Laura Sekar Putri

42

Article Top Ad

DEPRESI yang menyebabkan Laura Sekar Putri harus cuti dari kuliahnya di Berklee College of Music dan memaksanya harus pulang ke Indonesia, justru membawa berkah tersendiri. Satu tahun dia berjuang melepaskan diri dari depresi dengan menenangkan diri sambil mendengar, memainkan dan menulis musik. Dan ketika berhasil mengembalikan mood dan kepercayaan dirinya, ia berangkat kembali ke Berklee dengan satu misi: menjadi terapis musik. Berikut bincang singkat dengan sosok yang menguasai beberapa instrumen musik ini.

 

Bagaimana masa kecil Anda dan bagaimana Anda terhubung dengan musik?
Sejak kecil aku sudah les piano sekitar umur 4 atau 5 tahun, ikut kakak yang juga les piano. Umur 9 tahun mulai bosan dan sulit main lagu-lagu klasik yang harus perfect banget, sedangkan aku lebih suka main lagu-lagu pop dan jazz. Untungnya guru pianoku lumayan fleksibel. Jadi selain main klasik juga main pop, jazz, dan lagu-lagu gereja karena aku juga suka pelayanan di gereja. Kelas 3 SMP sempat stop belajar piano karena aku lanjut sekolah SMA di Singapura. Di Singapura aku main piano di ensemble dan main gitar di band di SMA-ku. Selepas SMA aku ke Boston dan diterima di Berklee College of Music.

Article Inline Ad

Kabarnya sempat depresi saat belajar di Berklee
Hahaha…iya sih. Aku sekolah di Berklee itu sebenarnya karena ingin jadi komposer karena aku memang suka membuat music score. Waktu itu semester kedua, pas saat itu musim dingin. Cuaca benar-benar buruk dan membuatku homesick. Nggak kerasan tinggal sendirian di negeri orang, jauh dari keluarga dalam kondisi seperti itu. Aku jadi sulit fokus kuliah dan sering bolos karena perasaanku tidak tenang. Aku benar-benar merasa tertekan, lalu aku putuskan untuk cuti kuliah dan balik ke Indonesia

Apa yang dilakukan di Indonesia?
Menenangkan diri hahaha…Main musik, dengerin musik, menulis musik, dan sebagainya. Selama satu tahun penyembuhan, aku merasa musik ternyata dapat digunakan untuk memperbaiki perasaan, suasana hati, dan membangkitkan semangat. Di titik terendahku, aku makin sadar bahwa musik ternyata punya pengaruh kuat buatku. Mendengarkan musik bisa membuat mood jadi naik lagi, perasaan yang tadinya kesal atau marah bisa lebih terkontrol. Mendengarkan lagu dan mempelajari musik dari berbagai jenis dan aliran, membuat aku merasa lebih baik, dan setelah merasa stabil, aku kembali ke Berklee lagi untuk melanjutkan kuliah tetapi dengan semangat dan passion yang berbeda

Maksudnya?
Dari pengalaman depresiku, dan bagaimana aku kemudian bisa mengembalikan mood-ku ke tingkat performa yang sangat baik, dengan pergumulanku di musik, aku merasa terpanggil untuk kembali menekuni musik, kali ini dengan satu misi, mau jadi terapis musik. Dan ternyata, aku juga baru mengetahui bahwa di Berklee ada jurusan terapi musik, yang di dalamnya juga ada mata kuliah tentang psikologi. Jadi aku banting setir. Yang tadinya pingin jadi komposer, ganti ke terapi musik, yang menurutku juga belum banyak yang tertarik ke jurusan ini. Setelah 4 tahun kuliah, aku lulus dengan predikat summa cum laude dengan gelar Bachelor of Music di bidang terapi musik dan minor di bidang psikologi

Apa yang Anda lakukan setelah lulus?
Setelah lulus aku magang di Florida Hospital selama tiga bulan, lalu magang di sekolah anak-anak berkebutuhan khusus, juga 3 bulan, dan magang di panti jompo. Saat ini selain sebagai terapis, aku juga masih aktif sebagai artis pertunjukan, dan aku juga mengajar di Park Street School dan perawatan geriatri di Goddard House Assisted Living, yang menangani lansia yang menderita demensia. Aku juga supervisor klinis untuk mahasiswa terapi musik di Berklee College of Music, dan baru-baru ini ditunjuk oleh Asosiasi Terapi Musik Amerika Wilayah New England untuk komite Keberagaman, Kesetaraan dan Inklusi, Aksesibilitas dan Keadilan.

