STEPHANIE ONGGOWINOTO

625

Article Top Ad

Dipuji karena “suaranya yang jernih, cemerlang” dan “permainan yang sensitif”, pianis Indonesia Stephanie Onggowinoto telah tampil di seluruh Eropa, Asia dan Amerika Serikat sebagai artis solo dan musisi kamar. Dia membuat debut konsernya pada usia 11 tahun dan sejak itu muncul secara teratur sebagai solois dengan banyak orkestra terkemuka Indonesia.

Sejak kapan Anda mengenal musik dan bagaimana Anda terhubung dengan musik?
Saya mengenal musik melalui kursus musik anak atau KMA sejak usia 4 tahun dengan sistem grup. Yang mengenalkan musik pertama kali adalah mama dan papa saya. Pada usia 5 tahun saya mulai belajar piano secara privat dengan ibuYeny Djafar, kemudian dengan Suwarni Hanitio. Sempat juga dengan Dr. Johannes Sebastian Nugroho, dan terakhir dengan Iswargia R. Sudarno sampai saya diterima kuliah di Royal College of Music di London hingga jenjang S3 Piano Performance.

Siapa sosok yang penting dalam proses belajar musik Anda?
Yang pertama adalah kedua orangtua saya. Sebab, tanpa orangtua yang mengarahkan saya untuk mengenal musik sejak dini, dan bahkan rela berkorban waktu, tenaga, pikiran bahkan uang, rasanya saya tak mungkin bisa seperti sekarang ini. Sosok kedua yang berperan penting dalam perjalanan musik saya tentunya guru-guru saya, musisi-musisi hebat yang menginspirasi saya seperti guru saya di Royal, Leon McCawley, Norma Fisher, dan Christopher Elton. Juga pianis Adam Gyorgy, dan masih banyak lagi. Mereka menginspirasi saya dan memberi kekuatan kepada saya untuk berkarier di musik. Dukungan teman-teman saya juga menambah keyakinan saya untuk tidak ragu-ragu memilih musik menjadi jalan hidup saya.

Article Inline Ad

Apakah sejak kecil Anda bercita-cita berkarier di musik?
Sesungguhnya tidak. Saya lebih tertarik di dunia sains, matematika, akunting, dan hal-hal yang berhubungan dengan angka-angka. Hingga saya duduk di SMP, saya belum berpikir bahwa akan berkarir di musik. Saya belajar musik hanya agar bisa memainkan dan menikmati musik saja. Lalu waktu masuk SMA cara pandang saya terhadap musik mulai berubah, khususnya setelah banyak mengikuti berbagai kegiatan seperti konser, masterclass, berkolaborasi dengan musisi lain, bertemu dengan musisi-musisi ternama, semua itu membuka cakrawala musik menjadi lebih luas. Peran guru saya, pak Iswargia, sangat besar dalam hal ini, khususnya dalam membuka wawasan tentang musik, sampai akhirnya saya memutuskan untuk memperdalam musik dengan belajar ke luar negeri.

Bagaimana sikap dan tanggapan orangtua terhadap pilihan Anda berkarier di musik?
Sejak awal kedua orangtua saya memberikan kebebasan untuk memilih apa yang saya sukai. Mama saya bilang kalau memang mau jadi pianis ya tidak apa-apa. Sayang juga sih kalau ditinggalin karena saya sudah terlibat dengan musik cukup lama. Papa saya mendukung dua-duanya. Mau musik boleh, sains juga boleh. Beliau hanya berpesan, dibidang apapun saya harus serius, dan jadilah yang terbaik. Dan jika sudah memutuskan, jangan membalikan badan. Kerjakan dan tekuni. Papa juga mengingatkan bahwa di bidang apapun, selalu ada berkat. Yang penting kerjakan dengan serius dan penuh kesungguhan. Jangan ragu-ragu, apalagi putus asa. Waktu saya memutuskan mau kuliah di musik, kedua orangtua saya mendukung. Bahkan beliau mencarikan saya informasi beasiswa perguruan tinggi di luar negeri, hingga akhirnya saya bisa kuliah di Royal College of Music di London hingga jenjang S3 Piano Performance.

