untuk menerima siswa dari guru tertentu, karena dengan alasan fundamentalnya tidak cocok. “Ini tidak akan terjadi bila ada dasar-dasar yang standar,” kata Vivian.

Tiga kategori guru seperti tersebut di atas diperlukan karena adalah sebuah kesia-siaan jika siswa intermediate misalnya, menerima pengajaran dari guru yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk mengajar anak-anak pemula. Pada titik yang sama, seorang guru yang memiliki spesifikasi mengajar siswa-siswa advance, belum tentu bisa mengajar anak-anak pemula dengan baik. “Seringkali justru guru-guru siswa advance, biasanya kurang baik bagi siswa-siswa pemula,” kata Vivian.

Bagaimanapun, lanjut Vivian, semua guru piano sebaiknya saling berkoordinasi dalam pengertian bahwa mereka semua harus mengajar metoda yang sama, filosofi yang sama, dan sebagainya, agar ketika seorang siswa pemula telah menyelesaikan studinya dan pindah ke guru tingkat intermediate misalnya, proses itu berlangsung dengan lancar.
Alasan lain perlunya tiga kategori guru itu adalah adanya perbedaan bakat dan pembawaan setiap siswa. Seorang siswa mungkin mengalami kemajuan cepat, sementara yang lain mungkin lambat. Jadi, beberapa siswa yang mungkin telah menerima pelajaran beberapa tahun, tetapi tetap belum tepat untuk seorang guru yang lebih tinggi tingkatnya.

Tak ada jalan lain, untuk memenuhi kebutuhan tiga katagori guru di atas, hanya ada dua jalan: guru-guru membentuk sebuah perkumpulan dengan dasar sebuah kesadaran kolektif, atau membiarkan siswa mencari sendiri guru-guru yang dibutuhkan sesuai dengan levelnya. “Kesulitan yang sering dialami adalah, kebanyakan guru piano kurang memiliki komunikasi yang baik dengan guru lainnya, terutama dalam membagi gagasan-gagasan mengajar. Ini yang menyulitkan dalam membuat katagori yang jelas bagi guru piano,” kata Vivian.

Tak Semua Pianis Bisa Mengajar
Vivian lebih lanjut mengatakan bahwa disamping perlunya pengkategorian yang jelas pada guru piano, juga perlu ada pemahaman yang benar pada siswa dan orantua siswa. Mengapa? “Ini karena seringkali kegagalan siswa dalam belajar piano, juga oleh kesalahan persepsi siswa dan orangtua siswa dalam memilih guru,” katanya.

Salah satu yang sering disalahpersepsikan adalah kecenderungan siswa atau orangtua siswa belajar kepada pianis-pianis artis atau professional. “Kenyataanya, sangat sedikit pianis artis atau pianis professional, bisa menjadi guru yang baik. Orangtua dan siswa perlu memahami bahwa seorang artis menghabiskan waktu sepanjang hidupnya untuk belajar dan berlatih menjadi artis, bukan guru. Tentu akan terdapat perbedaan pada pendekatan mengajar yang dilakukan,” kata Vivian.

Ia memberi contoh, jika Anda bertanya kepada seorang pianis konser terkenal bagaimana memainkan bagian-bagian tertentu dalam sebuah lagu, dia akan duduk di depan piano dan memainkannya, karena bahasa pianis konser diutarakan melalui tangan dan piano, bukan melalui mulut.

Para pianis artis memiliki gagasan atau ide-ide mengajar yang terbatas, karena keahlian mereka memang bukan mengajar, melainkan performing. Dalam hal-hal tertentu, terdapat perbedaan pendekatan antara seorang pianis artis dan seorang guru piano dalam membahas sesuatu yang sama.

Vivian mencotohkan soal bagaimana pergerakan jari-jari dan bagaimana para pianis artis memanipulasi kunci-kunci piano. Menurut dia, agar tangan bergerak dalam cara yang tepat, siswa harus belajar mengontrol ratusan jaringan otot dan syaraf, dan melatihnya untuk membuat gerakan-gerakan yang dimaksud.

Ada dua cara ekstrem untuk menguasai teknik. Cara pertama adalah dengan metode analitis, dimana dalam setiap gerakan, setiap otot dan setiap psikologikal dianalisis. Cara ekstrem lainnya adalah pendekatan seorang artis, dimana seseorang dengan sederhana membayangkan sebuah output musikal tertentu dan tubuh meresponnya dalam cara yang berbeda sampai hasil yang diinginkan, dapat terwujud. “Cara yang pertama adalah yang banyak dilakukan guru-guru piano, sementara cara kedua banyak dipraktikkan para pianis artis. Dari satu konteks ini saja, terdapat cara pendekatan yang berbeda. Belum lagi masalah-masalah yang lain,” kata Vivian.

Vivian melanjutkan, bukan berarti para pianis artis tidak memiliki pendekatan analitis dalam menghadapi sebuah masalah. “Tetapi cara pandang mereka dalam menyelesaikan persoalan-persoalan analitis, pastilah berbeda dengan para guru piano,” kata Vivian.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah pemahaman yang komprehensip bagi siswa dalam memilih guru sesuai dengan kebutuhannya, serta kesadaran para guru piano untuk memahami keilmuan dan kompetensinya, demi lancarnya proses pembelajaran musik. (eds)

Article Bottom Ad