Selain sebagai terapis musik, bagaimana dengan kegiatan musik Anda?
Tetap jalan. Aku mengikuti masterclass dengan musisi kelas dunia seperti Kirill Gernstein yang juga pianis nominasi Grammy, serta bassis pemenang Grammy John Patitucci dan Victor Wooten. Aku juga juga tampil dengan artis pemenang Grammy Evan Ziporyn di Kresge Auditorium MIT dan Berklee Performance Center. Tahun 2020, aku menggarap proyek sampul hit “Over the Rainbow x Laskar Pelangi”, yang telah ditampilkan dalam berita dan media terkemuka.

Kembali ke terapi musik. Sebenarnya apa yang menarik dari jurusan terapi musik yang Anda pelajari?
Yang menarik menurutku adalah, bahwa musik ternyata tidak hanya dipakai sebagai sarana ekspresi diri atau bentuk karya seni. Tetapi, musik juga menjadi bagian dari terapi psikologi untuk mengatasi depresi dan gangguan kesehatan mental lainnya. Terapi musik can assist in identifying and naming emotions in a safe setting, sehingga dapat meningkatkan komunikasi dengan orang lain. Kesadaran emosional dan ekspresi non verbal juga merupakan bagian dari perilaku emosional. Banyak penelitian menunjukan bahwa terapi musik dapat membantu orang menjadi rileks, membantu orang mengeksplorasi emosinya, sehingga dapat mengurangi stress, kecemasan atau depresi.

Apa peran musik dalam terapi tersebut?
Perannya antara lain meningkatkan kesehatan fisik, memenuhi kebutuhan psikologis, emosional, spiritual, serta meningkatkan hubungan sosial para pasien dan keluarga mereka. Terapi musik juga bisa menjadi medium komunikasi bagi mereka yang kesulitan mengekspresikan diri dengan kata-kata. Ada istilah bahwa terapi musik bisa bermanfaat from womb to tomb atau mulai dari ibu dalam persalinan, bayi prematur, anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua dengan kebutuhan kesehatan mental, gangguan perkembangan dan belajar, penyakit Alzheimer dan kondisi terkait penuaan lainnya, masalah penyalahgunaan zat, cedera otak, cacat fisik, dan nyeri akut dan kronis. Sama seperti jenis terapi lainnya, terapi musik ini bekerja dalam multidisiplin ilmu, seperti kesehatan, psikolog, konselor, dan perawatan spiritual.

Seberapa luas jangkauan terapi musik bisa mengintervensi problem kejiwaan?
Sangat luas. Mulai dari janin dalam kandungan, bayi-bayi prematur, anak-anak berkebutuhan khusus, anak-anak yang mengalami berbagai trauma dan dirawat di rumah sakit, remaja, dewasa dengan gangguan mental, sampai orang-orang berusia lanjut yang mengalami berbagai problem kejiwaan, seperti penyakit Alzheimer yang disebabkan oleh kombinasi faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan yang mempengaruhi otak seiring dengan perjalanan waktu. Atau juga mereka yang menderita demensia atau kepikunan. Bisa juga untuk orang dewasa yang mengalami cedera otak seperti stroke misalnya. Spektrum intervensinya sangat luas

Ketika Anda melakukan terapi, apa yang ditonjolkan?
Sebagai terapis musik, aku bertemu dengan klien dari segala usia, keluarga, dan profesional lainnya. Menilai kebutuhan klien, merencanakan tujuan terapi dan mempersiapkan sesi-sesi pertemuan, serta menggunakan berbagai gaya dan instrumen musik dalam sesi terapi, sesuai kebutuhan pasien, baik secara individu maupun kelompok. Peran terapi musik adalah meningkatkan kesadaran fisik pasien, emosional, spiritual, juga hubungan sosial, misalnya kemampuan berkomunikasi, mengelola tingkat stress, mengurangi rasa sakit, dan masih banyak lagi. Sebagian besar pendekatanku secara live music, dengan piano, gitar, atau alat musik lain, dan melibatkan pasien, baik secara individu maupun kelompok. Banyak caranya. Kebetulan aku mempelajari berbagai jenis musik, seperti jazz, country, folk, serta instrumen drum dan perkusi disamping piano dan gitar. Itu membantu sekali