Apa yang paling mengesankan selama belajar di luar negeri?
Banyak hal yang mengesankan. Yang jelas, banyak sekali fasilitas yang sangat mengagumkan, misalkan saja berkelimpahan Concert Grand Steinway dengan kualitas terbaik, concert hall dan performance venue dengan akustik yang bagus, serta perpustakaan dan museum yang sangat lengkap. Dari sisi edukasi, sistem dan kurikulumnya sudah tertata dengan rapi dan apik, banyaknya profesor-profesor ternama dan hebat yang telah melahirkan banyak bintang besar yang juga sering berkunjung dan memberikan konser di London yang adalah salah satu kota pusat musik terbesar di Eropa. Selain itu, banyak sekali foundation, organization, trust yang menyediakan beasiswa baik dalam bentuk finansial ataupun concert opportunities untuk mendukung musisi-musisi muda. Pendidikan musik klasik dipandang sama ‘prestis’nya seperti bidang lain misalkan Sains dan Bisnis.

Prestasi dan pencapaian apa saja yang pernah diterima sepanjang berkarier di musik?
Saya menyelesaikan program Artist Diploma in Performance di Royal College of Music di London dan meraih Alida Johnson Award Holder. Kemudian saya meraih gelar Master of Music in Performance dengan predikat Distinction dan Bachelor of Music dengan predikat First Class Honours dari RCM di bawah bimbingan Leon McCawley dan Norma Fisher. Studi saya di London didukung oleh beasiswa Neville Wathen dan Frederick Cox Scholarship, dan berkesempatan menimba ilmu dengan dengan profesor ternama seperti alm. Karl-Heinz Kämmerling, Robert Levin, Dmitri Alexeev dan Jahja Ling. Dalam bidang performance saya telah tampil di berbagai negara di Eropa, Asia dan Amerika sebagai artis solo dan musik kamar. Sejak debut konserto di usia 11 tahun, saya juga telah tampil dengan berbagai orkestra kenamaan Indonesia. Saya menjuarai Joan Chissell Schumann Piano Competition di Inggris dan Ettlingen International Piano Competition for Young Pianists di Jerman, serta menjadi “top five” dalam International Mozart Piano Competition di Austria. Saya juga meraih Grand Prize Winner dari Wibi Soerjadi Competition dan penerima penghargaan Adam Gyorgy Award yang pertama, dimana kemudian saya memberikan solo debut di Carnegie’s Weill Hall di New York yang dipersembahkan oleh Adam Gyorgy Foundation. Saya juga tampil dengan Jakarta City Philharmonic di bawah arahan Budi Utomo Prabowo di Tokyo Opera City Hall di Jepang sebagai bagian dari Asia Orchestra Week dan dengan Jakarta Simfonia Orchestra di bawah arahan Rebecca Tong dan Dr Stephen Tong di Aula Simfonia Jakarta.

Sejak kapan kembali ke Indonesia, apa yang dilakukan di Indonesia, dan mengapa tidak tertarik berkarier di luar negeri?
Saya kembali ke Indonesia Agustus 2019. Yang jelas karena study saya sudah selesai. Kedua, dari awal saya memang ingin berkarier di negara saya sendiri. Setidaknya saya melihat masih banyak opportunity dan potensi yang bisa dikembangkan di Indonesia. Mungkin ini terdengar klise, tetapi jujur sebagai anak bangsa, saya merasa bertanggung jawab untuk memajukan generasi penerus khususnya di bidang musik di Indonesia. Lagipula perkembangan pengajaran musik klasik mulai tumbuh bagus, dan saya ingin berkontribusi dengan ilmu yang saya miliki. Sekembali dari kuliah di luar negeri saya beberapa kali memberikan resital dan konser. Juga memberikan masterclass, jadi juri kompetisi piano, dan mengajar. Di samping itu saya adalah anak pertama dari dua bersaudara, sama-sama perempuan. Adik saya, Teofelia masih studi di luar negeri. Kalau saya juga di luar negeri, kasihan mama saya sendirian. Apalagi setelah papa meninggal tahun lalu.

Belajar musik, khususnya piano, adalah sebuah proses yang panjang. Menurut Anda, apa yang harus dipahami lebih dulu bagi mereka yang berniat berkarier di piano?
Menurut saya ada empat hal penting yang harus dipahami dan dipersiapkan. Yang pertama adalah minat. Apakah Anda memang punya minat untuk belajar piano? Jika tidak, mungkin tidak perlu membuang-buang uang karena kalau diteruskan tidak akan bisa menghasilkan kemajuan. Tapi jika piano memang mendorong hasrat dan menginspirasi Anda, maka belajar piano adalah panggilan. Yang kedua, tujuan. Tanyakan pada diri sendiri, apa tujuan belajar piano? Apa yang diharapkan dari belajar piano? Sebagai investasi, atau sekedar hobi? Ini penting karena akan membantu Anda melihat target saat mulai belajar. Tujuan yang jelas, dapat memandu untuk bagaimana mencapainya. Yang ketiga, waktu. Ketika baru mulai belajar, harus dipahami bahwa belajar piano dibutuhkan waktu, kesabaran, dan dedikasi. Jadi pastikan apakah punya waktu. Semakin banyak punya waktu, akan semakin baik. Yang terakhir, komitmen. Begitu mulai belajar, berikan komitmen. Karena jika melakukannya dengan setengah hati, akan sia-sia dan menghambat kemajuan secara signifikan. Temukan waktu, investasikan dalam piano untuk waktu yang lama, dan cobalah untuk mencapai tujuan yang lebih besar dan menginspirasi untuk menjadi lebih baik.