Sejak kapan bergelut di dunia terapi musik? Dan hal-hal apa saja yang menginspirasi Anda dari prosesnya?
Aku menjadi terapis musik sejak tahun 2019, dan dari pengalaman selama lima tahun itu, ada dua hal penting yang akhirnya menjadi peganganku. Sabar dan jangan egois. Dua hal ini ujungnya sama, yaitu kerelaan untuk mau memahami, mendengar, dan membantu orang lain. Selama bekerja, aku menemukan banyak pengalaman berharga. Aku pernah bermain musik di depan pasien lansia yang sudah kehilangan ingatan jangka pendek dan jangka panjang. Pasien tersebut bahkan sudah tidak ingat nama anak-anaknya. Uniknya, aku memainkan lagu yang dipopulerkan ketika pasien itu masih remaja, seperti lagu-lagu The Beatles, dan pasien justru mendadak ingat dan mau bernyanyi bersama. Pasien lansia sering merasa kesepian karena tidak ada yang menjenguk. Musik bisa memperbaiki mood mereka sehingga bisa menciptakan kenangan manis ketika pasien dirawat di rumah sakit atau panti jompo.

Apa tantangan menjadi seorang terapis musik? Dan apa yang harus dimiliki seorang terapis musik?
Tantangan menjadi terapis musik adalah harus percaya diri dan sabar. Disamping itu, harus pandai berkomunikasi. Sebelumnya, aku merasa ini tantangan yang sangat berat. Namun, lama-kelamaan aku menikmatinya, apalagi ketika aku menyanyi dan ada pasien yang juga mau berbagi suara. Ini membuat suasana terapi jadi menyenangkan.

Apa rencana ke depan Anda? Ada rencana kembali ke Indonesia misalnya?
Saat ini aku masih ingin bertahan di Amerika Serikat karena aku merasa ada banyak kesempatan dan peluang baik untuk pendidikan dan pekerjaan. Tapi bukan tidak mungkin suatu hari nanti aku kembali ke Indonesia dan mengembangkan terapi musik. Aku sudah sering berkomunikasi sih dengan terapis musik di Indonesia dan sering jadi pembicara. Di Indonesia, terapi musik memang belum tenar seperti di Amerika Serikat atau Kanada. Namun, terapi musik sudah mulai disediakan di sejumlah rumah sakit untuk membantu pemulihan pasien. Beberapa klien juga menjalani terapi musik secara mandiri dengan tenaga profesional. Aku berharap semakin banyak anak-anak Indonesia yang mau memperdalam terapi musik. Peluangnya sangat besar

Apakah Anda merasa tepat dengan karier Anda saat ini?
Tentu saja. Aku senang karena pengalamanku di musik ternyata mengantarkanku pada dunia baru yang sama sekali tak terbayangkan sebelumnya. Menjadi terapis musik memberiku banyak pengalaman dan keuntungan. Melalui bidang ini aku bisa mempelajari alat musik dan aliran musik yang berbeda-beda, dan di sisi lain aku senang karena bisa melayani dan mendengarkan sesama. Kombinasi dari hal inilah yang membuatku menggeluti profesi ini. Mendengarkan musik saja sudah menyenangkan, apalagi ditambah dengan kesempatan untuk membantu orang lain melalui musik. Hidupku jadi penuh warna karena terhubung dengan orang-orang dari berbagai latar belakang dan masalah yang mereka hadapi. Aku bersyukur jika bisa meringankan mereka

Apa saran yang Anda berikan untuk anak-anak muda kita yang sedang belajar musik?
Jangan mudah menyerah dan jangan juga lekas merasa puas, karena belajar musik itu proses yang tak ada ujungnya dan melelahkan. Disisi lain masyarakat kita masih memandang sebelah mata tentang belajar musik. Emang bisa makan apa dengan musik? Ya kan? So, jangan menyerah. Yakinlah kesungguhanmu dalam belajar musik, tidak akan sia-sia.

Apa pendapat Anda tentang Steinway piano?
Ada anggapan Steinway piano hanya cocok untuk musik klasik. No. Itu tidak benar. Steinway piano menyediakan kekayaan warna suara untuk apapun jenis musik. Tak terbatas. Karena kelebihannya itulah, aku dapat mengekspresikan semua perasaan musikku. Steinway piano adalah piano yang tiada bandingannya. (*)

Article Bottom Ad