Dalam proses belajar yang panjang, tidak selalu situasi selalu baik-baik saja. Bagaimana Anda memotivasi diri?
Betul. Adakalanya muncul perasaan jenuh dan lelah. Kita semua pasti pernah mengalami saat-saat di mana kita ingin menyerah. Ketika merasa seperti itu, kita seperti tidak memiliki tujuan, dan jika dibiarkan akan menjadi frustasi. Apalagi jika menghadapi hal yang sulit dipecahkan. Jika berada dalam situasi seperti itu, saya istirahatkan diri saya sejenak. Tidur, refreshing, merenung dan mencari ide-ide baru. Saya biasanya memainkan lagu-lagu ringan yang saya sukai untuk menghilangkan kejenuhan.

Selain guru, Anda juga pianis. Apa yang membuat Anda yakin bisa berkarier di pengajaran dan pertunjukan sekaligus?
Karena saya bisa dan yakin dengan kemampuan saya. Selain memperdalam piano performing, waktu kuliah juga ada diajarkan tentang teaching method. Passion saya di situ, dan saya merasa bahwa dua hal ini sebuah simbiosis mutualisme yang tepat, karena dua-duanya saling membutuhkan. Mengajar tanpa memiliki kemampuan untuk perform, akan sulit bagaimana memperlihatkan kepada murid apa dan bagaimana seharusnya musik yang diajarkan itu dimainkan.

Menurut Anda seberapa penting kualitas piano dalam proses belajar piano?
Sangat penting. Sayangnya, kurang banyak yang menyadari hal ini hahaha…Bayangkan kita belajar dengan alat musik yang kurang bagus. Kira-kira bagaimana hasilnya? Dalam musik, kualitas suara itu sangat penting, dan sesungguhnya belajar alat musik apapun, kan sebenarnya belajar bagaimana menghasilkan suara yang bagus. Memang ada tekniknya, tetapi tanpa didukung alat musik yang berkualitas, sulit menghasilkan suara yang bagus. Jika sejak dini anak-anak terbiasa belajar mendengarkan suara dari instrumen yang bagus, dia akan menjadi sensitif terhadap suara.

Pendekatan Anda dalam mengajarkan musik bagaimana?
Musik itu bukan eksakta, seperti Matematika ataupun Fisika, sehingga misalnya, akan ada bermacam-macam interpretasi pada satu lagu tertentu. Kita harus bisa berpikir terbuka terhadap ide-ide yang kadang bisa saja di luar style kita. Selain itu, bermain musik itu bukan hanya menggunakan otak, tapi juga menggunakan hati danperasaan agar bisa mengeluarkan makna, karakter dan ekspresi dari sebuah karya

Apa prinsip dan filosofi Anda dalam mengajarkan musik?
Karena saya seorang yang perfeksionis, kalau mengajar saya akan menuntut agar murid bisa bermain dengan sedetail mungkin, walaupun harus diulang puluhan kali, mendengarkan setiap bunyi yang dibuat, dan solid baik secara tehnikal maupun musikal. Saya juga berharap bahwa dengan musik, murid bisa menyampaikan pesan, cerita, fantasi dan imajinasi dengan berbagai rasa, warna dan emosi. Saya juga tidak suka “sugarcoating” dimana saya akan selalu bicara jujur dan apa adanya tentang permainan murid saya. Kejujuran itu penting.

Sebagai pianis dan pengajar piano, bagaimana Anda melihat piano Steinway?
Jujur, dari seluruh merek piano, piano Steinway masih tetap nomor satu. Kalau saya main di concert hall yang ada banyak pilihan pianonya, saya selalu memilih Steinway. Menurut saya ini adalah alat musik yang paling harmonis dan kaya akan warna suara, serta menyediakan begitu banyak fasilitas bagi pianis untuk menghasilkan warna suara yang diinginkan. Kualitas, kejernihan dan konsistensi nada, serta daya tanggapnya terhadap sentuhan, belum ada yang menandingi. (*)

Article Bottom Ad